Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Apa dan Mengapa dengan Mudik?

4 April 2020   21:38 Diperbarui: 4 April 2020   21:38 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Foto: Intisari Online.

Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Silverio Raden Lilik Aji Sampurno mengungkapkan, meskipun mudik sudah ada sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam, tetapi istilah mudik sendiri baru tren pada tahun 1970-an.

Mudik merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh perantau di berbagai daerah untuk kembali ke kampung halamannya. Mereka kembali ke kampung halamannya untuk berkumpul bersama dengan keluarga.

"Mudik menurut orang Jawa itu kan dari kata "Mulih Disik" yang bisa diartikan pulang dulu. Hanya sebentar untuk melihat keluarga setelah mereka menggelandang (merantau)," ujar Silverio seperti dikutip dari Kompas.com.

Sejak Gubernur Ali Sadikin membenahi Jakarta dari Big Village hingga menjadi Kota Metropolitan, maka Jakarta menjadi tempat banyak uang beredar, industri, pusat bisnis dan perdagangan, hingga hiburan banyak terdapat di sini. 

Sekalipun sudah banyak cerita yang menyebutkan sekejam-kejamnya Ibu Tiri, lebih kejam Ibu Kota, tetap saja para perantau berdatangan ke Jakarta, karena kesempatan kerja tetap lebih banyak, termasuk sektor informal sekalipun. Kalau di desa?, tanah pertanian saja makin berkurang.

Pertanyannya kedua, mengapa dulu Pemerintah Indonesia dulu tidak membuat berbagai sentra seperti Jakarta  di banyak daerah, sehingga kalau mudik pun tidak serepot sekarang dengan mobilitas sosial besar-besaran dengan infrastruktur yang terus menerus dibangun. 

Sekalipun pembangunan terpusat di Jawa  karena populasinya terbesar di pulau ini bisa dimengerti. Tetapi pertanyaannya, mengapa Surabaya tidak bisa dibuat seperi Jakarta? Mengapa Malang tidak dibuat punya spesialisasi industri atau komoditas ekonomi tertentu atau mengembangkan agrobisnis yang hasilnya dinikmati langsung tanpa izin-izin dari Jakarta?  

Mengapa Semarang atau Solo dibuat juga perputaran uangnya besar, hingga tidak perlu banyak orang dari Provinsi DIY dan Jateng yang kerja di Jakarta?  Sehingga jarak mudik tidak terlalu jauh?  

Untuk Jawa Barat Mengapa Bandung , Pangandaran, Cirebon, Serang, Lebak tidak dibuat industri atau sentra ekonomi yang menyediakan lapangan sebesar Jakarta?  

Lebih jauh lagi, mengapa tidak bisa tercipta kota seperti Jakarta di Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan, Sulawesi? 

Kesadaran itu baru muncul pada era Joko Widodo (sebetulnya Susilo Bambang Yudhoyono sudah menjalankannya) seperti pembangunan infrastruktur?  Kalau menyangkut perizinan hingga harus berkantor di Jakarta, bukankah sejumlah Departemen dan lembaga pemerintah juga bisa disebar di daerah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun