Misalnya saja pada 2 Januari 1965 sebanyak 128 orang Suswati Persit I Bandung mengakhiri latihan mereka selama satu bulan untuk latihan yang disebut sebagai "pemeliharaan dan penumpukan semangat".
Dalam upacara penutupan latihan di Markas Staf Kodam VI Siliwangi, Pangdam Siliwangi Mayjen Ibrahim Adjien menyatakan, Â latihan yang diselenggarakan itu jangan dipandang sebagai suatu mode dan bukan pula suatu show melainkan harus dimanfaatkan bagi semangat sang suami.
Panglima menyebutkan dua macam pelajaran yang diperoleh peserta latihan, yakni:
- Pengetahuan tentang cara-cara dan kegiatan untuk dapat aktif membantu suami, anggota Angkatan Darat dalam pertahanan negara
- Pengetahuan tentang rumah tangga yang harus disesuaikan kepada perkembangan di sekeliling kita, supaya pada waktunya peserta latihan itu dapat menentukan prioritas apa dan bagaimana yang bagus ditetapkan  untuk mensukseskan tugas prajurit dan pertahanan negara.
Awal puasa juga jatuh pada 4 Januari 1965, memberikan masalah pelik bagaimana menghadapi Hari Raya yang jatuh pada awal Februari di tengah ekonomi yang kian suram. Selain harga yang membumbung tinggi yang membuat daya beli rakyat turun, pelaku usaha juga mulai menunjukan sama tidak percayanya pada pemerintah. Â
Akhir Desember 1964 lima orang pemilik toko di Bandung ditahan dan diperiksa Komando Daerah Kepolisian Jawa Barat karena menolak pembayaran dengan uang lembaran lima ribuan dan sepuluh ribuan. Juru bicara kepolisian Kompol II EG Lumy menyatakan kelima orang itu dikenakan tuduhan subversif  berniat mengacaukan perekonomian dengan cara mendesas-desuskan berita bohong tentang keuangan.
Menjawab pertanyaan polisi, kelima orang pemilik toko tersebut dari Cicadas,Bandung, menernagkan mereka tidak mau menerima uang kertas lima ribuan dan sepuluh ribuan itu, karena selain dalam kas mereka tidak ada uang kecil untuk pengembaliannya, juga mereka mendengar desas-desus seolah-olah uang rupiah tersebut akan digunting.
Sekira seminggu kemudian Kepolisian Kota Besar Bandung menggelar pertemuan dengan pelaku usaha, yaitu pemilik toko-toko meminta mereka menurunkan harga sandang pangan sebesar faktur penjualan. Â Kebijakan itu bukan untuk menghadapi hari raya, tetapi seterusnya.
Tan Boek Hiap pemilik Toko Tujuh mewakili pelaku usaha Bandung mengeluarkan pernyataan mendukung kebijakan itu dan meminta koleganya untuk tidak main "pat gulipat" alias menaikan harga dulu, baru kemudian menurunkannya sebesar 10 persen.
Di luar kota Bandung seperti di Ciamis harga kebutuhan pokok naik 30 persen. Â Gula pasri menyentuh Rp450 per kilogram. Â Tekstil di Cirebon terendah Rp1.500 per meter dan beras Rp350 per kilogram.
Sekira dua ribu  pelajar di Jakarta menggelar unjuk rasa pada 5 Januari 1964 menuntut Janji Kementerian Perdagangan yang waktu itu dipimpin Adam Malik untuk menurunkan harga. Mereka didominasi oleh IPPI Jakarta.  Unjuk rasa di Bandung baru menjelang hari raya dilakukan 44 organisasi massa, yang didominasi buruh dan serikat pekerja menuntut turunnya harga.
Pikiran Rakjat 26 Januari 1965 menggambarkan suasana menjelang lebaran banyak orang keluar masuk toko hanya untuk melihat-lihat atau menanyakan harga, tetapi tidak membeli. Turunnya harga yang diumumkan sebesar 10-20 persen pada praktiknya tidak sesuai dengan harapan rakyat. Â Yang mengesalkan harga barang tidak ditulis di etalase dan baru diketahui ketika dibawa ke kasir.