Saya punya langganan tukang sate ayam telor muda yang mangkal di Trotoar Jalan Sabang, namanya Ahmad. Saya menyebutnya sebagai "Tukang Sate Intelektual".
Latar belakangnya karena di sarjana lulusan UIN Ciputat dan tidak gengsi untuk berjualan kaki lima. Pelanggannya pegawai kantoran yang kerap mengajaknya berdiskusi politik dan ekonomi. Begitu juga dengan saya.
Pulang dari Perpustakaan Nasional di Jalan Merdeka Selatan menjelang malam, saya kerap mampir di sana. Pesan setengah porsi plus lontong hanya habis Rp 20 ribu plus Aqua Gelas Rp 1.000.
Kenyang, daripada makan di rumah makan di sekitar tempat itu bisa sampai Rp 30 ribu bahkan lebih. Para pejalan kaki bisa lalu lalang di sela-sela lapak kaki lima berderet di Jalan Sabang. Mereka umumnya pedagang kuliner dengan harga terjangkau.Â
Menurut pengakuan Ahmad, laba bersih yang dia raih hanya sekitar Rp5 juta, sedikit di atas upah minimum di Provinsi DKI Jakarta. Dia beruntung pemilik toko mengizinkan dia berjualan di lahannya karena dia juga bisa berfungsi sebagai penjaga keamanan.Â
Pekerja informal seperti Ahmad bisa berfungsi sebagai pagar sosial yang paling efesien, tidak usah dibayar, tetapi diberi ruang mencari nafkah dan mereka akan ikut menjaga keamanan, karena itu menyangkut kepentingan eksistensi mereka.
Hal itu juga terjadi di kampung saya, Blok A Cinere. Keberadaan para pedagang kaki lima di pelataran parkir selain alternatif mencari makanan murah, juga berfungsi guyub.
Ketika ayah saya masih hidup pernah terjatuh, kepalanya luka, beberapa pedagang kaki lima mengantar ke rumah hingga bisa ditolong. Sejumlah pedagang kaki lima memang langganan ayah saya kalau ingin makan di luar dan juga saya.Â
Selain itu tidak pernah saya dengar kejadian kriminalitas di depan pelataran parkir kompleks yang jadi lokasi pedagang kaki lima, bahkan di depan jalannya. Pencurian dengan modus memecahkan kaca mobil justru terjadi di dalam kompleks dan pelakunya bukan masyarakat sekitar, yang banyak menjadi pedagang kaki lima.
Selain Ahmad, saya juga punya langganan lain, seorang pedagang nasi bebek, yang mangkal di trotoar setelah Jalan Sabang akses menuju Jalan Merdeka Selatan.