Masalah Kejiwaan di Kalangan MahasiswaÂ
Effy HS  dari Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) Bandung  dalam tulisan "Gangguan Sjaraf: Di Kalangan Mahasiswa" dalam Pikiran Rakjat, 31 Maret 1964 mengungkapkan, dari 70 mahasiswa yang datang ke Biro Konsultasi Fakultas Kedokteran Unpad pada enam bulan pertama, mengeluh belajar lekas Lelah. Sekitar 10 persen disebabkan karena tidak sesuai dengan jurusan yang mereka ambil (Fakultas Kedokteran). Lainnya karena kurang dapat menyesuaikan situasi akademik (9 persen), masalah keluarga (16 persen),  hingga gejala neurosis (15%) dan neurosis (8 %) (6)
Kasus neurosis juga ditemukan di Fakultas Pertanian UI di Bogor, dari 700 mahasiswa yang datang berobat diteukan tiga kasus psikosis. Â Begitu juga di Unair, Surabaya, dari 1.400 mahasiswa ditemukan 4 kasus psikosis dan 19 kasus neurosis. Â Sementara lima orang mahasiswa Fakultas Kedokteran UI mengalami psikolgis setelah menjalani perploncoan.
Di antara mahasiswa Bandung yang dirawat di rumah sakit jiwa Bandung, Cisarua, dan RSUP Bandung dari 1960-1963 terdapat 24 penderita psikosis dan 100 penderita neuropsikosis. Mereka kehilangan keseimbangan emosi yang bisa menyebabkan turunnya prestasi di bidang studi.
Dalam tulisan lain Effy BS juga mengungkapkan banyak faktor yang menyebabkan masalah psikologis bahkan psikiatris yang dihadapi mahasiswa.
- Masalah keluarga, mulai dari sistem pendidikan yang kaku pada masa lampau, situasi keluarga dengan orangtua tidak bahagia, perceraian dan poligami, hingga mahasiswa yang sudah menikah menghadapi tekanan dari orangtua, seperti mereka belum sepenuhnya mencari nafkah.
- Masalah lingkungan seperti culture shock karena perbadaan cukup jauh antara situasi lingkungan sebelumnya dengan situasi yang dihadapi sekarang, kurang tempt rekreasi  agar mereka, mahasiswa bisa bersenang-senang guna mengurangi ketegangan, hingga kurangnya fasilitas bagi mahasiswa untuk menyalurkan masalahnya.
- Masalah studi, seperti pemakaian Bahasa asing pada kuliah dan ujian-ujian atau buku wajib rupanya merepotkan sebagian mahasiswa, peraturan ujian, hubungan yang kurang baik dengan staf pengajar, perbedaan yang sangat jauh antara ambisi atau cita-cita dengan kenyataan.
- Masalah Pemondokan , terbatasnya asrama mahasiswa membuat mereka mencari pemondokan dengan kantong sendiri, tempat pemondoan menumpuk mahasiswa berbagai jurusan yang membuat keberagaman cara berpikir, hingga tempat pemondokan yang kurang baik untuk belajar.
- Masalah keuangan, kesulitan keuangan mahasiswa untuk membeli buku-buku alat tulis dan mahasiswa terpaksa bekerja patuh waktu hingga energi terbagi dengan studi (7)
Masalah melonjaknya harga buku juga diungkapkan kolumnis Tresnajuwana.  Banyaknya penerbit dan toko buku menunjukan bahwa Kota Bandung memang kota pelajar.  Sayangnya, harga buku mengikuti irama menanjaknya harga kebutuhan lain. Harga  buku pelajaran untuk murid sekolah dasar mencapai ratusan rupiah. Apalagi buku-buku untuk perguruan tinggi. Sekalipun pemerintah mengklaim bahwa harga buku di Indonesia, termasuk termurah di dunia.Â
"Yang penting sebenarnya bukan termurah atau banyak sedikitnya, mahal atau murah itu disesuaikan dengan nilai uang.Yang harus dipikirkan terbeli atau tidak oleh rata-rata rakyat Indonesia," ujar Tresna (8).
Konflik CGMI-Dewan Mahasiswa Institut Publitistik Unpad
Pertengahan Mei 1964, Fakultas Publistik Unpad berganti nama menjadi Institut Publististik JP Unpad,  untuk itu Dewan Mahasiswa Institut Publitistik  JP Unpad dilantik Moestopo. Mereka adalah R Roekomy, R Natawinarja, Asikin Martakusumah, Robby Tan dan Soegeng Sarjadi.  Dewan Mahasiswa dari fakultas ini menjadi menonjol pada pertengahan 1964 karena begitu kritis.
Dalam rapat kilat pada 5 Juni, DM Publitistik menyesalkan pernyataan CGMI dan mengatakan justru Moestopo adalah orang yang tegas pendiriannya terhadap Pancasila dan Manipol Usdek, serta ajaran-ajaran Bung Karno. Oleh karena itu DM Publististik mendukung dan mempertahankan R Mostopo dengan segala konsekuensi dari mulai lemah sampai yang keras.