Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Ayat-ayat Cinta", Kisah "Pop Art" Romantis Muslim

20 Februari 2019   22:31 Diperbarui: 20 Februari 2019   22:40 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu percaya setiap manusia ada jodohnya? Sungai Nil dan Mesir berjodoh, sebab tanpa Sungai Nil tidak akan ada Mesir".  Demikian  ungkap Maria (Carissa Putri) kepada Fahri (Feddy Nuril), mahasiswa Al Azhar asal Indonesia  dalam sebuah percakapan di kereta, sekaligus salah satu pesan dari film ini.

Maria diceritakan seorang nasrani (belakangan saya tahu Kristen orthodox atau maronit)  yang jatuh hati pada Fahri, seorang anak pedagang tempe di Jawa.  Walaupun menganut nasrani, Maria paham soal "Alif Lam Mim" hingga "Surah  Maryam".   

Fahri memilih Aisyah.  Perempuan berdarah Turki-Jerman sebagai istrinya.  Gadis itu dikenalnya di metro,  ketika ia memberi tempat duduk kepada  seorang ibu  Amerika,  namun membuat  gusar seorang pria Mesir, yang menganggap orang Amerika  kafir  dan teroris sebenarnya. Aisyah  pun terkesan pada Fahri.

Tidak ada proses pacaran. Yang  ada ta'aruf  (pertemuan keluarga untuk menjodohkan). Fahri menikahi Aisyah.  Perasaan hati Fahri digambarkan dari ekspresi kegugupannya melihat Aisyah.

Sudah dua hal yang menarik dari filmyang disutradarai oleh Hanung   Bramantyo diangkat  dari novel karya Habbiruahman El Shirazy  dan dirilis pada Februari  2008.  Pertama  film  ini menawarkan alternatif baru bagaimana seharusnya hubungan laki-laki dan perempuan  menurut Islam  dengan cara "pop art" Setidaknya menurut  Kang Abik, sapaanHabbiburahman El Shirazy. 

Kedua, film ini muncul pada saat  thesis Samuel Huttington  tentang benturan peradaban Muslim dan Barat jadi diskusi dan  polemik.   Tokoh Fahri digambarkan nyaris sempurna, sebetulnya tak jauh bedanya dengan tokoh laki-laki dalam  film romantis Hollywood, cerdas dan berahlak. 

Kecerdasan Fahri terlihat ketika  dia diwawancarai wartawati Amerika soal perempuan di mata  Islam.

"Islam sangat   melindungi perempuan . Bila perempuan  melanggar  komitmen pernikahan, suami boleh menasehati, memperingatkan dan terakhir baru memukul, tetapi tidak boleh di  muka,"     

Pernyataan dahsyat dan pesan lain film  ini  Islam tidak memperbolehkan KDRT.

 Cerita bergulir, ada dua perempuan lain yang suka pada Fahri, yaitu Nurul,  mahasiswi asal Indonesia juga dan Nourra (Zaskia Adya Mecca), seorang perempuan yang dianiaya ayah tirinya sendiri.  Kalau Nurul patah  hati dengan  merobek  bukunya ketika mendengar Fahri menikahi Aisyah, lain halnya dengan Nourra.

Nourra melakukan langkah ekstrim  menuduh Fahri memperkosanya sehingga Fahri dipenjara dan diancam hukuman gantung. Tuduhan Nourra gugur bila Maria yang jatuh sakit dinikahi oleh Fahri dan baru bangun  ketika Fahri menyatakan cinta.

"Jodoh itu rahasia Allah," ucap Aisyah   merelakan  suaminya menikahi Maria. Adegan begitu manusiawi Aisyah berlari keluar dan menangis.   Bagaimana pun juga seorang perempuan  tidak  mau cintanya dibagi   Fahri sendiri sebetulnya tidak mau:  Hanya kamu Aisyah  dan poligami tidak semudah itu.

Nah, pada  bagian ini baru  mendapatkan kritik dan diskusi  para pencinta film.  Misalnya Maria kemudian memeluk Islam. Hal ini tentu jadi sensitif, apabila terjadi sebaliknya.  Namun bagaimana pun juga Ayat-ayat Cinta mengangkatnya dan menjadikan sebuah catatan. 

Kedua soal pembenaran poligami, dalam keadaan tertentu jadi diskusi lainnya. Saya melihat Kang Abik pada  sekuel pertama memenangkan poligami itu, sekalipun akhirnya Maria diceritakan meninggal. Adegan favorit saya  ketika  Aisyah,  Maria dan Fahri satu rumah, ada rasa cemburu ketika Fahri  memilih salah satu untuk satu malam.

Hingga ada  satu  adegan ,  ketika Aisyah  bertanya: "Malam itu kamu tidur di mana?" Fahri memilih tidur di ruang  tamu. Penonton pun terbahak.  

Pada sekuel  keduanya,  Kang Abik seperti merevisi keputusan Fahri di sekuel pertama, ketika mendapatkan kesempatan  berpoligami dengan yang  beda agama pula, menampiknya.  Dengan demikian pada Ayat-ayat Cinta ke 2 .   

Catatan  lain Tokoh  Aisyah  sosoknya berpendidikan tinggi, lebih kaya dari Fahri, membelikan laptop  hingga laki-laki itu jadi resah .  "Kamu adalah imamku dan Aku akan mengikuti kamu. Kamu selesaikan saja  S-2 mu."

Dalam sebuah adegan Fahri menolak, Aisyah menyuap hakim agar membebaskan Fahri. Dia  lebih mempercayai  kejujuran dan penengakan hukum.  Pesan  lain dalam film ini yang  masih relevan hingga  sekarang.

Di akhir film  Fahri  baru menjadi   tidak sempurna, ketika dia menyadari: "Saya yang tidak ihklas menerima Aisyah yang lebih  kaya dari  saya" 

Kelemahan dalam film ini ialah pada tokoh Naurra yang saya tidak habis  pikir mau-maunya berkomplot dengan pemerkosanya untuk menjebloskan orang yang  sebetulnya dia cintai.  Tetapi  mungkin juga cinta itu absurd.

Ayat-ayat  Cinta menjadi box office kedua  sebesar 3,6 juta penonton (di bawah Laskar Pelangi) pada 2008 dan  mengantarkan  para bintangnya  sama  populernya  dengan  Dian Satrowardoyo dan Nicholas Saputra pada2002.  Media massa hiburan berlomba  menjadikan   Fedi Nuril, Rianty Cartwright dan Carissa Putri jadi  cover.  Bahkan jadi gosip segi tiga di antara ketigaya juga beredar.

Lagu soundtracknya, baik yang dinyanyikan Rossa maupun Sherina menduduki lagu populer selama beberapa bulan.  Hanung Bramantyo pun meroket. Penempatan  lagu pada adegan  yang tepat  membuat tangis pun tumpah.  

Ayat-ayat  Cinta adalah pendobrak segmen baru  dalam  dunia perfilman Indonesia:  untuk  pertama kalinya ibu-ibu pengajian berbondong-bondong ke bioskop. Dari sudut genre  campuran  film religi  atau drama romantis dengan  spirit Islam jadi diskusi lain lagi.

Pengaruhnya pada film Indonesia berikutnya besar, apalagi pada sinetron . Sejumlah film yang  sebangun segera dibuat  dan biasanya pengikut terpuruk. Sayangnya pada sinetron ini akhirnya menjadi bias ,  sebetulnya kembali ke gaya bollywood dan intrik-intrik lebay khas sinetron 1990-an dengan (hanya saja)  pelakunya  berbusana muslim.  

Saya menonton Ayat-ayat Cinta dua kali, di antaranya bersama ibunda tercinta yang tumben mau diajak nonton film Indonesia di bioskop untuk pertama kali setelah dua  puluh  tahun.  Biasanya dia tidak suka pada film Indonesia setelah menonton Cut Nyak Dien malam tahun baru 1988 bersama keluarga.

Irvan Sjafari    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun