Pada 13 April rombongan pertama berangkat dari Lapangan Banteng membawa sumbangan senilai  Rp 7 juta  dalam bentuk  sandang pangan diangkut dengan 20 truk. Â
Pada 23 April 1963 rombongan berikutnya  Panitya Gunung Agung Jawa Barat berangkat  ke Bali dengan membawa uang sebesar  Rp3,5 juta dan obat-obatan senilai Rp 2,5 juta.  Â
Dan pada  minggu pertama Mei 1963 rakyat Jabar sudah mengumpulkan Rp9juta dan Rp5 juta dari pembaca Pikiran Rakjat. Gerakan sosial bermunculan dari warga Bandung.Para pelawak, artis hingga peragawati terlibat dalam pertunjukkan amal tidak dibayar.Â
Sabtu, 27  April di  Hotel Savoy Homman  diadakan malam kesenian Bali untuk amal. Pada 11  Mei  1963  jugadi Hotel Savoy  Homman,  digelar pertunjukan  amal  yang menghadirkan grup pelawak 4 S (Sam, Sofjan, Sup Jusup dan Suryana Fatah),  Us Us dan band Gita Nada, serta pertunjukan fashion show.Â
PBB  pun mengirim misi membantu korban Gunung Agung pada bulan  berikutnya.  Di antara mereka terdapat nama Ny EM Robinson, ahli teknik FAO, S Reb I Mursana, wakil WHO, Sovrllich dan  wakil UNICEF Indonesia Milton F Gregg.  Mereka terlebih  dahulu  mensurvei kebutuhan  para  korban.
Bencana Gunung Agung di Mata Dua Warga Bandung
Sulitnya  komunikasi pada masa itu  dilukiskan wartawan Pikiran Rakjat, Mohammad Sodik, seorang warga Bandung dalam laporannya pada 8 Mei 1963
Ketika saya berhubungan dengan  seorang petugas di pos terdepan,  dia hanya mengangkat bahu saja sambil berkata fasilitas-fasilitas itu (komunikasi) kurang sempurna. Petugas itu pos pengawasan di Rendang memerlukan sekali alat perhubungan cepat ke Klungkung dan ke Denpasar, dari mana bantuan bisa diberikan untuk menyelamatkan rakyat.  Di samping itu juga untuk  pemberi tanda bahaja  langsung kepada rakjat di tempat-tempat jang terantjam bahajaÂ
Dr  RM Soelarko dari Bandung, seorang dokter dari Universitas Padjadjaran  yang ikut menangani korban menyebutkan bahwa yang paling diperlukan oleh para pengungsi adalah  beras. Di Bali harga beras mencapai Rp75 per kilogram, jauh di atas harga beras di Jawa Timur.  Yang ke mudian dibagikan jagung  yang sedang tumbuh.Â
Ketika dia mengunjungi pos  kesehatan tentara di Pampatan, 8 kilometer dari Rendang  pada  25 April 1963, belum  ada sebutir beras pun dibagikan kepada rakyat. Bahkan lebih dari sebulan setelah letusan  kedua  rakyat dari daerah "no man's land" tidak mendapatkan beras.