Perayaan Lebaran usai  dalam keadaan memprihatinkan, terutama di kalangan pegawai rendahan, buruh dan masyarakat bawah lainnya.  Ketika golongan menengah masih menikmati hari libur Idul Fitri di tempat rekreasi, seperti  Karang Setra dan masih bisa membeli pakaian dan sepatu baru, terungkap isu bahwa penyaluran tekstil kepada kalangan bawah untuk kebutuhan lebaran ternyata bermasalah.
Pikiran Rakjat, 2 Maret 1963 mengungkapkan hampir seluruh warga Bandung menerima pembagian tekstil sebelum lebaran, yang disalurkan Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Â kepada koperasi. Hanya saja kain tekstil yang diterima sebanyak 80 ribu meter itu adalah kain untuk kasur yang tidak sesuai untuk pakaian dikenakan pada Hari Raya Idul Fitri. Â Sebanyak 56 ribu meter kain dikembalikan.
Pusat Koperasi Kota Bandung (PKBK) menyadari kemarahan warga kota yang sudah terhimpir masalah ekonomi ini,  maka lembaga ini segera mengembalikan kain kasur ini kepada PDN.  Kain yang disalurkan kepada warga Kota Bandung adalah tekstil impor dan bukan kain kasur dalam negeri.  Memang  kain itu diganti, tetapi terlambat karena tiga hari sebelum hari raya yang jatuh pada 25 Februari 1963, sementara kantor PDN pada tutup.
Akibatnya tekstil itu tidak dapat seluruhnya dibagikan sebelum lebaran. Penyaluran tekstil pada 1963 menggambarkan kekacauan ekonomi.  Untuk mengurangi kekecewaan rakyat maka pihak PKBK mengambil kebijakan dengan membagikan kain batik  seharga Rp200 per helai.  Sayangnya yang dibagikan hanya tujuh  ribu helai batik.
Masalah lain banyak koperasi serba usaha yang tidak mempunyai uang, sehingga PKBK memberikan kredit terhadap koperasi seperti ini. Â Pelaksanaannya tidak mudah , sejumlah koperasi meminta uang dulu untuk pembelian batik kepada anggotanya, baru menebus barang-barang itu.
Pengunjung Kebun Binatang  Bandung mengalami  penurunan drastis  dalam libur lebaran dibandingkan tahun sebelumnya.  Jumlah pengunjung dua hari liburan  tercatat 43.199 orang, sementara pada 1962 jumlahnya mencapai 112 ribu pengunjung.Â
Daya beli  yang menurun  dan keadaan ekonomi yang sulit membuat warga yang hidupnya pas-pasan memilih tidak berekreasi.  Kalau pun punya uang mereka yang punya kampung lebih suka pulang, mengingat keamanan juga sudah pulih.  Â
Sementara tempat rekrasi  rakyat lainnya,  Situ Aksan hanya dikunjungi 10 ribu orang selama  dua hari lebaran.Â
Kondisi Korban Bencana Alam
Itu baru di Kota Bandung. Â Lebih mengenaskan lagi, korban banjir di daerah Indramayu. Â Jangankan makan ketupat di hari raya, Â mereka hanya mampu makan menir atau pecahan beras kecil yang biasa diperuntukkan untuk makanan ayam dan ketela rambat. Â Jumlah menir yang dibagikan sebanyak 10 ton dan ketela rambat sebanyak 35 ton.Â
Masih untung para korban banjir masih bisa mengenakan pakaian bekas yang dibagikan oleh para dermawan.  Kodim 0616 Indramayu Mayor Tatang Rasyidi  juga memberikan sumbangan pakaian bekas sebanyak 16.298 potong.  Sementara karyawan PDN membagikan 18 kilogram ubi.