Kalau dari segi menjadikannya tetap pop art, saya kira berhasil. Â Saya menaksir film ini mampu meraup di atas dua juta penonton. Â Tetapi kalau dari segi cerita tidak banyak yang baru ditawarkan. Saya hanya seperti menonton tayangan televisi di layar bioskop. Â Sinematografi tidak terlalu istimewa. Saya juga setuju dengan sebagai peresensi, film ini diselamatkan oleh akting Mandra yang luar biasa.
Tetapi bagaimana pun juga film ini tetap layak tonton. Ibarat buku film ini  menjadi bab pengantar untuk sebuah tayangan yang tidak pernah ketinggalan zaman.Â
Sejak awal Si Doel berakar pada situasi sosial masyarakat Betawi di Jakarta dengan kegelisahannya menghadapi perubahan zaman dan bagaimana mereka harus bertahan dan juga potret kaum urban lainnya.
Menyaksikan "Si Doel Anak Sekolahan" ibarat menonton Jakarta era 1990-an, seperti kata almarhum Benyamin yang suaranya di awal film: Loe gue sekolahin agar tidak jadi sopir oplet dan oplet yang jadi barang antik itu sebuah simbol juga. Â Â
Itulah keunggulan lainnya. Selamat kembali buat Si Doel.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H