Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Koloni (39-40)

20 Mei 2017   09:48 Diperbarui: 20 Mei 2017   10:11 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alif membuka body protectornya. Harum mendekatinya dan mengangkat jempol. “Sssh, bidadarimu cemburu..!”

Saatnya, pertunjukkan kedua.

“Bobby!” panggil  Evan.

Yang dipanggil berdiri gemetar. Evan tampak tidak ada  capek-capek-nya. Terlatih untuk berkelahi. Dia meringkus Bobby nyaris tanpa perlawanan, seperti semut meringkus mangsanya. Bobby seperti ulat  yang baru menetas dan bertemu semut rangrang yang lapar.

Kaki dan tangannya menjadi satu terikat oleh kain yang sudah dibawa Evan. Kemudian dia membelai rambut Bobby sambil melirik Selena.  “Ampun!” teriak Bobby. “Saya nggak ikut-ikut!”

Malam itu komunitas kupu-kupu hanya diwakili oleh Iffa  menyanyi tiga buah lagu tentang kupu-kupu. Walau suaranya pas-pasan, tetapi cara menyanyikannya begitu lucu, hingga penonton terhibur.  Sementara seluruh kawan-kawannya pulang,  karena ketuanya ngambek. Zahra menyeret Alif dan menyuruh menggendong Lepi yang tertawa melihat perilaku ibunya.

Di pinggir lapangan Harum tertawa terbahak-bahak. Untuk pertama kalinya dia membela laki-laki selama di pulau.  Dia tahu mulai malam ini Zahra tidak akan pernah lagi mengadu suaminya dengan anak asuhnya.

Hal yang sama terjadi pada Selena. Bobby diseret Selena dan disuruh menggendong Bybbo. “Pulang, saya ngantuk!”

Lebah dan tawon mempertunjukkan tari perang yang meningkat keterampilannya. Begitu juga cewek-cewek semut yang dikomandoi oleh Evan Sektian. Tim Rayap menyanyi dengan alat musik alam tak kalah bergemuruh.

Sementara di pantai Zahra memandang bulan sementara Alif dengan gelisah berada di sampingnya. Zahra tidak berkata apa pun untuk pertama kalinya ketika bersama.

“Adinda…”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun