Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Galeri 9: Rumah Tua

30 Mei 2016   19:37 Diperbarui: 30 Mei 2016   19:49 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah tua (kredit foto : d.wattpad.com/story_parts/196882024/images/142100700e7d9a7d.jpg)

Jakarta 2002

“Adinda!”

Suara teriakan Mama sekali lagi membuat saya teperanjat.

“ Mama dan Papa mau pergi. Kamu tinggal di rumah sama Bik Yayuk!”

Padahal saya baru saja berjinjit ke kamar loteng untuk melihat lagi rumah boneka saya dahulu. Saya anak tunggal semata wayang kata Mama. Flora dan Faunita, boneka kembar yang menemani saya sejak umur lima tahun ada di loteng itu. Sebetulnya Papa dan Mama keberatan terus menerus bermain dengan boneka buatan Belanda. Kata Papa boneka itu sudah ada di loteng sejak ibunya masih kanak-kanak. Saya yang membersihkan kedua boneka itu dan merawatnya, sejak menemukannya. Papa dan Mama takjub saya bisa merawat kedua boneka tua itu seperti baru, tetapi mereka juga khawatir usia saya sudah menginjak tiga belas tahun masih main boneka.

Bukan boneka dan rumahnya saja yang membuat saya betah. Tetapi barang-barang antik yang berada di ruangan berukuran 4 x 4 meter itu. Di antaranya sebuah lemari kayu jati buatan 1920-an yang rajin saya lap, saya plitur. Sekalipun lemari itu selalu dikunci dan Papa bilang lemari itu tidak ada isinya. Mama sebetulnya hendak menjual lemari itu, tetapi Papa melarangnya karena peninggalan keluarganya. Papa adalah generasi ketiga dan kini saya keempat.

Kami tinggal di rumah peninggalan Belanda di kawasan Menteng. Mama bilang kakek Papa membeli rumah itu. Tahun 1950 rumah ini punya seorang Belanda bernama Dolph. Rumah itu sendiri dibangun tahun 1920-an. Kemungkinan lemari jati itu usianya sama dengan rumah ini. Saya suka rumah ini walau Bik Yayuk pernah bercerita rumah tua ini punya hantu. Tetapi saya tidak pernah melihat satu pun hantu dan saya malah ingin tahu hantu itu seperti apa.

Menyebalkan kalau harus tinggal lama di rumah tua dengan sepuluh kamar ini. Berdua dengan Bik Yayuk tanpa teman sebaya. Sebetulnya saya diperbolehkan mengajak teman-teman sekelas atau se-SMP saya ke rumah. Tetapi pada musim libur Juli 2002 mereka lebih suka di luar kota bersama orangtua mereka. Uh..Uh..uh.. Papa dan Mama tidak bisa mengajak liburan karena justru banyak pekerjaan. Mama bekerja di sebuah hotel berbintang yang kebanjiran tamu. Papa seorang wartawan harian lebih sibuk lagi! Saya menggerutu pertikaian politik yang tidak saya mengerti bikin kerja wartawan bertambah.

Ikut Papa ke tempat kerja? Oh, tidak. Papa pernah mengizinkan saya meliput sebuah acara ringan di kawasan Diponegoro menjadi kawasan mengerikan ketika terjadi demo yang rusuh. Wajah Papa pucat menemukan saya di antara para demonstran yang bentrok dan polisi memaki Papa membiarkan anak di antara apa mereka sebut sebagai gerombolan liar. Ikut Mama? Juga pernah. Mana diizinkan lagi. Salah saya sih, rese! Tiba-tiba menghilang dari ruang Cooroprate Communication dan tahu-tahu lagi menganggu cowok-cowok bule. Mereka sih senang-senang saja, tetapi Mama sebagai PR Hotel tidak. Yang membuat Mama kapok, saya tahu-tahu sudah ada di atap hotel dan butuh sepuluh satpam untuk menurunkan saya. Takutkah saya? Tidak! Tetapi Mama yang takut.

Kalau saya main di luar? Oh..oh. Papa dan Mama tidak mengizinkan. Dunia luar itu bahaya kata mereka. Narkoba sudah dipakai anak kelas 5 SD. Hamil di luar nikah. Tawuran seperti di Jalan Diponegoro itu. Dunia mengerikan bagi anak ABG. Bedebah mana yang memberikan stigma pada kami. Diberikan istilah ABG, seolah kami adalah kawanan monster yang mengerikan, yang harus diawasi. Iya juga sih! Salah sebagian dari kami juga. Lagi-lagi suka rese! Suka jahil. Tapi kami butuh tempat bermain yang makin mengecil di Jakarta. Mall? Welleh! Belum apa-apa ada tulisan pelajar berseragam dilarang masuk. Play Station dan warnet bisa jadi jalan keluar. Tapi Papa dan Mama juga curiga pada tempat itu, seolah-olah lebih mengerikan dari hantu.

Toyota kijang mereka sudah lama berlalu. Papa dan Mama berangkat pagi sekali. Bik Yayuk mencuci pakaian keduanya yang bertumpuk. Apa yang saya lakukan? Ya bermain dengan Flora dan Faunita. Mereka berdua disimpan di peti besar di kamar loteng. Saya mengambil kunci di buffet yang saya tahu kunci kamar loteng. Tetapi hari ini kok ada kunci lain? Saya mengambil kedua kunci. Yang pertama untuk membuka pintu kamar loteng dan yang kedua?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun