Para pelajar mempunyai kebiasaan bersepeda ke sekolah mau pun sekadar hang out. Para pemilik sepeda jenis tertentu seperti sepeda kumbang wajib punya peneng tanda membayar pajak. Maklumat yang dikeluarkan pemerintah daerah Swatantra II Kota Bandung pada 1 Juli 1958 oleh Wakil Ketuanya R. Aut Kartadiredja, menyebutkan pajak yang dibayar pemilik sepeda per satu semester Rp3.  Â
 Menurut cerita Bambang Kuntadi kebiasaan  bersepeda ini menular dari warga Belanda yang tinggal di Bandung kepada para pelajar.  Bambang sendiri mengaku waktu itu menggunakan sepeda sebagai transportasi dari rumah Jalan Bungsu ke sekolahnya di SR Santo Alesius di Sultan Agung.  Rata-rata pelajar yang menggunakan sepeda datang dari kalangan orang berada atau setidaknya orangtuanya punya uang.
Tour de Java Pertama 17-30 Agustus 1958
Kebiasaan bersepeda ini memberikan anugrah yang lain bagi warga Bandung, bahkan untuk Republik Indonesia.  Setiap even balap sepeda mendapat sambutan meriah dari warga Bandung. Di antaranya yang paling monumental ialah  pada peringatan hari kemerdekaan RI 17 Agustus 1958 ketika Harian Pikiran Rakjat memprakasai kejuaraan balap sepeda Tour De Java untuk pertama kalinya hingga akhir Agustus 1958, yang kelak menjadi salah satu kegiatan utama dari ISSI (Ikatan Sepeda Seluruh Indonesia).Â
Tour De Java terinspirasi dari kejuaraan sepeda Tour de France. Salah satu penggagasnya menurut cerita Bambang Kuntadi adalah seorang Jurnalis Prancis yang dekat dengan wartawan Pikiran Rakjat.
Kejuaraa ini berlangsung 11 etape dari Bandung –Surabaya-Bandung, melalui jalur utara dan kembali ke Bandung melalui jalur selatan dengan dukungan dari militer. Pesertanya sekitar 70 pembalap menempuh 1262 km. Mereka berusia antara 15-30 tahun.  Di etape terakhir yaitu Garut-Bandung sekitar 63 km hanya diikuti 20 peserta. Para peserta menurut pemberitaan koran waktu itu menunjukkan sikap kekeluargaan. Harry Van Kempen di salah satu etape misalnya rela meminjamkan sepedanya kepada peserta lain yang sepedanya rusak. Â
[caption caption="Perangko Peringatan Tour De Java 1958 (kredit foto www.yudhe.com)"]
Munaip Saleh waktu itu usia 22 tahun sudah dominan sejak etape pertama Bandung-Cirebon (start dari jalan Asia-Afrika depan kantor Pikiran Rakjat, sekitar pukul 7.30), ia masuk finish dengan catatan waktu 4 jam, 27 menit, 3,9 detik. Pada etape kedua Cirebon-Pemalang sejauh 102 km, ia mencatat waktu 3 jam, 21 menit, 20 detik. Pesaingnya adalah Hamsin Rusli dari Jakarta yang sempat mengalahkannya di etape ke 7 Solo-Purworejo.  Pada waktu itu pemegang kaos merah (bawahannya putih) pertanda dia pemimpin turnamen.
Namun yang menarik bagi saya ialah Kejuaraan ISSI –Tour de Java 1958 ini memunculkan nama seorang pelajar yang waktu itu masih berusia 17 tahun bernama Aming Priatna. Kelak sejarah mencatat bahwa Aming Pritana, bersama Hendrik Brocks, juga Hamsin Rusli menjadi andalan Indonesia di Asian Games ke IV di Jakarta pada 1962. Sementara Munaip Saleh adalah atlet Indonesia yang berlaga di Olimpiade Roma pada 1960.
Tour De Java sendiri dimenangkan oleh Munaip Saleh dengan waktu total 46 jam, 51 menit, 0.4 detik dan dia berhak atas hadiah sebuah sepeda sport buatan luar negeri yang waktu itu mahal. Sementara posisi kedua ditempati Hamsin Rusli dari Jakarta dengan catatan waktu 46 jam, 51 menit, 39,1 detik, serta Theo Pellupesy dari Bandung di tempat ketiga dengan waktu 46 jam, 51 menit 39,3 detik. Bila ditelaah waktunya hanya terpaut menit dan detik.  Dua nama lagi dari Bandung Aming Priatna menempati posisi keenam dan Ronny Noma di posisi ke delapan.
Medan Kota Bandung dan sekitarnya rupanya menempa mereka yang hobi bersepeda menjadi andal. Itu sebabnya andalan Indonesia banyak dilahirkan dari binaan  Jawa Barat. Menurut cerita Bambang Kuntadi salah satu motornya adalah PB Sangkuriang. Namanya perkumpulannya Super jet berdiri pada 1950 dan awalnya berisi orang-orang Belanda, namun kemudian diikuti orang Indonesia dan Tionghoa kelak menciptakan komunitas sendiri. Â