[caption caption="Karnah dalam pemberitaan Majalah Aneka pada 1959"][/caption]
Sudah lewat pukul 12 siang, Letnan Kolonel Rivai masih sabar menunggu di dalam Cabriolet Deluxe miliknya yang siap sedia di dekat Stasiun Kereta Api Bandung. Hari itu 4 Juli 1958, Perwira Menengah Siliwangi itu tidak sedang dalam tugas militer menjaga keamanan kota di masa pemberontak Darul Islam masih berkecamuk. Dia menanti idolanya Karnah Sukarta, atlet Lempar Lembing Putri asal Ciamis yang baru saja mendapatkan medali perunggu di Asian Games ke III di Tokyo.
Misi “penculikan”-nya berhasil Karnah berhasil dibawa dalam mobilnya ke Balaikota Bandung untuk sebuah upacara penyambutan. Rivai melemparkan senyum kemenangannya kepada panitya kerja, seolah-olah hendak berkata : 1-0 euy! Tidak tanggung-tanggung Letkol Rivai bersedia menjadi supir Karnah. Di dalam mobilnya ada perwira menengah lainnya Mayor Tatang Aruman.
Seharusnya kereta api rombongan atlet Asian Games asal Jawa Barat dari kota Jakarta tiba jam 11.57 namun baru tiba di Stasiun Bandung 12.35. Rombongan lainnya terdapat nama coach Renang MF Siregar, Atlet polo air, Roedy Oen, Coach Atletik, Letnan Abdul Askar Djundjunan dengan total 18 orang. Mobil rombongan bergerak perlahan karena jalan yang dilalui menuju Balai Kota penuh sesak dengan warga Kota Bandung yang ingin menyaksikan kedatangan para pahlawan olahraga seperti yang terjadi pada kedatangan Tan Joe Hok beberapa waktu sebelumnya. Penyambutan sepanjang meriah dengan adanya hujan kertas dari toko-toko dan rumah-rumah yang bertingkat sepanjang jalan, serta sorak-sorai warga kota. Seorang pemilik toko besar di Bandung melepas 1000 balon, di antaranya terdapat 10 balon berisi kertas dengan tanda tangan yang bisa ditukarkan hadiah.
Begitu tiba di balaikota sambutan singkat disampaikan Panitya Kerja Tatang Prawira Sastra, serta lagu-lagu dari Korps musik tentara. Karnah tidak dapat menahan air matanya dan menyenderkan badannya kepada atlet tenis Tuti Pandji yang ikut dalam rombongan. Hadir juga dalam upacara penyambutan Raja Bulutangkis Tan Joe Hok.
Ke Kampung Halaman di Ciamis
Hari itu juga Karnah mengunjungi kampung halamannya di Ciamis. Sejak dari Tarogong, Garut sorenya rombongan Karnah dikawal sejumlah panzer wagen dari RI 10 (kesatuan militer masa itu), serta sejumlah sepeda motor dari Ikatan Motor Priangan Tasikmalaya. Dari Singaparna rombongan ganti dikawal panzer wagen dari RI 11 hingga tiba di Pendopo Tasikmalaya pukul 16.30. Karnah disambut ratusan pelajar, sejumlah pejabat sipil dan militer, serta mendapatkan bingkisan dan tanda mata dari masyarakat Tasikmalaya. Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan dan tiba di Ciamis pukul 19.30 di bawah hujan lebat. Yang ikut menyambut adalah Bupati Ciamis, Kepala Pendidikan Jasmani Kabupaten Ciamis, Kepala Pendidikan ciamis, Guru Olahraga SGB Negeri II CIamis, berapa ormas pemuda setempat (Galuh Taruna). Warga Ciamis begitu bangga pada pahlawan olahraga Indonesia dari daerahnya.
Dalam ajang Asian Games ke III yang berlangsung pada 24 Mei hingga 1 Juni 1958 di Tokyo, Karnah mendapatkan medali perunggu nomor lempar lembing di bawah peraih emas Yoriko Shida (Jepang) dan perak oleh atlet India Elizabeth Davenport. Indonesia meraih lima medali perunggu, selain Karnah peraih perunggu lainnya, dua di nomor renang Habib Nasution dan Ria Tobing, satu polo air dan sepakbola. Sebagai catatan prestasi sepakbola Indonesia di Tokyo tertinggi sepanjang keikutsertaan di Asian Games.Karnah lahir pada 1 Februari 1940 di Rancah, Ciamis mendapatkan pendidikan formalnya pada usia 9 tahun di Sekolah Rakyat Pangambiran, Cisaga. Dia kemungkin melanjutkan sekolahnya di sekolah guru SGB. Sejak kecil Karnah menunjukkan bakat olahraganya mulai dari bola keranjang, kasti hingga panca lomba (Atletik). Karnah mendapatkan prestasi pada 1956 dalam kejuaraan di Garut, Jawa Barat dan Pon ke iV di Makassar memperkuat tim Jawa Barat. memborong gelar di nomor panca lomba yang mencakup, lari 100 meter, lompat jauh, lompat tinggi, lempar lembing, dan lempar cakram di PON IV. Dia pun kemudian mendapatkan kesempatan untuk ikut seleksi Asian Games.
Berubah Drastis
Prestasinya menarik perhatian seorang pengusaha batik asal Bandung bernama Sukarna Saputra mengangkatnya sebagai anak asuh. Karnah kemudian diboyong ke Bandung untuk melanjutkan sekolah di SGPD (Sekolah Guru Pendidikan jasmani). Nama Karnah pun diganti mirip dengan bapak asuhnya menjadi Sukarnah. Sebetulnya biaya pendidikannnya di SGPD ditanggung oleh PPK Jawa Barat, namun ketika Karnah sudah terlanjur kuliah janji itu tidak terlaksana,hingga akhirnya Sukarna yang membiayai pendidikannya. Uang pertama diterima dari Sukarna sebesar Rp1.650 yang digunakannya untukbiaya kuliah dan pemondokan. Karnah juga pernah dibantu Ibu Djuanda sebesar Rp1000 untuk membeli bajunya yang sudah banyak yang using dan tak layak dipakai pelajar. Pihak lain yang membantunya Nangkah Hadinoto, seorang pegawai Kedutaan Jerman sebesar Rp500. Semua bantuan itu diterima pada 1959. Namun bantuan keuangan ini menimbulkan permasalahan, Karnah mendapatkan hukuman skorsing dari perkumpulan atletiknya GABA Bandung, karena statusnya sebagai atlet amatir.
Asian Games ke 3 1958 memang prestasi puncak Karnah. Selanjutnya dia melanjutkan kuliah di Fakultas Sosial IKIP Bandung pada 1962. Di IKIP, dia terpilih sebagai ketua bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Dewan Mahasiswa (Dema). Sikapnya yang mengidolakan Soekarno mendorongnya menjadi orator yang cukup ulung. Karena itu, dia diposisikan sebagai Humas. Sayang ketika Bung Karno jatuh, maka ia terkena getah dituduh antek PKI. Rumahnya di Bandung dibakar massa. Karnah pun bercerai dengan suaminya. Dia sempat ditahan dan kemudian bebas pada 1966. Karnah kemudian sempat mengajar di SMA Negeri 3 Bandung. Peristiwa Malari 1974 membuatnya kembali meringkuk di jeruji besi.