Hingga perebutan Piala Thomas 1958 itu Joe Hok ketika itu hanya sempat mengenyam pendidikan di Kelas II SMA Tionghoa dengan tambahan belajar Bahasa Inggris.  Joe Hok   memulai memukul kok pada 1953. Beberapa tahun kemudian pada 1956, ia  ikut kejuaraan bulutangkis di Bandung  dan menjadi juara. Dengan postur 165 cm dan berat 63 kg.  Joe Hok cukup ideal untuk pemain badminton Asia waktu itu.
Setelah menjadi pahlawan Piala Thomas, Joe Hok menjadi idola warga Bandung. Ketika dia sedang berjalan-jalan di luar hendak duduk pun ada yang ingin menemani, bahkan meyerobot tempat duduk di sebelahnya. Joe Hok kerap menerima telepon hingga jam 2 dini hari. Jangan tanya berapa ribu tanda tangan yang sudah ia bubuhkan terutama pada penggemarnya di kalangan para gadis. Ajakan jalan, berdansa, hingga minum cocktail pada dirinya bukan hal aneh.Â
Gudeg dan Gado-gado Sumbangan Warga Indonesia di Singapura
Tim Thomas dari Indonesia pada awalnya dianggap anak bawang. Mereka terdiri dari delapan pemain, yaitu Ferry Sonneville (Jakarta), Tan Yoe Hok (Bandung), Eddy Jusuf (Jakarta), Lie Po Djian (Purwokerto), Tio Tjoe Djen (Surabaya), Tan King Gwan (Jakarta), Njo Kim Bie (Surabaya), Tan Thiam Beng (Jakarta), serta tiga official dan hanya 19 supporter. Di antara mereka hanya Ferry Sonneville yang diperhitungkan lawan. Persoalan lain Indonesia belum menentukan susunan pemain. Mereka berangkat ke Singapura dengan pesawat GIA.
Lawan pertama Indonesia pada Minggu 8 Juni 1958 di gedung Badminton Singapura adalah Denmark yang waktu itu diperkuat oleh Juara All England Erland Kops, serta pemain kelas dunia lainnya Finn Kobbero. Di depan 10 ribu pasang mata Ferry Sonneville tumbang di tangan tunggal kedua Denmark,  Fin dengan dua set langsung 13-18 dan 7-15. Namun di tunggal kedua Tan Joe Hok menggulingkan Erland Kops dengan skor telak 15-8 dan 15-5. Padahal Tan Joe Hok sempat dijuluki cacing oleh pengamat setempat.Â
Tan Joe Hok juga menggulingkan Finn dengan rubber set 1-15, 15-12 dan 15-10. Kalah di set pertama dengan telak ternyata tidak mematahkan semangat Tan Joe Hok. Di bagian ganda Joe Hok berpasangan dengan Lie Po Djian juga mampu menaklukan Niesel/Metl yang pada waktu itu adalah jago All England melalui pertarungan sengit 18-14, 13-15 dan 15-2. Ganda indonesia lainnya Njo Kiem Bie/Tan King Gwan juga menaklukan gandaDenmark Kobbero/Hansel 5-15, 15-11 dan 18-14.  Secara keseluruhan Denmark takluk dengan skor 6-3.
Penampilan konstan Joe Hok juga ditunjukkan ketika Indonesia berhadapan dengan Thailand. Joe Hok membuka pertandingan dengan mengalahkan Charoen Wathanasin 15-10 15-6, Ferry Souneville menundakan Thanee  Khabadjai  15-5 dan 15-7. Di nomor ganda Tan joe Hok/Lie Po Djian mendpaat perlawanan dari ganda Thailand Charoen /Pride  dan menang 7-15, 15-9 dan 15-10. Di ganda Indonesia lainnya Njo Kiem Bie/Tan King Gwan menang atas Kamol Sumisunish/Sunthern dengan  skor 15-12, 8-15 dan 15-5.  Indonesia unggul 4-0 di hari pertama dan 4-1 di hari kedua. Thailand remuk dengan skor 8-1 pada pertandingan 10 dan 12 Juni di Bandminton Hall Singapura. Â
Pada pertandingan puncak Indonesia berhadapan dengan Malaya pada 14 dan 15 Juni 1958. Pada malam pertama Ferry Sonneville mengalahkan Eddy Chong dengan skor 15-12 15-4. Sementara Joe Hok di tunggal kedua mampu menaklukan The Kwe San dengan skor 18-14 15-3. Ganda pertama Indonesia Njo Kim Bie/Tan King Gwan juga mengalahkan Ganda Malaysia Johhny leah/Lim Say Hup dengan rubber set 7-15, 15-5, 18-15. Sayang ganda kedua Ferry Sonneville/Joe Hok dikalahkan Oei Tek Chong/Eddy Chong 15-18,5-15. Skor 3-1 untuk Indonesia.
Pada hari kedua    Joe Hok tampil mengejutkan para pendukung Malaya dengan mengalahkan jagonya Eddy Chong dengan skor 15-11, 15-6. Anak bawang pun menjadi bintang. Ferry Sonneveville kemudian memastikan Piala Thomas di tangan Indonesia setelah mematahkan perlawanan The Kew San 13-15, 15-13, dan 18-16.   Pada tunggal ketiga Eddy Jusuf mengalah Abdullah Piruz 6-15, 15-10 dan 15-8 skor 6-1. Nomor ganda tampaknya dilepas oleh Indonesia hingga skor menjadi 6-3 dan Piala Thomas di tangan Indonesia.
Selama di Singapura anggota regu Thomas Cup Indonesia mendapat sumbangan dari masyarakat Indonesia, berupa makanan, lengkap dengan lauk-pauknya, ada juga yang memberikan gudeg dan gado-gado. Bantuan ini berarti karena begitu minimnya dana yang tim piala Thomas Indonesia.  Joe Hok kepada Majalah Merdeka edisi 28 Juni 1958 bercerita bahwa para pemain Indonesia mencuci sendiri pakaian mereka. Di Singapura ongkos mencuci mencapai satu dollar, yang sama dengan harga pakaian baru.  Karena terbatasnya uang, Joe Hok mengaku tidak punya kegiatan lain di luar latihan.
Saya sendiri tidak betah ke luar kamar hotel, sehari-hari terus menerus di kamar djika tidak berlatih, bertjakap-tjakap dengan Ferry soal badminton. Tidur pun dengan raket dan kok.