Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Review “Toilet Blues”: Antara Cinta pada Manusia dan Cinta pada Tuhan

6 Juli 2014   03:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:19 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


JudulFilm:Toilet Blues

Sutradara:Dirmawan Hatta

Bintang:Tim Matindas, Shirley Anggraini, Tio Pakusadewo,

Rated:***

Kalau di gereja gue nggak bisa ngomong jujur, tetapi sama elo, gue bisa..”

Dialog antara Anjani (Shirley Anggraini) dan Anggalih (Tim Matindas) dalam salah satu adegan Toilet Blues begitu getir.Seorang remaja yang broken home memberontak terhadap ayahnya yang disebutnya “maha kuasa” dengan cara lari bersama laki-laki yang disukainya sejak masa kanak-kanak. Jadilah film arahan DirmawanHatta sebagai road movie yang menarik bukan saja tentang cinta antar manusia, tetapi juga tentang hubungan manusia dengan Tuhan.

Pemberontakan Anjaniterasa begitu kentaldalam dialognya dengan Anggalih.Pemuda itu memutuskan masuk sekolah seminari untuk menjadi pastur agar bisa membahagiakan ayahnya. Sang Ayah diceritakan seorang tokoh yang merasa bersalah pernah menculik aktifis mahasiswa. Anggalih ingin menjadi pastur agar bisa bisa menyerahkan diri pada Tuhan dan berupaya menolong jiwa-jiwa yang malang.

Anjani menjadi cemburu. “Kenapa sih bukan gue menjadi satu-satunya yang elo selamatin.”Dialog kunci lagi.Gadis itu terus menantang Anggalih untuk menjadi pacarnya. “Biar elo bisa cium gue, biar elo bisa pegang-pegang gue..” atau “ Ayo rebut gue Lih, hamili gue Lih..”Tetapi Anggalih terus berupaya menghindar hingga suatu ketika ditampar oleh Anjani dan sesuai imannya, Anggalih memberikan pipinya satu lagi dan Anjani menampar. Cool! Tetapi akhirnya Anggalih luluh memberikan sebagian hatinya pada Anjani walau tidak terlalu jauh.

Dialog di adegan lain betapa terbukanyaAnjani pada pemuda itu. “Gue kepergok dengan tiga cowok di tawamangu. Ayah gue nyuruh gue pulang. Kancing baju gue terbuka tiga. Lalu elo mau bilang gue apa? Perek? Pecun? Bispak?”

Suatu ketika ayahnya Anjani mengirim seorang pria bernama Ruben (Tio Pakusadewo) untuk membawanya kembali. Anjani akhirnya berpisah di suatu kawasan berkabut sangat menyentuh. Anggalih kemudian terdampar di sebuah losmen murah di mana ia bertemu seorang pelacur yang hendak dia selamatkan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, Anggalih benar-benar runtuh.Sementara Anjani juga mengalami petualangan dengan pria yang sebaya ayahnya. Getir. Kesemuanya mengarah ke satu pertanyaan apakah Anjani dan Anggalih bersatu? Endingnya juga tak biasa.

Toliet Blues juga bisa digolongkan sebagai art house movie penuh dengan simbol-simbol.Banyak adegan tanpa dialog hanya gambar close upkedua remaja ini, adegan sensualitas yangmanis menandakanbetapa apiknya cara bertutur sang sutradara.Misalnyaketika Anggalih membasuh kakiAnjani.Saya juga takjubdalam film ini beberapa kali organ tipunya, Anjanimemainkan lagu lawas “Doa dan Restumu” (aslinya diciptakan Joel Chaidir dan dipopulerkan oleh Tuty Subardjo sekitar 1960-an) terasa mengggigit. Begitu juga dengan berapa kalisetting toilet umum ditampilkan, menartik dan mungkin dijadikan alasan mengapa disebut Toilet Blues.

Film inimengambil latar di Dieng. dan Purworejo, Jawa Tengah ini kental dengan budaya Jawa.
Bahkan pada beberapa adegan Toilet Blues diselipkan nuansa Jawa.Adegan naik mereta api kelas ekonomi, jalan menembus hutan, hingga berhujan-hujan merupakan adegan road movie yang baik. Cara bertutur ini mengingatkan saya pada beberapa film Garin Nugroho.Toilet Blues tampaknya juga terilhami oleh puisinya Rendra yang berjudul Nyanyian Angsa dan mungkin beberapa film Amerika.

Bagi saya Toilet Blues patut dipresiasi . Film inimengikutiBusan International Film Festival 2013 dan masuk di kompetisi New Currents, serta Goteborg International Film Festival, Amsterdam CinemAsia Film Festival, Mumbai International Film Festival, Deauville Asian Film Festival, Cambodia Film Festival, Festival Kaleidoscope International Film Festival, Jogja NETPAC Film Festival dan JIFFest.Tiga bintang dari saya untuk Toilet Blues.

Irvan Sjafari

Kredit foto:

https://beta.smplmchn.com/media/films/stills/44b8c32ee21c79c22ca9886efeb9754de9510a7a.jpg


Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun