yang dilakukan media pun tak lebih sekadar melegitimasi tindakan negara adikuasa tersebut sehingga masyarakat dunia terkhusus anti islam atau islamhopobia turut membenarkan tindakan amerika hingga warga sipil irak pun turut menjadi korban atas tindakan negeri berjuluk paman sam.
Bukan berarti tak ada media yang mencoba membeberkan fakta atas tindakan amerika tersebut namun upaya jelas lebih gigih karena mencoba melawan pemberitaan media dengan kapital besar
Sebut saja new York times yang muncul ke permukaan tak lebih dari sekadar humas penguasa atas tindakan invasi tersebut.jika berkenan meluangkan waktu para pembaca bisa menonton film jurnalisme ( shock and awe ) yang diangkat dari kisah upaya media kecil ;wartawan ( pamor dan kapital ) melawan kebohongan elite penguasa dan kebohongan media.
Film shock and awe mencoba menggambarkan kembali bahwa ada dosa jurnalistik terhadap kematian warga sipil di irak. Kenapa dosa jurnalistik, karena berita yang beredar di ruang-ruang publik adalah hasil dari konstruksi kebenaran ( berita ) atas kepentingan tertentu yang kemudian menggiring opini publik lalu mensahkan segala tindakan atas dasar keamanan walaupun nyawa warga sipil terenggut.
Tak salah jika kemudian judul buku cak rusdi yang terpampang jelas pada cover ialah '' jurnalisme bukan monopoli wartawan'' .
pesan tersirat pada judul- penulis mencoba mempersepsikan bahwa ada upaya melibatkan publik dalam proses pemahaman jurnalisme sehingga publik tak hanya menjadi objek pasif ( pembaca ) namun juga faham bagaimana jurnlalisme bekerja. Sehingga setiap berita yang ditampilkan tak langsung dikunyah mentah-mentah.
Belakangan pun kemudian muncul gebrakan baru ranah jurnalisme-jurnalisme warga-setiap warga bisa berperan sebagai jurnalis dalam memberitakan kejadian yang ada disekelilingnya pun menjadi upaya pengenalan sekaligus pembelajaran kerja jurnalisme.
Mahasiswa jurnalistik menjadi harapan laku wartawan ideal atas media yang sekadar menjadi ''humas'' penguasa. Saya yakin mengapa jurusan jurnalistik dibentuk ialah melahirkan wartawan handal dan berdaya saing mampu mengonsep masa depan media pun tak kehilangan ghoirah kritis pun skeptis atas setiap kebijakan pemerintah pusat pun daerah-jelas ini pemikiran penulis yang sekiranya tak jauh berbeda dari visi misi jurusan jurnalistik.
Saya melihat banyak dari mahasiswa jurnalistik yang nyambi jadi wartawan di berbagai media lokal dan nasional, menjadi tumpuan masyarakat atas penyuguhan berita yang berkualitas- sama seperti cak rusdi atau melebihi kecerdasan dan kemampuan menulis dan terjaga harga dirinya sebagai JURNALIS.
Tak hanya cak rusdi banyak dari wartawan kondang yang kerap menghiasi layer kaca seperti najwa shihab yang membuka cakrawala berfikir kritis atas berbagai konflik yang terjadi dan yang terakhir pada kasus kematian supporter sepak bola, najwa mencoba membangun narasi '' jurnalisme damai'' atas tragedi sepak bola di indonesia
karni ilyas yang menjadi bapak dari lahirnya wartawan hebat lainnya, goenawan mohammad dengan majalah tempo besutannya pun tirto adhi soerjo perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional yang gigih menentang kolonialisme.