Mohon tunggu...
Juragan Sego Tiwul
Juragan Sego Tiwul Mohon Tunggu... wiraswasta -

Open Minded, PD aja meski pendidikan pas2an, pernah kerja di KBRI (Kuli Bangunan Republik Indonesia) Kuala Lumpur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pilih "Petruk Dadi Ratu" atau" Cakil Jadi Presiden"?

17 April 2014   10:22 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sumber gambar : http://maharaniart.blogspot.com/2009_11_01_archive.html

Dalam pergelaran wayang lakon "Petruk Dadi Ratu" sangat digemari. Kenapa lakon ini menarik karena ceritanya memuaskan "hasrat terpendam" penonton yang bosan menjadi orang biasa dan ingin tahu rasanya jadi bangsawan.  Dengan prosesnya yang unik  Petruk yang merupakan  simbol dari rakyat jelata akhirnya benar-benar menjadi raja.

Cerita diawali dengan keinginan Dewi Mustakaweni dari negeri Manimantika yang ingin membalas dendam kepada Pandawa yang telah menewaskan keluarganya. Dengan bantuan seorang pendeta raksasa maka Dewi Mustakaweni berubah menyerupai Gatotkaca. Lalu pergilah Gatotkaca palsu ini ke Amarta negerinya para Pandawa. Di sana Dewi Mustakaweni berhasil mengelabuhi Dewi Drupadi istri dari Puntadewa dan berhasil mencuri Jamus/Jimat Kalimasada pusaka para Pandawa. Maka setelah itu Dewi Mustakaweni menjadi sakti mandraguna.

Kabar dicurinya Jimat Kalimasada segera menyebar dan terdengar oleh Bambang Priyambada anak Arjuna. Maka segeralah Bambang Priyambada di dampingi Petruk mencari Dewi Mustakaweni. Setelah keduanya bertemu Dewi Mustakaweni bisa dikalahkan Bambang Priyambada. Anehnya setelah mengalahkan Dewi Mustakaweni Bambang Priyambada justru menikahinya. Mungkin cara mengalahkannya Bambang Priyambada tidak menggunakan senjata tajam tetapi menggunakan senjata tumpul, siapa tau? Jimat Kalimasada kemudian dititipkan kepada Petruk.

Nah disinilah di mulai cerita petualangan Petruk. Setelah memegang Jimat Kalimasada Petruk menjadi sakti mandraguna. Di pihak lain Jimat ini juga diinginkan oleh banyak ksatria termasuk para raja-raja di nusantara pewayangan. Petruk semakin keranjingan setelah banyak negeri dikalahkan akhirnya mengangkat dirinya menjadi raja. Petruk mendapat gelar Prabu Welgeduwel Beh atau Prabu Tong Tong Sot atau Prabu Kantong Bolong. Ketika pelantikannya semua ra-raja hadir kecuali Prabu Kresna dari kerajaan Dwarawati. Prabu Kresna masih ogah-ogahan untuk menyerah pada Prabu Wel geduwel Beh dan meminta bantuan kepada Semar. Semar mengutus Gareng dan Bagong untuk melawan Prabu Welgeduwel Beh. Terjadilah pertempuran yang sengit tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang. Keringat dan darah bercucuran yang mengakibatkan deodorant yang dipakai luntur. Maka kemudian Gareng dan Bagong segera mengenali siapa yang sebenarnya mereka lawan adalah Petruk dari bau keringatnya.

Nah disinilah tidak asiknya ending dari lakon “Petruk Dadi Ratu”. Setelah semua tau bahwa Prabu Wel Geduwel Beh ini adalah Petruk maka Semar sebagai sesepuh turun tangan. Semar lalu memberi nasihat panjang lebar kepada Petruk agar tidak mengingkari kodratnya sebagai rakyat jelata. Manusia tidak punya wewenang untuk memilih menjadi bangsawan atau menjadi orang biasa. Semua sudah digariskan oleh yang maha kuasa, manusia tidak boleh membantahnya. Semar bertanya kepada Petruk “Apakah kamu menyesal menjadi rakyat jelata”. Petruk hanya diam tidak menjawab iya ataupun tidak.

Petruk akhirnya menyesali “kesalahannya” dan menjalani hari-harinya seperti biasa. Sambil “uro-uro” diayunkan kapaknya untuk membelah kayu bakar.

Di kala sepi pikirannya menerawang mencoba mengingat kembali apa yang telah dia lakukan. Baginya hanya yang kuasa yang bisa merasakan apa yang dia rasakan. Entah sedih entah gembira.

Lakon “Petruk Dadi Ratu” memang dicipta ratusan tahun yang lalu ketika sistem demokrasi belum ditemukan. Pola pikir masyarakat pada waktu itu memang syarat dengan nuansa feodal. Rakyat jelata tidak boleh bercita-cita tinggi karena akan dianggap tabu. Termasuk cerita “Petruk Dadi Ratu” biasanya dianggap sebagai khayalan yang tidak boleh terjadi.

Di alam demokrasi semuanya boleh terjadi, seorang pemimpin boleh berasal dari kalangan mana saja asalkan rakyat menghendaki. Maka lakon apapun boleh dimainkan. Mau “Petruk Dadi Ratu” atau “Bagong Dadi Rojo” atau “Cakil Dadi Presiden” pun boleh terserah rakyat suka yang mana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun