[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Ilustrasi: cambuk menanti pelaku perzinahan"][/caption] Mengerikan! Benar-benar mengerikan membaca berita Kompas.com pagi ini yang melansir berita dari AFP. Seorang perempuan diberitakan divonis hukuman gantung oleh pengadilan di Sudan karena meninggalkan agamanya, akibat menikan dengan pria Kristen. Tak cukup vonis hukuman gantung, perempuan itu juga dijatuhi hukumam cambuk karena pernikahannya dianggap tidak sah, sehingga hubungan suami istrinya menjadi perzinahan. Rasanya tak habis pikir, kok ada pengadilan sekeji itu menjatuhkan hukuman? Pertanyaan itu wajar bagi yang awam dengan hukum di Sudan. Tetapi, bagaimana pun putusan itu adalah putusan pengadilan. Hukuman yang dibuat oleh para hakim berdasarkan hukum yang berlaku. Hakim adalah satu-satunya institusi yang diberi kewenangan mewakili Sang Pencipta dalam menilai perbuatan manusia di Bumi. Dengan demikian, betapa bodohnya perempuan itu rela mengorbankan dirinya hanya untuk menikahi seorang pria? Mungkinkah vonis mengerikan itu dijatuhkan oleh pengadilan di Indonesia? Berrbicara kemungkinan, semua mungkin. Mungkin tak mungkin. Daripada berkalkulasi kemungkinan, sebaiknya pemerintah dan DPR mengambil langkah-langkah untuk mencegah vonis pengadilan seperti putusan Pengadilan Sudan. Berdasarkan UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, "perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin" Begitulah bunyi (Pasal 8 huruf f UU itu. Apakah ada agama di Indonesia yang melarang kawin beda agama? Agama mayoritas di Indonesia dan Sudan sama. UU No. 1/1974 yang mengatur perkawinan juga melarang pernikahan beda agama bila agamanya melarang. Sehingga bagi yang melanggar, jelas bisa didakwa telah melakukan perzinahan. Jadi, syarat cukup untuk menjadi berita utama seperti yang terjadi di Sudan sudah terpenuhi. Oleh karena itu, untuk mencegah vonis mengerikan seperti yang dijatuhkan kepada seorang perempuan di Sudan terjadi di Indonesia, perlu dibuat UU Larangan Pindah Agama. Undang-undang seperti ini terdengar lebay, tetapi tetap lebih baik daripada terjadinya pernikahan tidak sah yang mengakibatkan perzinahan. Mungkin undang-undang seperti ini mudah ditaklukkan di Mahkamah Konstitusi karena konstitusi kita membebaskan setiap warga negara memeluk agama dan kepercayaan sesuai dengan keyakinannya. Tetapi konstitusi kita terkesan salah tingkah atau tak percaya diri bila berhadapan dengan masalah keyakinan. Terbukti UU Perkawinan yang melarang pernikahan beda agama tetap kokoh berdiri tegar selama 40 tahun. Pencegahan selalu lebih baik daaripada pengobatan. Mudah-mudahan pemerintahan dan parlemen yang baru nanti dapat memprioritaskan pembuatan UU larangan pindah jalur keyakinan ini untuk kemaslahatan bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI