Sudah sepuluh kali aku mengikuti sidang di pengadilan negri menggala lampung,baik saya sebagai terdakwa maupun saya mengikuti jalannya sidang kasus yang sama terhadap tiga kawan saya.
Ada yang aneh menurut pandangan saya,dan begitupun menurut penesehat hukum kami,yakni dimana letak netralitas majlis hakim.
Pertanyaan ini sebenarnya selama ini tidak saya utarakan,karena saya berfikir jangan jangan perasaan itu hanya dilandasi perasaan saya sebagai terdakwa,saya takut saya tidak objektif menilai suatu perkara yang menyangkut diri saya pribadi.
Beberapa kali saya berselancar didunia maya minta bantuan om google,menelusuri jejak dan tugas para hakim,tapi belum dapat menjawab apa yang saya tanyakan.
Para penasehat hukum saya pernah mengeluhkan sikap hakim dalam persidangan,bahkan meminta persetujuan saya untuk menyampaikan fakta persidangan dengan komisi yudisial,tapi saya bilang apa urgensinya bagi kasus saya dan kawan kawan?,justru di khawatirkan majlis hakim tidak berlapang dada,akhirnya saya dijatuhi hukuman dengan pasal jengkel.
Fakta dalam persidangan dari awal majlis hakim sudah mengadali para terdakwa dengan segala pertanyaan yang memojokkan dan telah menghakimi bahwa para terdakwa adalah orang yang salah,lucunya justru para jaksa tidak atau sedikit sekali melakukan pendalaman dan pembuktian bahwa si terdakwa benar benar salah,mungkin para jaksa berfikir,ngapa harus repot repot kalau hakim sudah menganggap salah si terdakwa.
Yang saya tahu pengadilan bukan tempat menghukum siapa yang salah,tetapi tempat mencari keadilan.
Tapi saya ragu,tapi saya sudah tahu sedari awal peroses hukum ini tidak akan pernah berpihak kepada rakyat jelata dan miskin,hukum di negri ini hanya milik penguasa dan milik orang yang berduit tebal dan saya sedang dalam proses pembuktian keraguan ini.
Salam.juragan 30032011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H