Mohon tunggu...
Jun Young
Jun Young Mohon Tunggu... -

Aku sadar menulis bukanlah perkara mudah. Butuh ketekunan, belajar keras serta latihan yang banyak. Tapi semua itu didasari pada satu tujuan, yaitu menciptakan sebuah karya. Bukan sekadar karya, namun hidup di dalam setiap makna dan memberikan semuanya ke dalam karya itu. Apapun akan terasa menyenangkan jika kita mencintai pekerjaan itu.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Butler #7

7 Desember 2013   12:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:13 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Bagian 7

In-jooterbangun begitu cahaya hangat menembus pintu jendela kamar. Cahaya pagi dapat langsung menembus tirai yang terpasang pada jerjak pintu jendela lebar. Dia mengucek mata lalu berusaha bangkit, rasanya berat sekali meninggalkan kasur dan bantal ini. Tapi mau bagaimanapun, jam weker sudah menunjukpada pukul tujuhkurang, kalau dia tidak bergerak barang semenitpun dari posisinya sekarang dipastikan gadis itu bakal terlantar dijalanan akibat macet dan wanita itu akan mengutuki hari-harinya lagi. Kesimpulannya dia tetap harus bangun!

Satu jam kemudian gadis itu sudah berdiri di halte bis tepat di depan gang masuk menuju rumahnya. Sepeda butut kebanggaan In-joo terpaksa dipajang di halaman, berhubung sepeda itu membuat ulah dengan memutuskan tali remnya kemarin dan In-joo belum sempat merapasinya pagi ini. Namun, sepulang tugas hari ini In-joo berniat menggantinya dengan yang baru. Sepeda itu sudah terlalu tua untuk usianya, sama seperti pemberinya. Kakek Shin menghadiahkannya sepeda di ulang tahun keempat belas. Teman-temannya mengatakan ide itu terlalu kuno, yang lain mendapatkan walkman atau VCD sementara In-joo sepeda sport. Anehnya, In-joo merasa itu hadiah terhebat yang pernah dimiliki. Bahkan di usianya yang kini menginjak dua puluh empat, sepeda itu tetap setia menemani In-joo.

Dugaan In-joo benar, dia tiba di kantor pukul 10 lewat. Itu artinya dia terjebak macet selama dua jam lebih. In-joo melengos pasrah dan langsung memasuki lobi menuju saluran lift terdekat. Sialnya, satu-satunya saluran lift yang masih berfungsi dari tiga saluran lift disana sudah dipadati oleh pengunjung kantor dan tidak mungkin bagi In-joo menambah kapasitas penumpangnya lagi. Lagi-lagi In-joo harus pasrah dengan usahanya menaiki tangga darurat menuju lantai empat tempat ruangannya berada. In-joo berusaha mengatur nafas senormal mungkin dan memastikan tidak ada yang menyadari keterlambatannya pagi ini. Terutama wanita itu.

Dia tiba tepat di depan sebuah pintu sebelum kemudian seseorang menggaet lengannya dan menggeretnya ke arah berbeda.

“Aku mau dibawa kemana?”

“Diam dan ikut saja!” bentak Yu-rin sunbae galak. Ah, wanita ini?!

***

In-joo masih belum mengerti apa yang terjadi, kini berdiri termangu di depan sebuah pintu. Tepatnya pintu ruangan pimpinan mereka, PD Park.

Apalagi kali ini?

“Masuklah,” suara berat dari dalam memanggil. In-joo semakin gusar, wajah Yu-rin sunbae dari yang sangar berubah menakutkan.Wanita itu lalu mendorong In-joo masuk.

“Ah, In-joo masuklah.” Ujar PD Park padanya.

In-joo tidak menangkap ada tanda-tanda amarah di wajah PD Park. Dia menatap wajah Yu-rin sunbae bingung, wanita itu malah menunjukkan ekspresi tidak tahu-menahu dan semakin berkerut. Ada apa ini?

“Anda memanggil In-joo, saya kira dia membuat masalah baru lagi?” mulut In-joo hampir menganga mendengarnya, nada suara Yu-rin berubah drastis. Begitu lembut dan sangat sopan, berbeda dengan yang tadi. Siapa lagi ini?

Mereka tidak hanya bertiga. Tepatnya di sana ada seorang lagi sedang memperhatikan gerak-geriknya sejak tadi. Pria itu berparas lumayan kelihatannya sangat profesional, duduk di sofa di depan mereka sebelum kemudian mendekati Yu-rin dan In-joo.

“Jadi, anda yang bernama In-joo. Kenalkan, saya Jun Young.” Dia menyalami In-joo dengan penuh gaya.

In-joo bingung harus bereaksi apa, berusaha mengembalikan salam tersebut. “Saya Shin In-joo.” In-joo berbalik menatap PD Park mencoba meminta penjelasan.

Pria itu menyelesaikan sambutan hangatnya dan berbalik menoleh PD Park. “Hmm, saya kira kita bisa langsung saja.”

“Yah, tentu.” Ujar PD Park tersenyum lebar tanpa mempedulikan kebingung In-joo dan Yu-rin. Selanjutnya dia berkata, “Yu-rin, tolong siapkan minuman untuk kami di sini.”

Yu-rin melongo, “Di sini? Bertiga?”

“Apa aku masih harus menjelaskan?”

In-joo pastikan Yu-rin sunbae sudah melototinya sebelum dia langsung berlalu begitu saja.

“Baiklah, Tuan Young...”

“Jun, saja.” In-joo sedikit kaget nyatanya ada juga yang berani menyela ucapan PD Park seperti itu. Seandainya ini adalah perlombaan ‘mari kita menyela ucapan PD Park’ In-joo akan bertepuk tangan riuh untuk sang juara. Ah, sudah lupakan.

“Beliau ingin kau bermitra dengan pihak manajemen keartisan mereka.”

“Dengan saya?” kening In-joo berkerut samar. “Maaf, tapi sebelumnya saya belum pernah menangai klien selebritis. Saya hanya bertugas bagian jasa pengantar klien biasa. Saya belum pernah mengantar ar...”

“Saya katakan pada Tuan Park, saya membutuhkan agen terbaik tanpa catatan gagal. Dan mereka memperlihatkan profil Anda, Nona In-joo,” kali ini pria itu langsung menjelaskan.

“Yah, aku memperlihatkan profilmu. Menurut catatanku, kau selalu berhasil memperoleh point tertinggi dalam setiap misi. Lebih dari itu kau menghabiskan lebih banyak waktumu berada di lapangan. Semua klien kita memuji pretasimu.” PD Park menambahkan. “Dan memang benar, kau agen terbaik yang aku miliki.”

“Yah, saya pikir kemampuan Nona In-joo akan sangat membantu kami. Meski awalnya saya sedikit kaget begitu mengetahui Anda ternyata seorang wanita, tetapi setelah mendengar hasil presentase Tuan Park saya rasa itu bukan masalah sekarang,” Jun berkata dengan nada ringan. “Jadi saya rasa tidak ada masalah untuk membuat kontraknya sekaligus hari ini, bagaimana?”

“Tunggu!”

Mereka berdua spontan beralih menatap In-joo.

“Maaf,” gumamnya. In-joo belum sepenuhnya mampu mencerna semua penjabaran tadi. “Maafkan saya,” gumamnya lagi. Bersamaan dengan itu Yu-rin muncul ditengah mereka membawa apa yang diperintahkan oleh PD Park. Selesai dengan tugasnya, wanita itu keluar lagi dengan wajah memberengut.

“Apa ada yang salah?” tanya PD Park. Mendengar itu In-joo sadar akan posisinya sebagai bawahan yang baru saja menyela atasan.

“Tidak, hanya saja...hmm, menurutku ini terlalu tiba-tiba.” In-joo beralasan. “Saya belum pernah terlibat kontrak panjang sebelumnya, dan lagi saya belum tahu apa yang menjadi tugas disini. Jadi menurut saya, saya butuh penjelasan lebih mengenai tugas kali ini.”

“Oh, iya. Tentu saja. Bagaimana aku bisa lupa?” ujar PD Park terkekeh. “Hmm, pihak manajemen Tuan Jun ingin melibatkanmu untuk keamanan selebritis mereka. Mereka membutuhkan seseorang yang mampu mengawasi artis tersebut pada saat-saat tertentu, lebuh tepatnya selama waktu yang mereka perlukan.”

“Yah, kami sangat membutuhkan jasa Anda Nona In-joo. Khususnya untuk menangani salah satu selebritis kami. Dia bukan orang yang bermasalah, hanya saja kami membutuhkan bantuanmu untuk mengawasinya selama beberapa waktu, terutama pada saat-saat yang melibatkan keramaian. Yah, semacam bodyguard.” Kali ini pria bernama Jun yang menjelaskan.

Sedikitnya, In-joo mulai mengerti. Bodyguard, hah?! In-joo merasa kaku, “Sekali lagi saya minta maaf sebelumnya. Tapi saya bukan orang yang tepat untuk tugas ini,”

“In-joo kau...!” PD Park berusaha menyela.

In-joo tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah, “saya sarankan Anda lebih baik mencari profil yang lain karena pada dasarnya saya tidak cocok untuk tugas seperti ini. Sekali lagi maaf, saya menolak.”

“Anda bisa pikirkan dulu tawaran ini?” tanya Jun pada In-joo. In-joo menangkap ekspresi memelas di wajah itu, sangat tidak sesuai dengan karakter wajah tersebut.

“Apa dia orang yang sangat bermasalah?” tanpa sadar In-joo mengungkapkan opininya.

Jun terlihat kaget, dia lalu tersenyum dan mengangguk. “Sedikit sangat bermasalah.” Ujarnya terkekeh dan menampilkan sebaris gigi putih sempurna seperti dipahat dengan batu marmer oleh pemahat profesional. In-joo hampir tidak bisa berpaling dari senyuman itu.

“Ya, Dong-gun. Ada apa?” Jun mengangkat deringan panggilan di ponsel. Ada jeda beberapa sebelum kemudian pria itu berkata, “baiklah, aku mengerti.” lalu mengakhiri panggilan.

“Saya rasa, saya harus pergi.” ujarnya kemudian. . Jun terlihat gusar namun berusaha menutupinya. PD Park berusaha menahannya lebih lama,namun sia-sia. “Saya tidak bisa. Ada sesuatu yang mendesak, dan saya harus pergi sekarang.”

“Baiklah kalau begitu. Saya harap Anda masih mau bermitra dengan kami setelah ini.” PD Park terlihat kecewa.

“Tentu saja, saya akan berikan kesempatan pada Nona In-joo untuk memikirkan kembali tawaran dari saya. Dan ini kartu ID saya.” Jun menyerahkanya kepada PD Park sebelum kemudian menghilang dari ruangan.

***

“Dimana saya bisa menemukan ruangan tuan Jun Young, Nona?” In-joo bertanya pelan pada sang resepsionis.

“Ada anda sudah membuat janji sebelumnya?” tanya wanita berparas cantik tersebut, In-joo sempat bertanya-tanya, apa gadis ini pernah mencalonkan diri menjadi artis juga sebelumnya.

“Hmm, belum. Tapi katakan saja dengan Nona Shin In-joo dari ICSB, beliau pasti mengerti.”

Sang resepsionis menyambungkan telefonnya, dan In-joo menunggu sambil memperhatikan sekitar. Dia kini berada di dalam salah-satu gedung terbesar yang pernah ditemuinya di wilayah Gangnam-gu, mungkin bukan yang terbesar tetapi ini adalah salah satu yang termegah sekarang ini. In-joo sempat gugup menemukan dirinya ada disana, saat ini.

Manajemen artis, ya? Jadi disini pria itu bekerja. Aku tidak tahu kalau dia berada di tempat seperti ini? Kira-kira siapa saja artis yang dia tangani ya? Park Shin-hye? Bae Ji-young? Atau jangan-jangan Seung....?

“Beliau ada di ruangan, Anda bisa menemuinya dengan ini.” suara gadis itu memecah khayalan In-joo. Dia menyerahkan selembar kertas berukuran postcard. Ini adalah catatan lantai dan gambar peta lantai tersebut dalam ukuran mini. Hmm, praktis sekali.

“Terimakasih,” sahut In-joo padanya.

In-joo tidak tahu apa yang akan dikatakan oleh Jun nantinya, yang jelas semuanya berubah. Keputusannya kemarin terpaksa harus dia tarik kembali dan sebagai gantinya In-joo membuat kesepakatan baru dengan PD Park tepatnya Paman Yong-jae.

Paman Yong-jae, adik ipar Kakek Shin atau adik laki-laki dari nenek In-joo. In-joo selalu tahu bahwa pria itu memiliki ambisi yang besar untuk perusahaan dibanding In-joo. Dan mengenai tawaran Jun, pihak manajemen Jun menawarkan harga jasa yang cukup tinggi, sulit bagi Paman Yong-jae untuk melepasnya begitu saja.

“Kau gila?!” hardik Park Yong-jae panik, “bagaimana kau bisa melepas kesempatan emas begitu saja?! Kau sadar tidak, kau baru saja menjatuhkan reputasi perusahaan ini?”

“Aku tahu, tapi Paman juga tidak bisa seenaknya memutuskan aku seenak Paman. Jadi bodyguard bukan keahlianku. Aku belum berpengalaman menangani kasus semacam itu. Resiko kerja mereka terlalu besar, aku tidak mau!”

“Hanya karena kau belum pernah mengalaminya, jangan bilang kau tidak bisa. Semua orang juga tahu kau agen terbaik di ICSB, bahkan pria itu juga tahu.”

“Dan seenaknya memutuskan tukang hantar jadi bodyguard, itu juga tolol !"

“Jangan bodoh! Apa gunanya kita menggantungkan nama perusahan begitu besar di depan sana kalau kau saja tidak bisa membacanya. Kita melayani jasa keselamatan di sini, dan tentu saja menjadi bodyguard adalah salah satu diantaranya!”

“Tetap saja aku tidak mau!” In-joo bersikeras.

“Aih, kau ini!” Park Yong-jae mendengus kesal, perasaan marah, jengkel bercampur aduk. Dia sama sekali tidak bisa mengubah pendirian gadis ini, keras kepala sekali.

“Kau tetap harus ikut!”

“Apa?!” In-joo kaget wajah Park Yong-jea tiba-tiba berubah tegas.

“Sebagai gantinya, aku akan memikirkan cara agar Kakek Shin berhenti menganggumu lagi, bagaimana?”

“Syarat macam apa itu?” omel In-joo.

“Pikirkan saja dengan baik. Aku tahu kau tidak suka dengan segala macam urusan di perusahaan ini, sebaliknya aku sangat tertantang untuk memiliki semua ini.” Park Yong-jae berkata lantang. “Aku sangat ingin memiliki ICSB. Apapun akan kulakukan demi perusahaan ini.”

Kedua bola mata In-joo melebar, “Paman, aku bisa mendengar semuanya.”

“Tidak masalah bagiku, kapan saja kau bisa melaporkanku pada Kakek. Tapi perlu kau ingat satu hal ini, perusahaan ini membutuhkanku. Kalian semua tahu siapa yang membesarkan perusahaan ini hingga seperti sekarang. Aku adalah orang yang ambisius dan jahat, aku rasa itu benar jika menyangkut perusahaan ini. Sekarang, bagaimana menurutmu? Kita bisa menjadi kawan, atau lawan. Itu semua tergantung dari keputusanmu.”

***

“Masuklah,” suara bariton Jun terdengar dari seberang pintu begitu In-joo mengetuk pintu.

“Selamat...” In-joo bingung bagaimana harus mengatakannya, dia sedikit kesulitan menemukan Jun yang berada di balik dinding melengkung di ruangan ini. “...pagi.” akhirnya setelah berhasil menemukan pria itu diantara tumpukan berkas-berkas tinggi terhempang di atas meja kerja.

Pria itu terlihat kewalahan membereskan meja kerjanya. “Ah, selamat pagi.” Jun membalas. Lalu kembali menyusun-nyusun berkas-berkas itu ke sisi pinggir meja. “Silahkan duduk,” Jun menunjuk pada sederetan sofa yang dialokasikan tepat di tengah ruang kerja. In-joo menurut dan memilih duduk di salah satunya. Jun beralih dari meja kerja dan mengambil posisi di depan gadis itu.

“Anda seorang coffee addict, Tuan Young?” pertanyaan itu meluncur dari In-joo.

Jun sedikit kaget darimana In-joo membuat kesimpulan analisa cepat dan tepat seperti itu. In-joo menunjuk pada cup-cup kopi yang menggunung di belakang meja kerjanya.

“Ah, itu. Aku akan membereskannya nanti.” Jun terkekeh. “Maaf kalau keadaannya seperti ini.”

In-joo bisa maklum dengan kondisi itu, dia hanya melempar senyum.

“Aku baru saja menerima telefon dari pihak ICSB dan seperti yang dikatakan bahwa kau akan menemuiku lagi. Aku hanya tidak menyangka akan secepat ini,” Jun tersenyum lebar. “Jadi bagaimana, aku rasa kita bisa langsung membicarakan kontrak itu?”

“Eh? Yah, begitulah.” In-joo merasa hal itu tidak perlu lagi dipertanyakan. “Tapi sebelumnya, saya ingin tahu dengan siapa saya bekerja. Apa itu tidak masalah?”

“Tentu saja. Aku bahkan ingin mempertemukan kalian setelah ini. Dan masalah kontrak itu, aku...”

“Maaf sebelumnya, tapi mengenai kontrak itu saya sudah menyerahkan sepenuhnya pada atasan saya. Saya kira beliau yang lebih berwenang, bukan saya.” potong In-joo dengan sopan.

“Baiklah kalau begitu. Nona In-joossi sangat rendah hati rupanya,” gurau Jun.

In-joo tersenyum, “Err... panggil In-joo saja. Saya lebih menyukai panggilan itu.”

“Hmm...” gumam Jun ringan, “kalau begitu, panggil aku Jun saja.” In-joo mengangguk setuju. “Baiklah, aku rasa aku hanya perlu memberikan penjelasan ringkas mengenai tugas yang akan Anda tangani setelah ini. Saya harap Anda tidak keberatan jika saya menggunakan waktu berharga Anda sedikit lebih lama.”

In-joo sedikit geli dengan segudang formalitas yang di sampaikan Jun padanya. “Saya tidak bermasalah sama sekali,” jawabnya. “Dan juga, saya berharap Anda tidak usah menggunakan sikap formal di depan saya, bagaimanapun saat ini Anda terhitung sebagai atasan saya.”

“Ah, ya. Aku rasa itu benar,”ujarnya tersanjung.

BAAM !!!

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun