Mohon tunggu...
JUNUS BARATHAN
JUNUS BARATHAN Mohon Tunggu... Guru - Secangkir KOPI Hangat...

Mari kita bersulang...SOBAT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Aku Harus Kehilangan "Ibu"

17 November 2020   14:23 Diperbarui: 17 November 2020   14:55 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : dok.pribadi

Ibu Sekolah Pertamaku

"Ibu sedang sakit, sekarang terbaring lemah di rumah sakit"

suara di ujung telepon dari salah seorang saudaraku, membuatku terkejut menerima kabar yang datangnya tiba-tiba. Bagaimana ini? Aku harus pulang sekarang atau kuselesaikan tugasku dulu, karena tanggung jawabku ini tak dapat dilimpahkan begitu saja ke orang lain. Sementara hati dan perasaanku dalam kebimbangan, aku mencoba menghubungi kembali saudaraku untuk sekedar menanyakan perkembangan kesehatan Ibu saat ini. Khawatir!

"Cukup parah, karena sudah lima labu (kantong) darah yang diinfus ke dalam tubuh serta beberapa labu makanan dan vitamin, tapi sebaiknya selesaikan saja dulu tugas-tugasmu setelah itu terserah kamu".

Begitulah ucapan saudaraku mengakhiri pembicaraan melalui telepon seluler dari seberang. Insiden ini membuatku tak mampu berbuat apa-apa, karena ibu bagiku adalah segala-galanya. Beliau banyak memberiku penguat (motivasi) dalam menjalani profesi sebagai seorang guru di negeri rantau. Karena menurutnya guru adalah, " digugu lan ditiru", suatu ketika beliau menasehati aku. Sekalipun aku telah menjadi seorang guru dewasa, Ibu selalu memberikan bimbingannya kepadaku, agar senantiasa berbuat baik kepada siapa dan di mana saja.  

Dilihat dari usia orang tuaku (Ibu) yang telah mencapai 82 (delapan puluh dua) tahun, tentunya di usia senja itu wajarlah kalau beliau sering sakit-sakitan. Apalagi di musim dingin Ibu kerap kali mengalami batuk-batuk kecil yang mengganggu tidurnya. Semasa muda dulu beliau seorang wanita yang selalu sibuk, sehingga di hari tuanya mengalami sedikit gangguan pada punggungnya. Disisi lain beliau tidak betah berdiam diri, artinya selalu saja ada yang ingin dikerjakan, entah itu sekedar membuat kue, memasak makanan, atau menata kembali perabot rumah tangga yang menjadi kebanggaannya tersendiri. Oleh karena itu di usianya yang telah senja, masih tampak guratan keinginan yang terpendam dan terpahat di wajahnya. Meski nafasnya kadang tersengal, walau langkahnya kadang gemetar beliau tetap tabah dan setia. Semasa belum menikah dahulu beliau pernah ikut mencerdaskan anak negeri sebagai seorang guru honorer di sebuah sekolah dasar.


Hari Rabu, 4 Juli 2012 pukul 11.30 WIB, aku bergegas meninggalkan Singosari Malang menuju Surabaya (Bandara Juanda), sampai di Bandara kurang lebih pukul 14.00 WIB, tetapi aku belum memiliki selembar tiket pesawat yang akan membawaku terbang. Kudatangi salah satu loket tempat penjualan tiket,

"Mbak, tiket untuk penerbangan ke BIL (Bandara Internasional Lombok) apakah masih ada untuk hari ini", tanyaku penuh harap.

"Mohon maaf pak, untuk hari ini tiket sudah habis terjual", kata petugas dengan ramah. Mateng aku! apa yang harus aku lakukan? kembali ke Singosari Malang itu tak mungkin. Bagaimanapun caranya aku harus bisa sampai di rumah. Jangan sampai nantinya aku akan menyesal seumur hidup.

Untuk menetralkan rasa kesal kecewa, kubakar sebatang rokok lalu mengisapnya dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. Di antara kepulan asap yang membumbung tinggi aku berandai-andai, semoga saja ada orang yang dapat membantuku. Pucuk dicinta ulam pun tiba, seorang petugas bandara datang menghampiriku dan menyapa,

"Bapak mau ke mana"? tanyanya dengan sopan.

"Saya mau ke BIL", jawabku pelan nyaris tak terdengar.

"Apa Bapak sudah punya tiket"?, tanyanya kemudian.

"Belum" jawabku singkat, seraya menawarkan sebatang rokok.

"Tunggu sebentar pak, tadi ada seorang penumpang yang membatalkan keberangkatannya ke BIL, mungkin bisa digantikan", kata petugas itu lalu pergi membaur di kerumunan orang.

Alhamdulillah, semoga saja (rezeki) ini, dapat memberiku secuil harapan untuk segera pulang menjenguk orang tuaku yang sedang sakit. Tak beberapa lama kemudian, petugas tersebut datang lalu berkata,

"Ada Pak tapi harganya agak mahal, kalau Bapak berminat akan saya ambilkan".

"Harganya berapa"? tanyaku tak sabar.
"Rp.1.500.000 (satu juta lima ratus), dan berangkat sebentar lagi pukul 16.30WIB", kata petugas itu dengan senyum kemenangan.

"Wow!... mahal banget cak, apa enggak bisa kurang dikit", ucapku mencoba negosiasi.

Pada hari-hari biasa harga tiket pesawat terbang dari Juanda ke BIL hanya sekitar Rp.600.000 s/d Rp.700.000. Kebetulan pada hari keberangkatanku merupakan hari permulaan liburan Sekolah. Sudah biasa dan menjadi budaya, ketika menjelang hari libur harga tiket pesawat pasti melambung hingga 100% bahkan lebih. Dari hasil negosiasi kami sepakat, harga tiket menjadi Rp. 1.350.000 (satu juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah). Tiket telah kudapat dan secepatnya melangkah menuju ruang tunggu di lantai dua, karena tak lama lagi pesawat akan segera lepas landas. Tak lama terdengar panggilan dari sebuah pengeras suara di sudut ruang, mengajak para penumpang untuk segera naik ke pesawat.

Perjalanan pulang dengan pesawat memang lebih efektif, hanya kurang lebih 1 (satu) jam sudah sampai di Lombok (NTB). Kalau menggunakan Bus (lewat darat) kurang lebih 18 (delapan belas) jam perjalanan yang kadang kala menjenuhkan. Tak terasa sudah tiga puluh menit berlalu, aku dan penumpang lain berada di ketinggian, hanya hamparan langit biru dan awan tipis dapat kulihat melalui jendela kaca di sampingku. Hilir mudik Pramugari menawarkan sesuatu kepada para penumpang dengan ramah dan senyuman khasnya. 

Lima puluh menit kemudian temaram senja membiaskan warna jingga menghiasi langit sore, lampu-lampu di tepian pantai dan danau (Bendungan Batujai) berkelap-kelip, menghampar pemandangan yang indah dan memukau, seolah-olah menyambut kedatangan kami. Kurang lebih pukul, 18.30 WITA (waktu Indonesia bagian tengah), pesawat mendarat, aku segera turun menuju pintu keluar untuk mencari taksi. 

Tiba di Kota Selong tempat kediaman orang tuaku (Jl. Prof. M. Yamin) kira-kira jam 19.30 WITA, kurasakan suasana begitu lengang, dengan hati berdebar-debar kuucapkan salam, terdengar sayup-sayup balasan dari dalam dan pintu depan terbuka pelan. Lega rasanya sampai di rumah dapat berkumpul kembali bersama orang tua dan seluruh saudara-saudaraku, walaupun masih terasa letih, namun kini berubah menjadi keceriaan di tengah orang-orang yang kucintai. Cukup lama aku tak menjenguk orang tuaku, ketika kali terakhir aku pulang Ibu masih tampak sehat dan segar bugar. Kini Beliau terkulai lemah di pembaringan, keriput tulang pipinya dan pucat pasi wajahnya menahan rasa sakit dari penyakit yang dideritanya. Dokter menyarankan (dengan kesepakatan dan alasan tertentu), sebaiknya Ibu dirawat di rumah saja sambil berobat jalan.

Ada sedikit kegembiraan terlintas di wajah Ibuku, ketika mengetahui aku pulang menjenguknya, walaupun kali ini aku datang hanya seorang diri. Suatu ketika di tengah malam, tiba-tiba Ibu memaksa untuk di bawah kembali ke rumah sakit, kami jadi kelabakan dan segera menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan selama opname di rumah sakit. Hanya menjalani dua hari perawatan di rumah sakit Ibu minta dipulangkan, tak ada yang mengetahui jarum infus dicabut sendiri dari tangannya, boleh jadi beliau merasa sudah tak perlu lagi merepotkan anak-anak. Namun sebelumnya, ketika seluruh keluarga berkumpul (kecuali aku) Ibu menyampaikan pesan-pesan, memberi petuah, nasehat dan doa kepada anak dan cucunya yang setia menunggunya. Lima hari kemudian di tengah bulan Ramadan. Ibuku pergi meninggalkan kami semua, Innalillahi Wainnaillaihi Rojiun.

Lautan kasih sayang pada setiap insan
Mataharinya alam sebagai perumpamaan
Dunia isinya belumlah sepadan
Sebagai balasan Ibumu melahirkan

Do'anya terkabulkan keramat didunia
Kutuknya kenyataan jangan coba durhaka
Surganya Tuhanmu di bawah kakinya
Ridhonya Ibumu Ridho Tuhan jua
Wahai jangan jadi anak durhaka

Ibu kaulah wanita yang mulia
(cuplikan lagu IBU, Nasida Ria)

 Semoga Allah SWT, memberikan tempat di sisi-Nya serta diampunkan segala dosa-dosanya...Aamiin.

* Singosari, 17 November 2020 *

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun