Manusia pada dasarnya mudah mengalami perubahan atau tidak konsisten dalam bertindak dan berperilaku. Sangat jarang ditemukan manusia yang selalu konsisten dalam pola pikir dan perilakunya. Selalu ada faktor penyebab yang membuat manusia tidak konsisten dalam bertindak dan berperilaku.Â
Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kodrat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki kelebihan dibandingkan ciptaan lainnya, yaitu kemampuan berpikir menggunakan akal. Namun, kemampuan menggunakan akal pikiran ini berbeda-beda pada setiap individu.
Kita sering melihat orang-orang yang tidak konsisten dalam berbicara dan bertindak, baik dalam lingkungan pekerjaan maupun kehidupan sehari-hari. Misalnya, seseorang yang awalnya menyatakan setuju dengan suatu pendapat atau kesepakatan, tetapi beberapa hari kemudian berubah pikiran dan menyatakan tidak setuju.Â
Hal ini tentu akan membuat orang lain yang sebelumnya sepakat atau sependapat dengannya merasa kecewa dan jengkel. Contoh lainnya adalah ketika seseorang awalnya menerima tugas dan tanggung jawab tertentu, namun kemudian berubah pikiran dan menolaknya.
Salah satu contoh yang sering terjadi adalah janji-janji yang disampaikan oleh calon pemimpin atau pejabat publik sebelum terpilih. Janji-janji tersebut sering kali terdengar sangat menarik bagi pemilihnya. Namun, setelah terpilih, janji-janji manis tersebut sering dilupakan begitu saja, seolah tanpa rasa bersalah atau berdosa terhadap pemilih yang telah mendukungnya. Hal ini tentu sangat mengecewakan bagi para pendukungnya.Â
Inilah salah satu contoh karakter manusia yang dapat berubah-ubah sesuai dengan keinginan hati tanpa memikirkan dampaknya terhadap orang lain. Sering kali, perubahan ini terjadi karena keinginan pribadi yang hanya menguntungkan diri sendiri dan orang-orang terdekatnya.
Kebiasaan manusia yang tidak konsisten dalam berperilaku dan bertindak biasanya dipengaruhi oleh pola pikir dan pengaruh orang lain. Terutama bagi pemimpin atau pejabat publik yang terlibat dalam politik, mereka sering kali harus mendengar masukan atau bisikan dari partai pendukungnya. Jika mereka tidak loyal terhadap partai pendukung, hal itu dapat memengaruhi karier atau jabatan yang sedang diduduki.Â
Dengan demikian, faktor eksternal memiliki pengaruh besar terhadap perubahan dalam diri seseorang. Berbeda halnya jika seseorang memiliki integritas diri yang kuat dan menduduki jabatan karena dukungan sukarela dari masyarakat, bukan karena partai politik. Dalam kondisi seperti ini, besar kemungkinan orang tersebut akan lebih konsisten dalam menjalankan kepercayaan yang diberikan.
Namun, bukan berarti ketidakkonsistenan manusia tidak dapat diatasi. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketidakkonsistenan ini. Pertama, penting bagi individu untuk memiliki kesadaran diri yang tinggi. Dengan memahami nilai-nilai dan prinsip hidupnya, seseorang dapat lebih konsisten dalam mengambil keputusan. Kedua, dukungan lingkungan yang positif juga sangat berperan.Â
Lingkungan yang mendukung dapat membantu seseorang mempertahankan integritas dan komitmennya. Ketiga, pemimpin atau pejabat publik dapat membangun mekanisme akuntabilitas yang kuat untuk memastikan bahwa janji-janji yang telah dibuat dapat dipenuhi. Hal ini dapat menciptakan budaya kepercayaan dan konsistensi yang lebih baik di masyarakat.
Pada akhirnya, konsistensi adalah hal yang dapat dilatih dan dikembangkan. Dengan usaha yang sungguh-sungguh, manusia dapat belajar untuk lebih konsisten dalam berpikir, berkata, dan bertindak.Â