Seumur hidup saya, berkaca melalui kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, hukum terlihat begitu jenaka.Â
Anda tak perlu menyetujui opini saya ini.Â
Proses hukum Ferdy Sambo CS bukanlah satu-satunya proses hukum yang memakan waktu cukup lama. Namun, ini cukup menyita perhatian publik.Â
Sebelumnya Richard Eliezer mendapat vonis kurungan penjara selama 12 tahun dipotong masa penangkapan. Bagi awam hukuman tersebut terasa sangat berat, terlebih posisi Eliezer yang kooperatif membuat fakta-fakta muncul ke permukaan. Namun, 12 tahun terhitung sudah cukup ringan, menimbang Eliezer sebagai aktor utama penembakan, meski bukan otak dari pembunuhan terencana tersebut. Belum lagi bila memang jadi 12 tahun tersebut dipikul oleh Eliezer, bukan tidak mungkin akan terus mendapat pemotongan masa tahanan (remisi) bila selama masa menjalani hukuman ada hal-hal yang dapat dijadikan bahan perolehan remisi.Â
Namun, vonis persidangan yang baru saja publik lihat bersama, baik itu terhadap Eliezer ataupun Sambo, cukup out of the box.Â
12 tahun, berubah menjadi 1 tahun dan 6 bulan bagi Eliezer. Ya, tidak mengherankan memang dalam setiap banding akan merubah vonis menjadi lebih ringan dari vonis di sidang sebelumnya. Tapi tetap cukup mengagetkan, dari 12 tahun menjadi 1 tahun dan 6 bulan.Â
Lebih mengagetkan lagi vonis pada Sambo. Bukannya mendapat vonis yang lebih meringankan dari vonis di sidang sebelumnya, "Langit" seolah memalingkan muka dari Sambo. Sambo yang sebelumnya divonis kurungan seumur hidup, divonis ulang menjadi hukuman mati.Â
Ini adalah kali pertama saya menyaksikan bagaimana banding justru membuat terdakwa mendapat vonis yang lebih berat, bahkan vonis paling atas dari semua vonis, yakni vonis hukuman mati. Mungkin dalam sejarah pernah ada banding yang memberi hasil seperti ini, tapi ini adalah pertama kalinya saya menyaksikan. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H