Mohon tunggu...
June
June Mohon Tunggu... Freelancer - nggak banyak yang tahu, tapi ya nulis aja

Pengamat

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Nepotisme Menciutkanku

18 Januari 2020   22:18 Diperbarui: 18 Januari 2020   22:25 3927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nepotism is a polite way of saying "you have no chance in hell of ever being promoted"

Dunia pekerjaan, dunia yang mau tidak mau akan saya alami. Berbicara tentang pekerjaan idaman, maka aka ada banyak jawaban berbeda. Sedikit orang bekerja sesuai dengan apa yang menjadi hobinya.

Ada yang bekerja sesuai dengan keahliannya, meski hal itu bukanlah hobinya. Ada yang menjalani suatu profesi karena suatu panggilan hidupnya, misalnya menjadi dokter atau tenaga pengajar. Ada pula yang bekerja di siatu korporasi karena "ya udahlah, dapatnya di sini". 

Apabila bila bekerja di suatu perusahaan, jenjang karier adalah sesuatu yang menjadi target bagi karyawan. Berada di posisi yang tinggi di perusahaan menjadi idaman. Bekerja dengan giat, melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, disiplin, lembur, semua dilakukan dengan maksimal untuk menjaga rapor dari catatan merah bos.

Antar karyawan bahkan saling berkompetisi agar terlihat lebih baik dan unggul di mata atasan. Harap-harap menjadi kandidat untuk mengisi posisi yang lebih tinggi kedepannya. 

Sayang seribu sayang, kita sering dihadapkan pada kenyataan pahit pada adanya nepotisme dalam dunia kerja. Nepotisme bukanlah wacana kosong dalam dunia kerja. Bahkan tak jarang ada yang bermain kucing-kucingan untuk masuk ke suatu pekerjaan menggunakan orang dalam atau posisi kenalan yang punya kuasa untuk memberi pengaruh.

Rapor yang bagus dan skor yang tinggi sering kali harus menjadi kebanggaan pribadi saja. Namun, sering pula seseorang yang menduduki posisi tinggi di perusahaan menjadi bulan-bulanan karyawan lainnya karena ia merupakan anak dari pemilik perusahaan. Padahal bisa saja karena ia kredibel untuk mengemban posisi tersebut dan memiliki keahlian dalam bekerja di posisi tersebut. 

Nepotisme memang tak terelakan dalam dunia kerja. Banyak pekerja yang harus menarik nafas lebih dalam dan bersabar menghadapinya. Prestasi baik yang baik dalam perusahaan harus kalah oleh keponakan dari bos. Atau suatu tanggung jawab menjalankan suatu pekerjaan didapatkan oleh rekan kerja kita karena ia merupakan temannya bos. Kenalan bos, atau keluarganya bos lebih bersinar daripada capaian besar kita dalam menyukseskan laba perusahaan. 

Sebenarnya tidak hanya di dunia pekerjaan saja dijumpai praktik nepotisme. Dalam dunia akademik pun sering dijumpai praktik nepotisme. Mahasiswa yang akrab dengan dosen pengampu mata kuliah dapat dengan mudah mendapat nilai yang tinggi ketimbang kita yang tidak akrab dengan si dosen pengampu.

Nilainya bisa lebih tinggi dari kita, padahal dari yang terlihat secara logika tugas-tugas kita lebih berbobot dari miliknya. Keluhan yang banyak dirasakan oleh mahasiswa lainnya juga. 

Lantas, dengan adanya praktik nepotisme di mana-mana, apakah kita harus menyerah? atau melakukan pekerjaan dengan seadanya saja? Tentunya tidak begitu. Melakukan pekerjaan dan menyelesaikan tugas dengan baik saja kita masih sering kalah, apalagi jika tidak kita lakukan secara maksimal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun