Mohon tunggu...
June
June Mohon Tunggu... Freelancer - nggak banyak yang tahu, tapi ya nulis aja

Pengamat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Joker, Cerminan Kompleksnya Psikologi Seseorang

8 Oktober 2019   13:42 Diperbarui: 8 Oktober 2019   14:42 15717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: batman-news.com

Psikologi memang merupakan bidang ilmu yang sangat kompleks, sejatinya dikarenakan setiap orang berada pada kognisi yang berbeda antara satu dengan yang lain. Wajah yang selalu tampak bahagia belum tentu sejalan dengan yang dirasakan oleh emosi dan mentalnya. 

Film Joker yang baru-baru ini tayang di bioskop memperlihatkan bagaimana rumitnya psikologi seseorang. Badut yang merupakan representasi emosi bahagia dan membawa tawa bagi banyak orang, nyatanya beroposisi dengan apa yang sebenarnya tersembunyi. 

Johari Window (sumber gambar: expertprogrammanagement.com)
Johari Window (sumber gambar: expertprogrammanagement.com)
Meski sudah ada banyak cabang ilmu dah ahli psikologi, namun kebenaran utama dalam identitas ID seseorang tak ada yang 100%. Dalam studi Johari Window, terdapat 4 area, yakni:
  1. Open Area, yakni area diri yang dapat atau dikenali oleh diri sendiri dan orang lain
  2. Hidden Area, adalah area yang diketahui oleh diri sendiri, tapi tidak oleh orang lain. Dengan kata lain, ini adalah area yang kita sembunyikan secara sadar. 
  3. Blind Area, adalah area tentang diri yang diketahui oleh orang lain, tapi oleh diri sendiri tidak. Ini berkebalikan dengan Hidden Area. 
  4. Unknown Area, adalah area tentang diri yang tidak diketahu oleh siapapun, termasuk oleh diri sendiri. Ini berkebalikan dengan Open Area.

Karakter Joker dalam film memperlihatkan bahwa dalam relasi diri (Joker) dengan orang lain, ia (Joker) berada pada Hidden Area. Apa yang sebenarnya ia rasakan dipendam olehnya dengan tetap menampilkan senyum sebagai representasi tanda atas emosi bahagia, padahal apa yang dirasakan di dalam tidak demikian. 

Gambar poster di atas memperlihatkan penggambaran nyata dari psikologi Joker. Dengan mengabaikan terlebih dahulu riasan badut di wajahnya, akan didapatkan senyum kecil yang kaku karena dipaksakan, tidak disertai emosi nyata yang membarengi senyum asli. 

Didukung dengan hanya otot wajah sekitar pipi dan bibir saja yang bekerja, sedangkan otot di sekitar mata dan pelipis tidak bekerja. Sorot mata yang tiada bernyawa pun merepresentasikan tiada rasa kehidupan yang layak pada perjalanan hidupnya. Riasan badut di wajahnya juga tidak rapi, menandakan ketidaksepenuhatian dirinya, atau bahkan pertunjukan kebahagian palsu semata. 

Meski film ini mendapatkan sejumlah kritik karena dikhawatirkan memicu motivasi perbuatan kriminal di dunia nyata, nyatanya ada premis pesan moral yang dalam dari film ini. Salah menangkap premis memang dapat memicu munculnya motivasi dari orang-orang yang menjalani kehidupan yang bisa dikatakan tidak adil, untuk melakukan perbuatan kriminal, seperti apa yang terjadi pada tokoh Joker. 

Namun, premis utama dari film ini adalah, bagaimana kita seharusnya dalam hidup ini tidak menyakiti siapapun. Luka dalam diri seseorang tidak dapat kita ketahui dengan pasti. Perlakuan yang tidak adil, dan secara terus-menerus dalam waktu yang lama dapat memicu bumerang bagi kita ketika orang yang kita sakiti termotivasi seperti Joker. Jangan mengabaikan Hidden Area. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun