Ibu, janganlah tiada aku di doamu
Aku keras hidup di rantau
Banyak tangan siap menyerangku
Tak ingin mencekik diri dengan tanganku
Ibu, telponlah aku
Aku resah tak mendengar suaramu
Suara ibu adalah obatku
Pujian mereka tak sebanding dengan omelanmu
Ibu, janganlah hanya memikirkanku
Pikirkanlah apa makananmu
Nikmatilah tayangan televisi favoritmu
Senyum bahagiamu adalah bintang malamku
Ibu, waktumu terbatas
Aku sadar semakin berkurang angkamu
Kapan pun kau dapat lepas dari bebanmu
Entah dirimu dulu, ataupun aku yang mendahului
Ibu, kita berdua sama-sama egois
Sama-sama ingin habis lebih dulu
Kita sadar pahitnya ditinggalkan di perjalanan ini
Aku sedih bila habis masamu, kau sedih bila aku mendahuluimu
Ibu, kusebut ibu di doaku, meski buruk diriku, semoga senantiasa ada penghiburmu
Mungkin kelak bukan aku, tapi siapapun, kuharap kau dapatkan itu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI