Mohon tunggu...
June
June Mohon Tunggu... Freelancer - nggak banyak yang tahu, tapi ya nulis aja

Pengamat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pejalan Kaki vs Pembajak Trotoar

25 Juli 2017   13:44 Diperbarui: 25 Juli 2017   17:05 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hirarki Pemakaian Jalan. Sumber: readersblog.wpengine.com

Kontekstualitas

Sebagai fasilitas yang diberikan bagi pejalan kaki, trotoar dibangun menyesuaikan dengan kebutuhan intensitas dan volume lalu lintas pejalan kakinya. Ukuran lebar trotoar di jalan yang ramai lalu lintas pejalan kakinya (padat) tentu berbeda dengan trotoar di wilayah yang lalu lintas pejalan kakinya lenggang. Jalan yang termasuk ramai lalu intas (terutama pejalan kakinya) merupakan prioritas pembangunan trotoar yang lebar dan terbebas ari gangguan dan hambatan seperti umbul-umbul yang dipasang di pinggir dan tengah trotoar, kendaraan yang diparkirkan, tenda warung makan, dan sebagainya.

Masalah besar yang sering dihadapi oleh pejalan kaki, terkhusus dalam artikel ini masalah yang dialami saya yakni di Babarsari; Selokan Mataram; Jl. Laksada Adisucipto, Yogyakarta) adalah pejalan kaki harus turun ke jalan karena untuk berjalan di trotoar sering terhalan oleh kendaraan "jasa angkut" yang sedang diparkirkan, tenda warung makan yang memakan ruang trotoar. Di perempatan Selokan Mataram-Seturan sebelah timur juga seharusnya dapat dipakai/dibangun trotoar yang layak pakai. Namun, itu tidak terjadi. Selain tidak adanya proses membangun, juga banyaknya umbul-umbul iklan yang dipasang di bagian tengah. Hal ini tentu tidak memungkinkan bagi pejalan kaki untuk berjalan di bagian tersebut karena tidak adanya dukungan untuk kenyaman tersebut. 

Kesimpulan 

Penerapan fungsi trotoar tampak setengah hati. Pelayakan trotoar hanya tampak pada sejumlah tempat saja. Upaya untuk membebaskan trtoar dari hambatan dan gangguan seperti parkir kendaraan, umbul-umbul iklan, tenda warung makan tidak kunjung terpenuhi. Pejalan kaki masih terus termarjinalkan di jalan. Sungguh tidak sesuai denga  hirarki yang ada. Secara khusus masih harus bercermin pada negara Jepang yang menerapkan hirarki tersebut, yang menerapkan fungsi-fungsi dari fasilitas di jalan.

*dokumentasi pribadi
*dokumentasi pribadi
*dokumentasi pribadi
*dokumentasi pribadi
*dokumentasi pribadi
*dokumentasi pribadi
Daftar Pustaka

1. Direktorat Pembinaan Jalan Kota. (1990, Januari). Diambil kembali dari Kementrian PUPR: http://pu.go.id/uploads/services/infopublik20120731160814.pdf

2. PPID Kabupaten Purbalingga. (2014, Juli 25). Retrieved Juni 21, 2016, from Panduan Keselamatan Pejalan kaki di Jalan: http://ppid.purbalinggakab.go.id/?p=554

3. Singer, P. (2004). One World: The Eyhics of Globalization. New Haven: Yale University Press.

 4. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun