Masih teringat jelas bagaimana perasaan saya yang campur aduk ketika istri pertama kali memberi tahu bahwa saya akan segera menjadi seorang ayah.Â
Hadirnya buah hati saat itu adalah kabar baik yang kami nantikan sejak 10 bulan pernikahan kami. Tepat pada November 2010, istri memberi tahu bahwa hasil test pack menunjukkan dua garis biru, tanda positif yang kami tunggu-tunggu.
Saat itu, usia saya baru 24 tahun. Kini, saya menyadari bahwa usia tersebut terbilang sangat muda untuk menyandang status sebagai seorang ayah.
Kebahagiaan luar biasa menyelimuti hati saya atas anugerah ini, tetapi bersamaan dengan itu, terselip juga rasa sedih, cemas, lelah, dan ketidakmampuan menghadapi peran baru tersebut. Bahkan, semua perasaan itu muncul jauh sebelum kelahiran anak pertama kami.
Puncak dari perasaan serupa, sedih, cemas, lelah, dan merasa tidak mampu menjadi seorang ayah, kembali saya alami pada tahun 2015, ketika putri kami, anak kedua kami, lahir.
Entah mengapa, tanpa disadari, bulir-bulir air mata hangat menetes begitu saja saat pertama kali melihat wajahnya.
Kelahiran putra-putri kami memang merupakan momen yang selalu kami nantikan.Â
Namun, bersamaan dengan kebahagiaan dan harapan yang besar, kecemasan yang luar biasa juga menyelimuti hati saya saat menerima status baru ini, menjadi seorang ayah.
Pria Juga Sama
Daddy blues sebenarnya mungkin dialami oleh banyak pria yang baru saja menjadi seorang ayah.