Menurut Putri Ayu Az-Zahra dalam Studi Literatur: Kajian Fenomena Gentrifikasi di Wilayah Pinggiran Kota, gentrifikasi dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi antara penduduk asli dan pendatang, sebagaimana dijelaskan oleh Neil Smith.Â
Selain itu, perubahan tatanan sosial dan norma masyarakat lokal dapat terjadi, dengan asimilasi budaya yang tidak selalu harmonis. Misalnya, jika dulu antar tetangga saling mengenal, kini interaksi antar penduduk, bahkan dengan tetangga sebelah rumah, menjadi lebih terbatas.
Dampak fisik dari gentrifikasi pun nyata terlihat. Banyak lahan sawah yang beralih fungsi menjadi perumahan baru. Hal ini menyebabkan harga lahan pemukiman melambung, sementara luas lahan sawah semakin berkurang.Â
Seperti yang dilaporkan oleh Kompas, gentrifikasi berpotensi mengubah kawasan yang semula dihuni masyarakat berpenghasilan rendah menjadi kawasan elite, yang mengakibatkan kenaikan harga lahan dan properti.
Bagi pemimpin daerah di berbagai wilayah, mengelola gentrifikasi dengan baik adalah kunci. Pertumbuhan jumlah pendatang harus dilihat sebagai peluang untuk mendorong pembangunan yang berkelanjutan, namun dengan tetap mempertahankan keseimbangan sosial dan lingkungan.Â
Jika tidak dikelola dengan baik, gentrifikasi berisiko menyebabkan konflik budaya dan pengurangan lahan produktif, yang dapat berdampak langsung pada ketersediaan pangan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Pendidikan sebagai Pilar Kemajuan
Kota Metro dikenal sebagai kota pendidikan, namun data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Metro pada tahun 2023 menunjukkan bahwa hanya 46.409 jiwa yang menyelesaikan pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi. Jumlah ini hanya separuh dari penduduk yang menamatkan pendidikan tertingginya pada tingkat sekolah menengah atas, yaitu 92.789 jiwa.
Fenomena ini menjadi tantangan bagi pemimpin masa depan untuk meningkatkan partisipasi generasi muda dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi setelah menamatkan sekolah menengah. Label sebagai kota pendidikan tidak hanya ditentukan oleh keberadaan infrastruktur pendidikan, tetapi juga oleh seberapa tinggi tingkat partisipasi warga dalam pendidikan lanjut.
Menurut UNESCO, pendidikan adalah fondasi utama bagi kemajuan sebuah bangsa. Dengan demikian, meningkatkan partisipasi pendidikan di setiap daerah merupakan kebutuhan mendesak.Â
Tidak hanya di Kota Metro, tetapi di berbagai wilayah di Indonesia, tantangan serupa juga muncul, yaitu bagaimana memastikan bahwa semakin banyak warga yang memiliki akses dan dorongan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.