Sumur resapan, atau infiltration well, adalah suatu keajaiban kecil yang membantu kita menjaga air dan mengembalikannya ke dalam tanah. Â
Ini adalah lubang sumur buatan yang dirancang khusus untuk menampung air hujan atau aliran air permukaan. Kemudian, air tersebut meresap ke dalam tanah dalam jumlah besar, menciptakan cadangan air yang berharga.Â
Prinsip utama dari metode ini adalah membantu meningkatkan kuantitas air tanah, sehingga ketika musim kemarau datang, kita memiliki sumber air yang andal yang dapat kita andalkan sebagaimana dikutip dari oxygen16.kemahasiswaan.undip.ac.id tentang "Biopori dan Sumur Resapan".
Izinkan kami membagikan kisah luar biasa tentang perjalanan kami bersama bapak di masa lalu. Tanpa kami sadari, bapak sudah menjadi pelopor keberlanjutan jauh sebelum konsep "lestari" dan "SDGs" muncul ke permukaan.Â
Beliau memang memiliki wawasan unik tentang kepedulian lingkungan, masa depan yang berkelanjutan, dan cinta mendalam terhadap sumber daya alam. Meskipun pada masa itu istilah-istilah tersebut belum sepopuler sekarang, pengalaman ini telah mengukuhkan keyakinan bahwa kita harus mempertimbangkan dampak tindakan kita terhadap alam, serta bagaimana hal itu akan berdampak pada kita.
Sekarang, kami akan berbagi dengan Anda beberapa nasihat berharga dari bapak yang terkait dengan menjaga air dan mencegah kekeringan selama musim kemarau.
Ini adalah fondasi dari prinsip-prinsip bijak dalam pengelolaan air yang bapak ajarkan kepada kami. Konsepnya hampir sama dengan apa yang sekarang dikenal sebagai biopori dan sumur resapan.Â
Prinsip ini memotivasi kami untuk menampung air, baik yang berasal dari limbah sehari-hari maupun air hujan, dan memastikan agar air tersebut kembali terserap ke dalam tanah. Hasilnya adalah cadangan berharga yang sangat diperlukan saat musim kemarau melanda.Â
Berikut beberapa nasihat bapak kepada kami terkait dengan konsep bagaimana "menjaga air" yang sampai dengan saat ini tetap kami terapkan dalam keseharian.Â
Mengalirkan Limbah Air Mandi dan Cuci ke Tanah
Melanjutkan perjalanan kami menuju keberlanjutan air, bapak membagikan pelajaran berharga lainnya: memasukkan limbah air mandi dan cucian ke dalam tanah.Â
Meskipun kami tinggal di tengah kota, lingkungan kami memiliki nuansa pedesaan yang kental. Dengan jarak yang cukup luas antara rumah-rumah tetangga, kami memiliki kesempatan untuk menampung limbah air mandi dan cucian ke dalam tanah.
Praktik ini adalah salah satu yang diikuti hampir semua rumah tangga di sekitar kami. Bahkan ada yang lebih kreatif: mereka menggunakan area penampungan ini untuk budidaya ikan lele, sementara yang lain menanam pohon katu dan tanaman berguna lainnya di sekitar kubangan air. Inilah langkah pertama menuju kedaulatan air dan pangan.Â
Air yang kami gunakan untuk minum, mandi, dan mencuci kembali mengalir ke dalam tanah, diserap oleh tanah dan menjadi cadangan air berharga ketika musim kemarau tiba.Sedangkan lele dan daun katu bisa dipanen kapanpun sesuai dengan kebutuhan masing-masing rumah tangga.Â
Tentu saja, pesan bapak terus membimbing kami. Dan kami juga telah mewariskan pesan ini kepada kedua anak kami. Kami tidak hanya berhemat air, tetapi juga memastikan bahwa setiap tetesan air yang kami gunakan untuk kebutuhan sehari-hari kembali ke dalam tanah. Hasilnya? Terbukti efektif ketika musim kemarau datang. Meskipun debit air menurun secara signifikan, di dalam sumur kami, masih tersedia cukup air untuk kebutuhan harian.
Namun kami menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah genangan air yang sering menjadi sarang berkembang biak nyamuk. Untuk mengatasinya, kami menambahkan ikan lele ke dalam tempat penyimpanan limbah air rumah tangga ini.Â
Dan untuk mengurangi bau yang tak sedap, kami rutin "menguras" lubang penampungan limbah air ini dengan cangkul. Ini adalah tindakan yang kami lakukan sesuai kebutuhan, biasanya seminggu sekali, yang ternyata cukup efektif untuk mengganggu perkembangan nyamuk dan mencegah bau yang tak sedap.
Mengalirkan air kembali ke tanah dan memelihara setiap tetesan air mandi dan cucian adalah cara sederhana yang kami pelajari dari bapak kami.Â
Dengan metode ini, kami tidak hanya menjaga air, tetapi juga merawat alam. Selain itu, kami merasakan keuntungan berlipat ketika musim kemarau tiba: air kami tetap mengalir, mengingatkan kami akan bijaksana dan berkelanjutan.
Mengalirkan Air Hujan ke Tanah
Prinsip kedua ini, yang seringkali kita dengar dengan istilah "tadah hujan," sejalan dengan pesan bapak yang pertama. Kami tidak membiarkan air hujan berlalu begitu saja di pekarangan rumah kami.Â
Untuk mencapai ini, kami melakukan beberapa langkah sederhana namun efektif. Kami membuat parit sebagai pengarah aliran air hujan. Dengan berbekal cangkul, kami menggali lubang-lubang berdiameter cukup, dengan kedalaman sekitar satu meter. Tujuannya? Agar air hujan yang turun dengan deras dapat diarahkan untuk meresap ke dalam tanah, dan bukan hanya mengalir begitu saja ke saluran selokan yang ujungnya mengarah ke sungai tanpa terserap terlebih dahulu di tanah pekarangan kami.Â
Ingatlah, di sinilah esensi "tadah hujan" sesungguhnya. Kami bukan hanya mengumpulkan air hujan untuk disimpan. Air hujan yang kami arahkan untuk meresap ke dalam tanah menjadi sumber cadangan yang sangat berharga, terutama ketika musim kemarau datang.Â
Untuk kebutuhan sehari-hari, kami masih mengandalkan air sumur, yang selalu mengalir dengan lancar, diberkahi oleh cadangan air tanah hasil dari resapan air hujan dan limbah air rumah tangga kami.
Jadi, "tadah hujan" yang kami praktikkan memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar menampung air. Ini adalah salah satu langkah sederhana yang kami ambil untuk memastikan bahwa air hujan yang berlimpah menjadi berkah yang kami nikmati sehari-hari, sambil tetap menjaga keberlanjutan lingkungan yang kami cintai. Dan ini cukup efektif, sumur kami tetap terjaga debit airnya, walaupun debitnya kurang, tapi masih cukuplah untuk sehari-hari.Â
Limbah Septik Tank Ramah Lingkungan
Dengan teknik desain yang kami terapkan, kami memastikan bahwa limbah biologis terurai secara efisien dalam air, baik yang berasal dari air seni maupun tinja. Air limbah yang telah mengalami proses penguraian yang efektif kemudian perlahan-lahan dialirkan kembali ke dalam tanah.
Masih dalam prinsip nasihat bapak tentang "menjaga air" berikutnya adalah pemanfaatan limbah septik tank sebagai bahan cadangan air. Ketika berbicara tentang septik tank, penting untuk diingat bahwa di dalamnya terdapat berbagai mikroorganisme yang dapat memengaruhi kesehatan manusia.Â
Prinsip yang selalu kami pegang erat sebab selalu terngiang, adalah menjaga jarak minimal 10 meter antara septik tank dan sumur. Prinsip ini bukanlah sekadar teori, tapi telah kami terapkan dengan konsisten.
Selain menjaga jarak, septik tank kami memiliki desain unik dengan tiga tahapan penampungan. Tampungan pertama berfungsi sebagai tempat utama untuk menampung limbah biologis secara langsung.Â
Di dalamnya, kotoran yang awalnya padat berangsur-angsur terurai menjadi bentuk cair dan kemudian mengalir ke tampungan kedua. Proses ini berlanjut hingga tampungan ketiga terisi penuh. Tiga tampungan ini tidak tertutup rapat oleh semen di bagian bawahnya; yang tertutup rapat adalah sisi kiri dan kanan dari ketiga tampungan tersebut.
Dengan teknik desain yang kami terapkan, kami memastikan bahwa limbah biologis terurai secara efisien dalam air, baik yang berasal dari air seni maupun tinja. Air limbah yang telah mengalami proses penguraian yang efektif kemudian perlahan-lahan dialirkan kembali ke dalam tanah. Selama bertahun-tahun, sumur kami tetap dalam kondisi prima, memberikan kami air yang bebas dari bau yang tak sedap.
Kami juga selalu berhati-hati untuk tidak membuang detergen atau bahan kimia lain ke dalam saluran ini, karena mikroorganisme dalam septik tank memainkan peran penting dalam penguraian limbah.Â
Dengan menjaga keseimbangan ini, kami menjaga lingkungan kami tetap sehat dan air yang kami gunakan kembali terserap ke dalam tanah, menjadikannya sumber air berharga yang sangat kami butuhkan ketika musim kemarau datang.Â
Prinsip Sederhana untuk Menjaga Air dan LingkunganÂ
Dengan menerapkan prinsip-prinsip yang telah kami bagikan, kami merasa memiliki tanggung jawab yang kuat dalam menjaga air dan lingkungan sekitar kami. Kami yakin bahwa tindakan-tindakan sederhana ini merupakan langkah kecil yang mendukung kelangsungan hidup di masa depan. Kami meneruskan warisan berharga ini dengan penuh rasa hormat kepada bapak, yang selalu menjadi teladan kami dalam menjaga bumi yang kita cintai bersama.Â
Kami berharap pengalaman kami dapat memberikan inspirasi kepada banyak orang untuk menghargai air, mengurangi pemborosan, dan menjalani kehidupan sesuai dengan kebijaksanaan alam. Ingatlah, air adalah sumber kehidupan, dan dengan tindakan-tindakan kita sehari-hari, kita dapat menjaga keberlanjutan alam yang memberi kita tempat tinggal. Semoga prinsip-prinsip ini membantu menjaga kehidupan bumi yang lebih baik dan memberikan manfaat kepada seluruh makhluk yang mendiaminya.
Seiring dengan semangat Sustainable Development Goals (SDGs) yang menginginkan dunia yang lebih baik dan berkelanjutan, mari kita bersama-sama menjadi agen perubahan dengan tindakan kita.Â
Melalui nasihat dan warisan dari bapak, semoga ilmu dan kebijaksanaan ini menjadi pundi-pundi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir untuk bapak dan mamak, yang selalu mendampingi kami dalam menjaga dan meresapi prinsip-prinsip berharga ini.Â
Dengan penuh cinta dan rasa syukur, mari kita jaga kelangsungan hidup bumi, tempat kita semua berkumpul, berbagi, dan bersama-sama membangun masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya