"Ayah, ada teman yang suka sama aku, dia ketawa-ketawa waktu aku lewat, trus tangannya saranghaeyo (sambil memperagakan simbol cinta dengan ibu jari dan telunjuk)"
Dengan masih menggunakan seragam sekolah dan sedang mencoba untuk melepas sepatu, putri kami menyampaikan bahwa ada teman satu kelas yang menyukainya.
Beberapa saat saya terdiam sebentar mencoba memahami apa yang putri kami sampaikan sesaat setelah tiba di rumah, dalam hati kami,
"duh anak mulai pacaran nih, sudah mulai fase cinta-cinta monyet jangan-jangan"
Ngerti-ngertinya ya tentang simbol saranghaeyo dan apa maksud dari simbol itu, bahkan putri kami langsung to the point menyatakan bahwa "ada teman yang suka", artinya putri kami paham bahwa simbol saranghaeyo adalah simbol untuk menyatakan cinta.Â
Saya mencoba memperjelas apa yang putri kami sampaikan,Â
"memang disukain itu maksudnya gimana dek"
putri kami pun mencoba menerangkan,Â
"ya kalau aku lewat dia ketawa-tawa dan tangannya gini (simbol saranghaeyo)"
lantas saya mencoba menepis apa yang mungkin sedang bergejolak di dalam hati putri kami,Â
"heleh, ya nggak lah dek, sama semua teman kan memang harus ramah"
Terus terang saya merasa lucu sekaligus was was dan bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mungkin seusia putri kami yang masih duduk di kelas 2 SD sudah merasakan fenomena sir-siran.Â
Tapi kalau teringat tentang bagaimana malunya ketika di cie -cie in saat SD kelas 2, pada akhirnya saya menyadari bahwa di usia putri kami dan dulu saat kami seusia dengan putri kami yang sekarang, ada perkembangan naluriah sebagai manusia untuk belajar bagaimana rasanya mencintai dan dicintai oleh orang lain selain keluarga dengan kecintaan yang berbeda dengan kecintaan kepada keluarga.
Saya masih ingat dulu bagaimana malunya saya hanya karena di tulis namanya di papan tulis dengan nama seorang teman perempuan. Ada salah satu teman saya yang iseng menulis nama "Junjung dan Novi"Â di papan tulis, dan itu rasa malunya luar biasa, padahal kami tidak ada hubungan apa pun, secara kami masih anak SD.Â