Sementara, orang nomor satu negeri ini kala itu juga mengirimkan testimoni yang ditulis di secarik kertas langsung ditujukan untuk dirinya. Penjelasan SBY tersebut langsung diberikan oleh Jero Wacik ke Majelis Hakim yang mengadilinya. Bagaimana hakim melihat testimoni dari SBY tersebut? Adakah tanggapan yang dilontarkan atau dibacakan hakim mengenai hal itu? Apakah KPK membaca testimoni tersebut dan seperti apa reaksi KPK? Hal ini patut dipertanyakan. Bagaimana tidak, banyak saksi yang dihadirkan dalam kasus ini. Semua bicara, bahwa Pak Jero Wacik tidak pernah menerima uang dari manapun sepersepun!
Kasus ini menarik untuk ditelaah. Banyak unsur-unsur politis di dalamnya. Rekaan politik kasus Jero Wacik “dimanfaatkan” segelintir orang untuk menderanya. Membunuh karakter seseorang secara perlahan-lahan, apakah melihat efek atau tidak. Berujung bui itu capaian yang diinginkan KPK kepada targetnya.
Tuduhan pemerasan ketika dirinya menjabat menteri di Kementerian Ekonomi Sumber Daya Mineral itu artinya sama saja menuduh dirinya melakukan tindak pemerasan untuk kepentingan memperkaya diri sendiri dan anggota keluarganya. Ini tidak tercermin sama sekali dari seorang Jero Wacik. Tuduhan pemerasan dengan total nilai sangat fantastis, Rp10.370.000.000 (Sepuluh miliar tiga ratus tujuh puluh juta).
Logika berpikir kita tentu bertanya-tanya jika tahu perjalanan Jero Wacik untuk menjadi menteri. Jero Wacik baru diangkat menteri sekitar Oktober 2011, sementara dana kickback berjalan sejak tahun 2010. Artinya, hal itu sudah berjalan jauh sebelum dirinya menjabat sebagai menteri. Dan sepertinya memang ingin ada orang yang dikorbankan dalam percaturan politik hukum negara ini. Disayangkan, ini tindakan seseorang yang tak mau mengakui kesalahan hanya untuk menyelamatkan diri sendiri.
Tidak puas dengang “penderitaan” yang diderakan kepada Jero Wacik, JPU melakukan jalan lain dari hasil putusan sidang pengadilan negeri, banding di tingkat pengadilan tinggi. Akan tetapi tetapi, lagi-lagi, dengan kekuatan doa yang dipanjatkan Jero Wacik, pengadilan tinggi tetap mengacu pada putusan pengadilan negeri. Dengan kata lain, banding JPU ditolak.
Kita akan lihat, sejauh mana peran penegak hukum untuk melihat kasus ini secara detail dengan bukti-bukti nyata. Apakah bobroknya penegak hukum serta dera hukum yang tidak etis akan terus diamini hingga Jero Wacik tetap berada dalam bui? Kita tunggu putusan selanjutnya. Yang benar tetaplah menjadi benar, itulah sepatunya yang perlu ditegakkan.
“Tuhan punya rencana besar setelah ini”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H