Di tengah-tengah lesunya pariwisata Indonesia, sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata kala itu, beliau punya tanggung jawab lebih, bagaimana mengembalikan kepercayaan dunia terhadap dunia pariwisata negara ini. Tidak bisa tidak, melalui cara-cara pendekatan dan sistem kerja yang bagus, dalam kurun waktu 5 tahun, dia berhasil menaikkan jumlah wisatawan lebih dari 50%.
Melalui kinerja cerdas beliau pulalah yang mulanya tak ada kini hadir, seperti terbukanya jenjang perkuliahan Studi Kebudayaan di Universitas Indonesia, Universitas Udayana, serta Universitas Gadjah Mada, dan lainnya. Sungguh sangat luar biasa, hidupnya didedikasikan benar-benar untuk kepentingan negara. Bahkan, istri dan anak-anaknya pun terkadang terabaikan.
“Penjajahan” Dimulai
Jero Wacik dipercaya SBY untuk menggawangi Kementerian Ekonomi dan Sumber Daya Mineral pada KIB Jilid II. Ketika itu, masa tugas dirinya di Kemenbudpar belumlah usai. Bermula dari Kementerian ESDM inilah, entah sengaja mengendus-endus atau memang tak ada kerjaan lain selain mengendus, KPK mulai mencari-cari kasus korupsi Jero. Lebih parahnya lagi, KPK juga sengaja mencari-cari kasus di Kementerian Budpar yang dikepalai Jero Wacik sebelumnya. Sebenarnya, apa maksud KPK tersebut?
KPK “mengacak-acak ketenangan di rumah orang”. Apakah KPK sengaja ingin menjegal karier Jero Wacik atau memang ingin menjatuhkan kredibilitas Partai Demokrat yang sebelum-sebelumnya para petinggi partai itu terjerat kasus yang sama? Atau hanya akal-akalan KPK saja untuk mencari-cari kesalahannya? Atau ada hal lain dari KPK yang ingin melakukan konspirasi dengan pihak-pihak tertentu tetapi tak tersampaikan? Mungkinkah Jero Wacik menjadi target “Yang diada-ada?”
Sepertinya terlihat, penjajahan demi penjajahan mulai dilakukan KPK. Tak hanya menjajah pribadi Jero Wacik, kasarnya, KPK pun menjajah kerabat dan keluarga beliau. Dari hasil jajah menjajah ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman 9 tahun penjara, denda Rp300 juta, dan harus mengembalikan uang negara Rp18,7 Miliar. Sementara, Hakim Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) menjatuhkan vonis 4 tahun penjara, denda Rp150 juta, dan harus mengembalikan uang negara Rp5 Miliar.
Saya masih bertanya-tanya, kesaksian para saksi seperti dianggap angin lalu. Padahal jelas Jusuf Kalla mengatakan mengenai DOM, itu sebagai Deskresi Menteri, artinya menjadi kewenangan menteri dan tidak dapat dipisahkan antara menteri dengan pribadi. Jadi, JPU perlu menjeli dengan hal ini.
Hal mengagetkan semua orang, terutama keluarga dan sahabat-sahabatnya, tatkala Jero Wacik didakwa melakukan pemerasan terkait pasal 12 huruf e. Jero Wacik disangkakan melakukan tindak pemerasan di Kementerian ESDM dan memaksa bawahannya. Terlihat tidak, track record beliau selama menjadi menteri dengan nyata bekerja dan hasilnya membuat SBY kagum? Ada dan terlihat! Tidak terlihat dari gaya dan gerak gerik Jero untuk melakukan tindak pemerasan. Itu bukan karakter beliau. Apalagi, di Bali beliau sebagai pemangku, orang yang sangat dihormati dan menjadi pemimpin tertinggi di Pura untuk umat Hindu sembahyang.
Survei ataupun hasil riset belum pernah ada yang menyatakan bahwa Jero Wacik itu seorang pemeras dan pemaksa bawahan.
Hal ini dapat di-crosscheck dengan instansi tempat beliau ketika itu mengabdikan diri. KPK atau JPU dapat melakukan investigasi secara detail dan ketat kepada, almamater beliau, UI dan ITB. Tempat bekerja beliau sebelumnya, Astra, dan dilingkungan Partai Demokrat sendiri. Bahkan, SBY sangat mengenal baik siapa Jero Wacik. Bahkan KPK dan JPU dapat menanyakan juga langsung kepada pejabat-pejabat yang pernah dikomandai oleh dirinya.
Jero Wacik hanya meminta kepada seluruh bawahannnya untuk bekerja secara baik, mengabdikan diri untuk negara. Bekerja keras, menaati seluruh UU dan seluruh peraturan yang ada. Bahkan, beliau dengan tidak malu meminta kepada bawahannya untuk memberitahukan dirinya mengenai peraturan yang berlaku agar tidak terjadi pelanggaran. Hal itu dikarenakan latar belakang beliau seorang pengusaha (Swasta). Untuk swasta peraturan itu berbeda dengan di pemerintahan. Sekitar tujuh ribu pegawai di Kementerian ESDM dapat ditanyai secara masif dan individual.