Mohon tunggu...
Jun Joe Winanto
Jun Joe Winanto Mohon Tunggu... Koki - Chef

Menulis sebagai rangsangan untuk sel-sel otak agar terus berbiak. La Cheo Joe, banyak menulis buku, tetapi tidak untuk diterbitkan secara komersial. Buku-buku tersebut diperuntukkan untuk proyek Departemen Pendidikan Nasional dari beberapa penerbit. Lebih dari 100-an judul buku telah ditulisnya. Lahir pada 9 Juni di “Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah”, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Cita-citanya berbelok seratus delapan puluh derajat dari yang diidam-idamkan menjadi Dokter Kandungan. Kuliah pun sebenarnya tak diinginkan oleh kedua orang tuanya karena sesuatu dan lain hal. Cerita berkata lain, diam-diam Sang Guru Bimbingan Karier (BK) SMA-nya memberikan berkas lembaran sebagai Mahasiswa Undangan ke Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. La Cheo Joe sempat merenungi keputusan saat jari-jemarinya menjentikkan pulpen mengisi titik-titik bernama. Perjalanan kariernya di beberapa perusahaan, mengantarkannya untuk berkeliling daerah di Indonesia. Mulai dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan. La Cheo Joe sebagai penyuka olahraga selam, masak,icip-icip makanan, traveling, dan naik gunung ini, bercita-cita punya “tempat makan” sendiri dan ingin segera merampungkan salah satu bukunya yang sempat tertunda lama. Untuk mengenal lebih jauh dengannya, dapat dihubungi via email: junjoe.gen@gmail.com atau di nomor telepon 0857 1586 5945.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jambi: Tanah Pilih Pesako Betuah

25 Februari 2015   22:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:30 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Lain lubuk lain ikan, lain padang lain belalang”. Kiranya, peribahasa itu tepat menggambarkan keberagaman wilayah negeri tercinta ini, salah satunya Tanah Pilih Pesako Betuah. Anda tentu penasaran kan, apa dan siapa  Tanah Pilih Pesako Betuah tersebut?

Frasa “Tanah Pilih Pesako Betuah” tertulis di lambang Kota Jambi sekarang. Menurut orang tua pemangku adat Melayu Jambi, dulunya Tuanku Ahmad Salim dari Gujarat berlabuh di selat Berhala dan mengislamkan orang Melayu di daerah itu. Lantas, ia membangun pemerintahan baru berdasarkan Islam bergelar Datuk Paduko Berhalo yang menikahi putri dari Minangkabau bernama Putri Selaras Pinang Masak. Dikaruniai empat anak yang  menjadi datuk di wilayah itu.

Adapun putra bungsunya yang bernama Orang Kayo Hitam ingin meluaskan wilayah hingga ke pedalaman. Jika ada tuah, membangun kerajaan baru. Ia menikahi anak Temenggung Merah Mato bernama Putri Mayang Mangurai. Temenggung Merah Mato lantas memberi mereka sepasang Angsa dan Perahu Kajang Lako. Kepada anak dan menantunya, Temenggung berpesan agar menghiliri Sungai Batanghari untuk mencari tempat mendirikan kerajaan yang baru ketika sepasang angsa yang dibawa akan naik ke tebing dan berhenti di tempat itu selama dua hari dua malam.

Setelah beberapa hari menghiliri Sungai Batanghari, sepasang angsa itu naik ke darat di sebelah hilir (kampung Jambi), Kampung Tenadang dahulu namanya. Sesuai amanah mertuanya maka Orang Kayo Hitam dan istrinya mulai membangun kerajaan baru yang disebut “Tanah Pilih”, dijadikan sebagai pusat pemerintahan kerajaan (Kota Jambi) sekarang.

Ketahuilah ayah, nama Jambi itu berasal dari kata ‘Jambe’ di bahasa Jawa artinya ‘pinang’. Kemungkinan besar Tanah Pilih dijadikan tapak pembangunan kerajaan baru, pohon pinang banyak tumbuh di sepanjang aliran Sungai Batanghari, karenanya nama itu dipilih oleh Orang Kayo Hitam.

Liku-Liku Sejarah Jambi

Di awal abad ke-7 di dekat muara Sungai Batanghari muncul kerajaan Melayu Tua. Kerajaan tersebut punya kuasa terhadap pelabuhan tua yang ada di muara sungai. Berdasarkan literatur China, kerajaan Melayu Tua terdapat sekitar 5.000 pasukan. Perdagangan di sekitar wilayah itu berkembang pesat dan dapat menarik perhatian kerajaan besar Sriwijaya yang berada di Palembang. Pada 686 Masehi, kerajaan Sriwijaya berhasil menundukkan kerajaan Melayu Tua dan mengambil alih pelabuhan. Ahli sejarah memperkirakan, Muara Jambi sebagai ibukota kerajaan Melayu Tua yang berada di bawah pengawasan Kerajaan Sriwijaya.

Ketahuilah, agama Islam masuk ke Jambi pada abad ke-16. Itu bersamaan dengan datangnya orang-orang Belanda. Pada 1616, perusahaan perdagangan Belanda yang bernama The Dutch East India Company, membuka kantor di Jambi yang lantas mengadakan kerjasama dengan penguasa Melayu, Sultan Muhammad Nakhrudin. Belanda juga berhasil memperoleh hak monopoli dalam perdagangan lada yang banyak dihasilkan di negeri tersebut. Pada 1901, Belanda memindahkan kantor dagangnya ke Palembang, Sumsel dan melepaskan pengawasannya dari Jambi.

Dari berbagai buku sejarah dan literatur yang diperoleh dari situs Provinsi Jambi, cikal bakal Provinsi ini  dimulai dari Karesidenan. Jambi ditetapkan sebagai Karesidenan pada tanggal 27 April 1904, setelah gugurnya Sultan Thaha Saifuddin dan berakhirnya masa Kesultanan Jambi.

Ketika itu Belanda berhasil menguasai wilayah wilayah Kesultanan Jambi. Awalnya, Karesidenan Jambi masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie. Residen Jambi yang pertama, O.L Helfrich yang diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli 1906. Kekuasaan Belanda atas Jambi berlangsung ± 36 tahun, karena pada tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang. Pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada Sekutu.

Jambi dalam Sketsa

Nah, kini saatnya saya memperkenalkan objek-objek wisata yang bisa keluarga kunjungi saat berlibur ke kota ini.

Taman Rimba

Taman ini memiliki luas 24 hektar sekitar 400 meter dari Bandara. Dapat ditempuh dalam waktu 30 menit dengan kendaraan pribadi dan umum dari pusat kota Jambi. Di taman ini kita akan mendapati beragam satwa hutan dan bentuk beragam rumah adaat di setiap kabupaten di Jambi.

Sungai Batanghari

Sungai ini memiliki lebar lebih kurang 300 meter. Bisa menjadi pilihan wisata alam bebas kita dan keluarga. Kita bisa menaiki perahu Pompong (orang Jambi biasa menyebutnya) dari Tanggo Rajo kota Jambi sembari melihat rutinitas masyarakat di pinggiran sungai. Juga bisa melihat kesibukan pagi hari di Pasar Angso Duo yang bisa dilihat dari pinggiran Sungai Batanghari. Hal yang lebih menarik lagi, kita dapat menikmati wisata malam makan jagung bakar di “Ancol” Jambi sambil melihat kerlap-kerlip lampu kapal dan rumah-rumah penduduk dari tepian sungai.

Perkebunan Nenas Tangkit

Dari proses tanam, panen, hingga membuat dodol dan selai nenas ada di kebun dengan luas 4.000 hektar di atas lahan gambut. Tepatnya berada di Desa Tangkit Baru menjadi keasyikan baru. Sekitar 30 menit dari pusat Kota Jambi, kita dapat menikmati indahnya kebun ini.

Selat Berhala

Menyusuri lebih jauh lagi Sungai Batanghari menuju ke laut, kita akan menjumpai satu selat, yaitu Selat Berhala. Di sana terdapat pulau kecil dengan pemandangan yang sangat indah. Memiliki luas 200 hektar dengan hamparan pasir putih yang tak tersentuh pencemaran di huni beragam batu karang. Selat Berhala dikelilingi tiga pulau yang memiliki pantai sebagian berbatu dan berpasir putih. Sebagian pulau tanpa penghuni dan sedikit pohon kelapa.

Candi Muara Jambi

Mungkin lebih tepat  disebut kompleks percandian. Karena  di area ini terdapat beberapa candi, mulai Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Astano, juga beberapa makam kerabat kerajaan. Saat saya datang ke tempat ini sedang berlangsung Festival Muara Jambi. Festival itu mengetengahkan kebudayaan Jambi secara menyeluruh. Saya ditemani dua anak penduduk setempat sebagai pemandu wisata menuju ke sana. Perjalanan kami tempuh dengan mengendarai sepeda motor lebih kurang 1.5 jam dari pusat kota Jambi. Mereka menunjukkan beberapa candi yang punya nilai sejarah tinggi. Saya mengabadikan mereka dalam bingkai jepretan kamera saku dengan kualitas gambar yang cukup bagus. Setiap candi jelas menggambarkan kisah-kisah pada masa kejayaan kerajaan dahulu.

Taman Budaya-Sungai Kambang

Taman ini berada di daerah Sungai Kambang Telanaipura di tengah kota Jambi. Di tempat ini ada banyak pertunjukkan sering dilakukan. Termasuk pagelaran seni tradisional dan modern. Di tempat ini terdapat galeri seni rupa dan perpustakaan yang punya koleksi dokumentasi beragam kegiatan kesenian kota Jambi.

Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)

Luas arealnya mencapai 1,5 juta ha dengan gunung tertinggi di pulau Sumatera, gunung Kerinci (3.805 meter). TNKS ada diempat wilayah perbatasan antara Jambi, Sumbar, Bengkulu, dan Sumsel. Wilayah kerinci adalah daerah lembah yang subur berbatasan dengan bukit barisan. Kawasan ini kaya dengan flora dan fauna termasuk bunga terbesar di dunia, Rafllesia arnoldi.

Batu Gong

Batu  ini memiliki ukiran yang dulunya tempat hidup manusia purba. Berada di Desa Muak, sekitar 25 km dari Sungai Penuh. Diperkirakan batu itu diukir oleh manusia purba yang hidup sekitar 2.000 tahun lalu. Di sekitar Danau Kerinci itu juga ditemukan genderang yang diperkirakan berasal dari zaman besi dan tembaga.

Gua Tiangko

Terletak di Desa Sengering sekitar 9 km dari Sungai Manau yang berada di pinggir jalan raya menuju ke bangko. Di dalamnya terdapat stalaktit dan stalagmite. Gua ini paling terkenal karena ditengarai tempat hidup manusia purba sekitar 9.000 tahun lalu.

Danau Kerinci

Terletak di kaki Gunung Raja (2.543 m sekitar 20 km sebelah selatan Sungai Penuh. Di sekitar danau ini terdapat batu berukir  berasal dari manusia megalit yang hidup ribuan tahun lalu. Luar biasa!

Rasanya tidak pas ya wisata tidak bicara kuliner setempat. Jambi, hampir mirip dengan provinsi tetangganya seperti Sumsel dan Bengkulu. Makanan khas pempek dengan kuah ‘cuko’, burgo dari tepung beras yang diberi kuah ikan bersantan gurih, lempok (dodol durian), rambutan goreng, dodol nenas, juga tekwan.

Jambi termasuk provinsi yang banyak menghasilkan durian, tak heran jika tempoyak (asam durian) bertebaran di pasar tradisional dengan bau yang khas. Gulai asam tempoyak bagi yang suka durian tentu menjadi kenikmatan tersendiri. Dimasak bersama ikan patin, gabus, bujuk, atau nila semua terasa nikmatnya. Tergiur? (Jun Winanto).

Informasi

Tiket Pesawat JKT-JBI: IDR 600.000 exclude airport tax (tergantung Maskapai)

Taksi Bandara ke Penginapan: IDR 60.000

Hotel: IDR 300.000 s.d. 500.000 tergantung kamar

Sewa mobil/hari: IDR 350.000 exclude bensin dan makan driver

Sewa Sepeda Motor/hari: IDR 100.000 exclude bensin

Cinderamata: Kisaran IDR 5.000 s.d. IDR 500.000,00

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun