Teori keterikatan (attachment theory) yang dikembangkan oleh John Bowlby dan diperluas oleh Mary Ainsworth merupakan salah satu teori psikologi yang sangat berpengaruh dalam memahami perkembangan sosial dan emosional anak. Teori ini menekankan pentingnya hubungan emosional yang erat antara anak dengan pengasuh utamanya (biasanya ibu), dan bagaimana hubungan ini mempengaruhi perkembangan psikologis serta interaksi sosial anak di masa depan. Berikut adalah penjelasan mendalam tentang teori attachment yang dikemukakan oleh John Bowlby dan Mary Ainsworth.
John Bowlby: Konsep Dasar Teori Attachment
John Bowlby, seorang psikolog asal Inggris, adalah tokoh utama yang mengembangkan teori attachment. Bowlby percaya bahwa keterikatan antara anak dan pengasuh adalah kebutuhan biologis yang memiliki tujuan evolusioner untuk memastikan kelangsungan hidup anak. Ia berpendapat bahwa bayi dilahirkan dengan mekanisme bawaan untuk membentuk hubungan yang kuat dengan pengasuh, yang akan memberikan rasa aman dan perlindungan yang diperlukan untuk bertahan hidup.
Bowlby melihat keterikatan sebagai ikatan emosional yang kuat antara anak dan orang dewasa yang memberi dukungan emosional. Pada awal kehidupannya, anak sangat tergantung pada pengasuh untuk mendapatkan perawatan dan perlindungan, sehingga hubungan ini menjadi sangat penting dalam membentuk rasa aman pada anak. Bowlby juga memperkenalkan konsep “internal working models,” yaitu gambaran mental yang terbentuk di dalam diri anak mengenai dunia sosial dan hubungan interpersonal. Model ini berkembang berdasarkan pengalaman dengan pengasuh dan berfungsi untuk membimbing perilaku sosial anak di masa depan.
Mary Ainsworth: Penelitian Empiris dan Konsep Attachment Styles
Mary Ainsworth, seorang psikolog asal Amerika yang bekerja sama dengan Bowlby, melakukan penelitian empiris yang sangat penting untuk mendalami dan menguji teori keterikatan. Salah satu kontribusinya yang paling terkenal adalah penelitiannya yang disebut "Strange Situation Procedure" (Prosedur Situasi Aneh) pada tahun 1970-an. Penelitian ini dirancang untuk mengamati respons anak terhadap pemisahan dan pertemuan kembali dengan pengasuh mereka dalam situasi yang terkontrol.
Melalui penelitian tersebut, Ainsworth mengidentifikasi tiga pola keterikatan utama yang terbentuk antara anak dan pengasuhnya:
Attachment Aman (Secure Attachment): Anak dengan pola keterikatan aman merasa aman ketika berada di dekat pengasuh dan dapat menjelajahi lingkungan dengan rasa percaya diri, mengetahui bahwa pengasuh akan memberi perhatian dan perlindungan jika diperlukan. Jika pengasuh meninggalkan ruangan, anak akan merasa cemas, tetapi mereka akan merasa lega dan senang saat pengasuh kembali. Anak-anak dengan pola keterikatan ini biasanya menunjukkan hubungan sosial yang sehat dan percaya diri.
Attachment Tidak Aman Ambivalen (Ambivalent/Resistant Attachment): Anak dengan pola keterikatan ambivalen merasa sangat cemas ketika pengasuh meninggalkan mereka, dan meskipun mereka senang ketika pengasuh kembali, mereka juga menunjukkan ketegangan, bahkan mungkin menolak pengasuh atau marah pada pengasuh karena perpisahan tersebut. Pola ini seringkali terkait dengan pengasuh yang tidak konsisten dalam merespons kebutuhan anak, sehingga anak merasa bingung dan tidak tahu apa yang diharapkan dari pengasuh mereka.
Attachment Tidak Aman Penghindaran (Avoidant Attachment): Anak dengan pola keterikatan penghindaran cenderung menghindari atau tidak mencari perhatian dari pengasuh ketika mereka merasa terancam atau cemas. Ketika pengasuh meninggalkan ruangan, anak-anak ini tidak menunjukkan respons emosional yang jelas, dan mereka mungkin tidak terlalu menunjukkan kegembiraan saat pengasuh kembali. Anak-anak ini mungkin belajar untuk mengandalkan diri mereka sendiri daripada mencari kenyamanan dari pengasuh mereka, yang seringkali diakibatkan oleh pengasuh yang tidak responsif atau mengabaikan kebutuhan emosional anak.
Ainsworth juga menyarankan bahwa keterikatan anak dapat dipengaruhi oleh kualitas hubungan yang dibentuk dengan pengasuh mereka selama periode awal kehidupan. Pengasuh yang responsif dan peka terhadap kebutuhan emosional anak cenderung membentuk pola keterikatan yang aman, sementara pengasuh yang tidak konsisten atau mengabaikan kebutuhan anak dapat mempengaruhi pembentukan pola keterikatan yang tidak aman.