"Sudah janjian?"
"Sudah Juma"
"Ya kan kasihan saja sama kamu, nanti kecile kalau belum janjian."
"Kecele, bukan kecile loh Juma. Salah itu, iya sudah kok janjian kok. Udah pernah juga ke sana, Rumahnya gak jauh dari Lapangan sepak bola yng ada di sana."
"Kecile, benar." Jawabku.
"Kecele"
"Kecile uhh" Kami bagai bernyanyi.
"Bahasaku Kecele, kamu yang salah tuh"
Kami saling memborbardir serta berposisi memepertahankan kebenaran masing-masing.
Kuperhatikan piring beliau sudah bersih, GadisMu sosok cantik yang menghargai pangan. Kebencian dirinya menjadi gemuk hanya opsional. Saat aku mengatakan bahwa kegemukan tak dapat disalahkan, GadisMu mengkondisikan keadaan. Ia lahap dan sangat rapi dalam hal menyantap, ia menghabiskan waktu lama untuk menyantap makanan. Saat makan saja sudah anggun dan rapi, ia sosok yang makin sempurna. GadisMu menantangku untuk bersunguh-sungguh segera mengangkat kaki dari Jogja, segera pergi mencari harta dunia untuk kembali ke Tanah Mataram menjemputnya, bersama membangun negeri tertinggal di ujung sana lewat keguruannya.
"Ayo, sebentar lagi aku masuk kelas, waktu sudah mendekati 12.40 WIB. Antarkan aku kembali ke Almamaterku ya? Boleh tidak?" Aku menanyakannya sambil memohon tolong.