Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 'hoaks' didefinisikan sebagai berita bohong. Dalam Oxford English Dictionary, 'hoax' didefinisikan sebagai malicious deception atau dalam bahasa Indonesia adalah kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat.Â
Hoaks dapat diibaratkan seperti virus setua umur umat manusia yang berbahaya karena ia dapat mengganggu kedamaian dan menghancurkan hubungan kekerabatan. Tak hanya hubungan kekerabatan, hoaks juga dapat mengganggu persatuan dan kesatuan negara serta mengganggu pikiran dan hati seseorang yang terkena dampaknya.
Sayangnya, masih banyak orang, terutama pengguna internet, yang masih mendefinisikan hoaks sebagai berita atau informasi yang tidak mereka sukai. Sehingga, banyak berita buruk yang sesungguhnya bersifat informatif yang termakan oleh istilah hoaks yang bersifat subjektif. Perlu diketahui, hoaks jauh lebih berbahaya pada zaman dahulu daripada pada zaman sekarang.Â
Zaman dulu di sini adalah zaman sebelum internet menjadi bagian besar di sendi-sendi kehidupan umat manusia, karena pada saat itu, berita yang mengandung hoaks sangat sulit untuk diverifikasi atau dibuktikan kebenarannya. Hoaks ini sendiri dapat juga berupa fakta yang dipelintir demi kepentingan hiburan (lelucon) maupun kepentingan politik.
Di dalam literasi media digital, terdapat hoaks di dalamnya, dan untuk memahami letak hoaks dalam literasi media digital, kita sudah tentu perlu memahami makna kata 'literasi' itu sendiri.Â
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 'literasi' didefinisikan sebagai kemampuan menulis dan membaca, pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, serta kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Sedangkan, dalam bahasa Inggris, 'literasi' dikenal dengan istilah 'literate' yang berarti 'paham atau pemahaman'.
'Paham atau pemahaman' di sini berarti kemampuan kita untuk mengerti sesuatu sehingga terjadi perubahan perilaku (yang tadinya kurang baik, menjadi lebih baik). Literasi jika dikaitkan dengan kata paham atau pemahaman, artinya akan menjadi sebuah tolok ukur tentang sejauh mana kita dapat memahami suatu informasi, sehingga kita dapat membedakan mana informasi yang mengandung kebenaran dan mana informasi yang mengandung hoaks.
Saat ini, apalagi di dalam media mainstream seperti TV, informasi berjalan dengan cepat dan oleh karen itu, TV dijadikan arus utama untuk mendapatkan informasi bagi 96% orang Indonesia. Perlahan-lahan, batas antara TV dengan media digital semakin memudar.Â
Konten dari TV acap kali ditayangkan di sosial media dan konten sosial media acap kali ditayangkan di TV, audience pun menyukainya, sehingga hal-hal seperti ini semakin sering terjadi, salah satu faktor utamanya adalah demi rating yang tinggi akibat animo masyarakat yang tinggi pula.
Media digital, atau lebih tepatnya sosial media, dapat diibaratkan seperti pisau, khususnya media sosial seperti Facebook dan YouTube. Pisau di sini dapat diartikan sebagai suatu alat penunjang kegiatan, pisau dapat kita gunakan untuk memotong daging dan sayur-sayuran yang akan kita masak, di sisi lain, pisau juga dapat kita gunakan untuk menyakiti orang (menusuk atau membunuh).Â
Begitulah sosial media, kita bisa menggunakannya untuk menyiarkan hal-hal positif dan kita juga bisa menjadikannya alat penyebar fitnah yang kita telah buat, semuanya ada di tangan kita. Cara kita menggunakan sosial media inilah yang dapat menentukan dan mengukur telah sejauh mana kita dapat melakukan literasi menggunakan media pada era digital (media digital), atau secara sederhana dapat disebut sebagai literasi media digital.