“Kau tak boleh ada disini, setidaknya kau tidak boleh melihatku melakukannya...” Suara Adam bergetar samar “aku mencintaimu dengan hatiku dan seluruh jiwaku, aku sama sekali tak ingin melihatmu tersiksa karenaku” pria tinggi itu mulai menitikkan air matanya, ketangguhannya seketika rapuh tertelan duka mendalam.
“Kalau begitu jangan tinggalkan aku...” aku mulai merintih, aku sadari itu... konyol, tapi aku sungguh tak pernah sanggup harus kehilangan dirinya.
“Aku harus...” katanya lagi
“Lakukan sekarang!” kataku sedikit membentak.
“Aku tidak bisa, aku takkan pernah mengorbankanmu...” Adam memperhatikan sekitar lagi, kali ini entah apa yang dirasakannya dengan keramaian kafe itu.
Aku muak dengan drama ini, aku benci harus mengatakan aku takkan pernah menginginkan kematiannya. Tapi, toh kami sama – sama mencintai, kami saling jatuh cinta dan memberi nyawa kami satu sama lain. Kuambil kopi itu, menenggak sedikit saja, Adam terkejut, dia tidak menyangka aku akan melakukannya.
“Panas...” kataku mulai merasakan sesuatu yang sangat tidak baik pada tenggorkanku. Kurasakan tubuhku mulai kehilangan kehangatannya, dingin dan aku sudah sampai pada pintu kematian.
“Romeo... Romeo...” hanya ucapan itu yang kudengar, sebelum akhirnya kurasakan tubuhku melayang diudara. Mungkin tiga atau empat orang yang mengangkat tubuhku, keluar dari kekacuan yang sudah kubuat.
“Romeo...” Suara itu, sekali lagi kudengar diiringi isak tangis dari yang paling ku kenal. Adam merintih, menangis, ia bahkan berteriak. Tapi aku hanya bisa mendengarnya, tidak melihat, tidak bisa mengatakan apapun lagi.
Tubuhku berhenti dari gemuruh pria – pria yang mengangkatku. Kali ini aku bisa melihat jelas, dengan sangat jelas tubuhku berada disebuah tempat tidur yang nyaman, disisiku Adam tidak mengeluarkan ekspresi apa – apa.
“Mati...” kata seorang pria berjubah putih, Adam hanya melihat tubuh yang pernah dicumbunya itu, Adam tidak bergerak, tidak bersedih, aku tahu dia bahkan tidak bisa menunjukkan rasa sedih dan kehilangannya lagi kini. Adam, jiwanya sudah mati melihat tubuhku yang kaku tak bernyawa, membatu dengan senyuman yang paling akhir yang bisa ditatapnya.