Situ Bahar, yang berlokasi di Desa Sidamukti, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Sukmajaya, Depok, merupakan aset lingkungan strategis yang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem lokal sekaligus menjadi destinasi wisata. Dengan luas mencapai 900 meter persegi, Situ Bahar berfungsi sebagai area resapan air, habitat bagi biodiversitas lokal, dan sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar. Situ Bahar ini berlokasi dekat dengan daerah persawahan penduduk dan rawa di selatan, empang dan kebun garapan penduduk di barat, dan perumahan dan pemukiman penduduk di utara dan timur. Situ ini juga banyak dikunjungi oleh penduduk sekitar untuk berjalan dan bersantai di sekitar situ sambil menikmati udara pagi.
situ bahar telah mengalami pencemaran. Akibat keresahan warga yang semakin meningkat, warga mulai melapor pada Juru Situ Bahar dengan harapan tidak ada lagi limbah B3 yang mencemari situ. Selanjutnya Juru Situ Bahar melaporkan pencemaran ini kepada instansi terkait sekaligus melampirkan bukti pencemaran tersebut.
Namun, keindahan Situ Bahar mulai terganggu oleh masalah serius yakni pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Dalam beberapa bulan terakhir, penduduk sekitar dibuat resah dengan adanya bau yang sangat menyengat di sekitar situ sehingga mengganggu lingkungan sekitar. Air situ juga mulai berubah menjadi berwarna hitam atau coklat gelap, berbusa, dan mengeluarkan aroma tak sedap. Selain itu, Pencemaran Situ Bahar ini telah menyebabkan ribuan ikan air tawar mabuk dan mati mengapung. Hal ini menunjukkan bahwaSetelah dilakukan investigasi hingga ke hulu wilayah Kabupaten Bogor oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Depok, diketahui bahwa pencemaran yang terjadi di Situ Bahar diakibatkan oleh limbah  berbahaya dan beracun (B3) yang berasal dari dua pabrik, yaitu pabrik tekstil dan pabrik lem yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor. Ironisnya, pencemaran ini bukan pertama kalinya terjadi. Menurut warga sekitar, pencemaran oleh limbah pabrik ini telah terjadi selama bertahun-tahun. Permasalahan ini tidak pernah tuntas dan hanya berhenti sementara. Saat pabrik diberi teguran mereka akan berhenti, tetapi setelah 10 hari atau sekitar 2 minggu limbah akan mengalir lagi ke situ dan terus berulang seperti itu. Padahal pabrik ini telah mempunyai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang bagus, bahkan di sekitar pabrik juga telah dipasangi CCTV. Namun, limbah pabrik ini terus mengalir ke Situ Bahar dan mencemari situ. Banyak masyarakat di sekitar Situ Bahar yang ingin menyumbangkan bibit ikan di Situ Bahar. Namun, ditolak lantaran kondisi situ yang tidak memungkinkan untuk pembibitan ikan. Pencemaran ini dikhawatirkan akan berdampak pada sumur warga di sekitar situ dan mempengaruhi kesehatan mereka akibat air tercemar yang menyerap kedalam tanah dan merambah ke sumur resapan warga. Sehingga, diperlukan penanganan serius dari pihak yang berwenang terkait permasalahan ini.
kebijakan yang konkrit, agar kasus pencemaran ini bisa mendapat solusi yang tepat. Selain itu, karena pencemaran ini melibatkan 2 wilayah administrasi yang berbeda, pihak DLHK Depok juga telah menghubungi DLH Provinsi Jawa Barat untuk melakukan permohonan penanganan pengaduan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Setelah penelusuran yang dilakukan, saat ini pihak DLHK Depok telah melakukan upaya pengaduan kepada kementerian sebagai tindak lanjut. Pemetaan penyelesaian masalah juga telah dibuat oleh pihak terkait. Namun, diperlukan adanya penguatan serta
Pencemaran Situ Bahar juga mengingatkan kita akan pentingnya partisipasi aktif masyarakat. Warga dapat menjadi pengawas lingkungan dengan melaporkan setiap indikasi pencemaran kepada pihak berwenang. Selain itu, edukasi mengenai pentingnya menjaga lingkungan harus terus digencarkan agar semua pihak, baik masyarakat maupun pelaku usaha, memiliki kesadaran kolektif dalam melestarikan sumber daya alam. Melihat kompleksitas masalah ini, solusi komprehensif harus segera dilakukan. Situ Bahar tidak hanya memerlukan pemulihan ekosistem, tetapi juga jaminan keberlanjutan agar peran strategisnya sebagai penyangga ekologi dan sumber kehidupan tetap terjaga. Jangan sampai situ ini menjadi bukti kegagalan kita dalam menjaga warisan lingkungan untuk generasi mendatang.
Penulis: Junilla Tristanti, Nadia Eliza (2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H