“Cuk.. nang ndi ae kon"... Penggalan dialek ini saya dengar di bandara Juanda ketika saya menunggu kendaraan penjemput. Terasa aneh dan asing karena saya bukan penutur dan tidak berasal dari Surabaya. Hanya saja saya memiliki banyak sejawat dan kerabat dari Surabaya.
Di Jawa Timur dialek tersebut dikenal sebagai boso Suroboyoan, sering juga disebut Arek’an, sebuah variasi bahasa yang unik, berbeda baik dalam kosa kata, tata bahasa maupun pengucapan (fonologi).
Dialek ini berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya dan sekitarnya, terutama para pemuda (Arek). Secara struktural, bahasa Suroboyoan dapat dikatakan sebagai bahasa paling kasar. Namun demikian Bahasa yang lebih halus (krama dan krama inggil) masih digunakan oleh beberapa kalangan sebagai bentuk penghormatan atas orang lain.
"Cuk", atau "Jancuk" berasal dari kata 'dancuk' atau 'diancuk' adalah turunan dari 'diencuk' yg artinya 'disetubuhi', sebuah ujaran yang sangat kasar dan sangat tidak sopan. Dialek Suroboyoan bisa jadi yang terkasar, namun sebenarnya merupakan ekspresi dan menunjukkan sikap tegas, lugas, dan terus terang.
Basa basi, unggah ungguh yang biasa dikenal di kalangan wong Jawa, tidak berlaku dalam kehidupan Arek Suroboyo. Termasuk dalam praktek berbicara, dialog atau berkomunikasi lisan. Secara umum kebiasaan wong Jawa menekankan tidak boleh memandang mata lawan bicara yang lebih tua atau yang dituakan atau pemimpin, karena dianggap tidak sopan. Tapi dalam budaya Arek Suroboyo, hal tersebut justru menandakan bahwa orang tersebut sejatinya pengecut, karena tidak berani memandang mata lawan bicara.
Jancuk pada galibnya merupakan tanda persahabatan. Arek-arek Suroboyo terutama yang berteman dekat. Bila telah lama tidak bertemu dengan sahabatnya dan bertemu kembali pasti ada kata ‘cuk atau jancuk’ yang terucap, seperti ungkapan diatas. Bahkan “cuk” malah berfungsi sebagai kata ganti “kamu” atau “kon”. Jancuk juga merupakan tanda seberapa akrab atau dekat Arek Suroboyo dengan temannya yang ditandai apabila ketika kata jancuk diucapkan, obrolan akan semakin cair dan akrab. Termasuk kosa kata lainnya seperti "Jangkrik", "mbokmu", "bathukmu atos", "dengkulmu", "ndasmu", dll
"Yo ra ngono cuk, kat mau aku tolah-toleh, kon nang ndi ae” (Tidak begitu teman, sudah sejak tadi saya tengok kiri kanan, kemana saja kamu).
“Cuk, ngelu rek”
Surabaya, 29/04/2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H