Sebagai Negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia selalu menjadi sorotan Negara-negara lain, khususnya masalah demokrasi, Indonesia menjadi Negara dengan penduduk muslim yang paling berhasil dalam mengamalkan demokrasi, meskipun tak dapat dipungkiri banyak riak-riak yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam, banyak kelompok orang yang tidak puas dengan sistem hukum yang dibangun, dan ingin menjadikan Negara terpecah dengan berbagai aksi “Jihad” dengan bersandar pada pemaknaan teks kitab suci yang dipilih-pilih.
Sebagai seorang muslim dan menjadi warga negara Indonesia, kita tidak dapat memungkiri dan mengelak bahwa kita adalah majemuk, sejarah mencatat Indonesia merdeka adalah berkat perjuangan seluruh Masyarakat (Rakyat) indonesia tanpa terkecuali, ada darah yang harus dibayar oleh Muslim, Nasrani, Hindu, Katolik, Budha maupun agama-agama lainnya, jadi sejatinya apa yang kita dapatkan saat ini adalah buah dari perjuangan mereka para pahlawan, tanpa melihat suku, etnis, agama dan ras (Primordialisem), dan kemerdekaan ini adalah hak segala bangsa, maka sesunggunya siapapun warga Negara Indonesia berhak menjadi pemimpin di negeri ini selama mereka memiliki kapabilitas.
Akhir-akhir ini kita sedang dibenturkan kembali dengan isu SARA, entah ini berhubungan dengan masalah kepemimpinan apa bukan, kita bisa menilai benturan SARA ini jelas bermuatan politis, mudah sekali menelusuri jejaknya, pola ini selalu terjadi menjelang pemilu maupun pilkada, Jika menengok kembali ke belakang para politisi di negeri ini selalu saja memanfaatkan penggalan kitab suci untuk kepentingan politiknya dengan mendompleng fanatisme ummat, padahal mereka saja enggan melaksankan seluruh hukum-hukum yang ada dalam kitab suci, dan cenderung menentangnya, dalam dan masyarakat awam selalu saja menjadi orang yang dimanfaatkan dan dibenturkan untuk kepentingan politis ini.
Tanggung jawab Intelektual Muslim
Bagi kita orang muslim yang ingin mengesampingkan konsistusi dan ingin menafikan kemajemukan serta ingin menjadikan Alquran sebagai pedoman, Jangan salahkan mereka yang memilih pemimpin non muslim karena citra jujurnya, ini adalah tanggung jawab para intelektual muslim dan ulama, yang sampai saat ini belum mampu mengadirkan pemimpin-pemimpin muslim yang adil tegas, jujur dan berani, kecuali sangat sedikit, justru para pemimpin muslim lebih banyak menodai keagungan kitab suci, dengan melakukan berbagai penyelewengan yang bertentaangan dengan kitab sucinya
Islam adalah rahmat bagi semesta, tidak pantas seorang mukmin menggaungkan kebencian, dan mengadu domba umat atas pemaknaan teks kitab suci karena ketidakmampuannya menghadirkan pemimpin yang amanah, atau para politisi yang memanfaatkan kemurnian akidah ummat untuk mencapai tujuan politisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H