Mohon tunggu...
juni art
juni art Mohon Tunggu... -

non violence

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menanti Upaya Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu

22 April 2015   17:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:47 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca berita media hari ini bahwa pemerintah berencana akan membentuk tim gabungan mengusut kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi pada masa lalu seperti kasus Talangsari, Wamena-Wasior, penghilangan paksa, peristiwa petrus, G30S 1965, dan mei 1998. Berita ini merupakan angin segar bagi korban pelanggaran HAM dan patut diapresiasi.

Terkhusus korban pelanggaran HAM tragedy 1965 atau yang lebih dikenal peristiwa G30S tahun ini genap 50 tahun peristiwa tersebut. Khusus di wilayah Sumatera Utara jumlah korban lebih kurang 215.000 orang (data BAKUMSU*). Penderitaan yang dialami korban umumnya hampir sama diseluruh wilayah Indonesia tak terkecuali di Sumut. Bahkan hingga saat ini belum ada penyelesaian yang kongkrit dari pemerintah dalam hal penyelesaian terhadap kasus ini.

Tentu saja Peristiwa 1965 menyisakan kenangan tersendiri bagi korban. Sebab tak sedikit korban yang masih trauma akibat peristiwa tersebut. Kekerasan dan perampasan harta benda yang dilakukan secara semena-mena baik yang dilakukan oleh militer, perkebunan, pemerintah, maupun pribadi atas nama Negara seolah melegalkan tindakan tersebut. Bukan hanya masyarakat sipil yang mengalami peristiwa tersebut, bekas anggota TNI/POLRI, Pegawai Negeri sipil, karyawan BUMN, karyawan swasta yang kala itu bertugas juga mengalami hal yang sama bahkan tidak mendapatkan hak-haknya sebagai warga Negara Indonesia. Status mereka tidak jelas apakah dilakukan PHK atau tidak karena mereka tidak pernah menerima kompensasi, pesangon ataupun gaji pensiun. Pengusutan dan peradilan atas peristiwa ini tidak pernah dilakukan oleh negara. Yang terjadi malah sejarah diputarbalikkan dan kebenaran sejarah telah dimanipulasi untuk menopang kekuasaan rezim Suharto kala itu. Sekarang eranya sudah berbeda. Era reformasi masyarakat korban menantikan penyelesaian peristiwa HAM masa lalu namun tak kunjung datang. Meski demikian korban masih harus terus berjuang dan menuntut kepada Negara agar penyelesaian peristiwa pelanggaran HAM terus diselesaikan.

Dalam Nawacita tertulis menghormati HAM dan penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu harus diwujudkan dalam sebuah kebijakan yang lebih berkeadilan terkhusus bagi korban pelanggaran HAM masa lalu.

RUU KKR salah satu jalan penyelesaian

Saat ini RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi menjadi bahasan di DPR dan diharapkan menjadi salah satu upaya penyelesaian bagi pelanggaran HAM masa lalu. RUU ini masih banyak yang harus dikritisi. Salah satunya definisi korban yang menjadi sangat krusial. Selain itu definisi pelaku tidak tergambar jelas dalam RUU ini. Belum lagi soal definisi pelanggaran HAM berat dalm RUU ini yang diadopsi dari UU No.26 thn 2000 tentang pengadilan HAM jelas yang dikatakan pelanggaran HAM berat adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida dan ini kental pembatasan dimensi pelanggaran HAM hanya pada sipol.Ekonomi social dan budaya tidak tersentuh.Sementara di Sumut sendiri perampasan tanah hak milik sangat banyak terjadi (Kab.Langkat, Kab.Serdang Bedagai, Tanah Karo, Kab.Simalungun, Kab.Asahan, Labuhan Batu, Dairi, Taput, Tapteng, Tapsel, Madina) dan ini semua korban-korban yang di “PKI kan”. Biasanya perampasan tanah dibarengi dengan intimidasi bila tanah tidak ditinggalkan maka mereka akan ditangkap dan dibunuh, korban pemecatan, orang hilang (penculikan) atau dibunuh, perkosaan, anak diluar nikah, orang yang ditangkap, kerja paksa, korban pembantaian/kuburan massal. Sekarang tinggal niat baik pemerintah untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM entah itu lewat pro justitia maupun lewat KKR. Dan yang tak kalah penting bentuk dukungan dari segenap lapisan masyarakat perlu kiranya agar tidak ada lagi kebencian terhadap sesama anak bangsa.

*BAKUMSU merupakan organisasi non pemerintah yang sejak tahun 2005 sudah mendampingi korban peristiwa 1965 di Sumut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun