Mohon tunggu...
Junia Setya Anzalna
Junia Setya Anzalna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pelajaran Akhlak dari Sebuah Kontroversi yang Menginspirasi Refleksi untuk Kita Semua

7 Desember 2024   00:00 Diperbarui: 7 Desember 2024   00:03 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah seorang tokoh agama yan sering dikenal dengan nama Gus Miftah ini sedang menjadi sorotan publik setelah beredarnya vidio yang memperlihatkan dirinya menyebut kata-kata kasar yang menjadi viral, dimana ia menyindir seorang pedagang es dengan kata-kata seperti "ya sana dijual goblok " dimana ucapan tersebut dianggap meremehkan atau merendahkan pedagang es tersebut. Ucapan ini memancing reaksi keras, terutama bagi masyarakat umum karena disampaikan di depan umum dan dianggap mempermalukan pedagang tersebut. Banyak para pengguna sosial media yang menilai bahwa ucapan tersebut tidak pantas keluar dari seorang tokoh agama, yang seharusnya menunjukkan teladan sikap santun dan merangkul 

Mengapa Gus Miftah Mengucapkan Kalimat Tersebut?

Untuk memahami konteks, perlu dicatat bahwa Gus Miftah dikenal sebagai seorang yang tegas dalam menyampaikan pesan. Namun, dalam kesempatan ini, ia tampaknya melontarkan kata-kata yang tidak sesuai dengan ekspektasi banyak orang tentang cara seorang ulama bersikap dan bertutur kata. Kalimat tersebut muncul dalam interaksi dengan pedagang yang tampaknya tidak mematuhi aturan yang diinginkan oleh Gus Miftah terkait dengan praktik dagang. Seiring dengan tersebarnya video tersebut, beberapa pihak merasa bahwa kata-kata tersebut terlalu kasar dan tidak mencerminkan nilai-nilai Islami yang sejatinya mengedepankan adab dan kelembutan.

Bagaimana kita bisa memahami peristiwa ini dalam konteks ajaran akhlak dan tasawuf ?

Akhlak mulia adalah landasan utama dalam mendekatkan diri kepada Allah. Konsep akhlak tidak hanya berbicara tentang hubungan manusia dengan Tuhan (hablun minallah), tetapi juga tentang hubungan manusia dengan sesama (hablun minannas). Salah satu ajaran penting dalam tasawuf adalah sifat tawadhu' (rendah hati) dan rahmah (kasih sayang), di mana seorang sufi dianjurkan untuk selalu menjaga perasaan orang lain, terlebih mereka yang lemah atau sedang berjuang. Seorang ulama, yang menjadi panutan, seharusnya memberikan contoh terbaik dalam hal akhlak, termasuk dalam cara berbicara. Setiap kata yang keluar dari seorang yang dianggap alim atau tokoh agama semestinya membawa maslahat, bukan menimbulkan rasa malu atau sakit hati.

Dalam tasawuf, seorang Muslim diharapkan untuk selalu menjaga hatinya agar tetap bersih dari sifat-sifat tercela seperti sombong, marah, dan kebencian. Ajaran tasawuf sangat menekankan pentingnya adab yang baik, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Seorang sufi sejati akan selalu berusaha untuk menghindari perkataan atau tindakan yang dapat melukai orang lain.

Gus Miftah, yang dikenal memiliki pemahaman tasawuf, tentu seharusnya memahami betul nilai-nilai ini. Oleh karena itu, perkataannya yang menyinggung ini dapat dianggap sebagai kelalaian sesaat, yang bertentangan dengan ajaran tasawuf yang menekankan pada pembersihan hati dan perilaku yang baik.

Meskipun perkataan tersebut sangat tidak pantas, kita bisa melihatnya sebagai titik refleksi bagi kita semua. Sebagai seorang tokoh agama, Gus Miftah memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi teladan dalam setiap aspek kehidupannya. Kata-kata kasar tidak hanya merusak hubungan antar sesama, tetapi juga bisa menodai kredibilitas seorang ulama di mata masyarakat.

Namun, di sisi lain, kita juga harus memahami bahwa setiap manusia bisa berbuat salah. Dalam ajaran tasawuf, ada konsep tawbat (bertaubat) yang berarti kembali kepada Tuhan dan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memberikan ruang untuk introspeksi dan perbaikan diri, baik untuk Gus Miftah maupun bagi diri kita sendiri.

Kasus ini mengajarkan kita bahwa akhlak adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim. Tasawuf mengajarkan pentingnya menjaga hati dan perilaku, sementara akhlak yang baik adalah cerminan dari kedekatan seseorang dengan Tuhan. Sebagai umat Islam, kita diharapkan untuk tidak hanya menjaga lisan, tetapi juga berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik, penuh dengan kasih sayang dan penghormatan terhadap orang lain.

Semoga kejadian ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa setiap perkataan dan perbuatan harus dipertimbangkan dengan bijak, terlebih bagi seorang tokoh agama yang menjadi contoh bagi umat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun