300: Rise of an Empire
[caption id="attachment_299682" align="aligncenter" width="300" caption="sumber foto: http://hdwallgallery.com/ "][/caption]
Dua malam lalu, saya dengan tiga sahabat saya, Andhika, Sandy, dan Novan, pergi ke Cito Cinema21 Surabaya, untuk menonton film 300: Rise of an Empire (Bangkitnya Sebuah Kekaisaran). Film ini mengetengahkan rivalitas militer antara dua kutub kekuatan besar kala itu, Persia dan Yunani.
Athena, merupakan sebuah negara-kota yang secara politis, berseberangan dengan Sparta, negara-kota lain. Namun, keduanya, memiliki musuh sama, yaitu Persia.
Dalam film 300: Rise of an Empire, dikisahkan ada seorang jenderal perang Athena, bernama Themistokles (diperankan oleh Sullivan Stapleton). Dia memiliki keberanian luar biasa membela negerinya dari agresi bangsa Persia. Belum lagi, dia juga berperan sebagai negosiator antara Athena dengan bangsa Sparta demi terwujudnya persatuan Yunani.
[caption id="attachment_299685" align="alignleft" width="300" caption="sumber foto: http://www.aceshowbiz.com "]
Themistokles, pada pertempuran di Marathon, berhasil memimpin pasukan tempurnya mengalahkan pasukan tempur Kekaisaran Persia di bawah komando Darius (diperankan oleh Yigal Naor). Sebuah anak panah menghunjam deras dan menancap tepat di dadanya, saat pertempuran laut sedang terjadi.
Itulah kemenangan pasukan tempur Athena dalam saga pertempuran laut kontra Persia.
Pascakematian Darius, putera pewaris tahta, Xerxes (diperankan oleh Rodrigo Santoro), diurapi dengan menggunakan ramuan kuno Chimmeria. Sebuah ramuan yang kelak akan mengubah tampilannya sebagai seorang raja yang kuat, ditakuti, dan diagungkan. Xerxes, punya api dendam atas kematian ayahnya terhadap Athena. Terlebih, Xerxes didukung kuat oleh Artemesia (diperankan oleh Eva Green); seorang jenderal tempur laut Persia yang handal.
Artemesia punya naluri pembunuh sangat kuat. Terlebih dia amat bernafsu menguasai tanah Yunani. Dia pula seorang komandan tempur kesayangan Darius, ayah Xerxes. Sejak kematian Darius, dia berperan sebagai orang kepercayaan Xerxes.
[caption id="attachment_299683" align="aligncenter" width="300" caption="sumber foto: http://latimesherocomplex.files.wordpress.com/ "]
Artemesia, dengan kawalan prajurit pribadinya (foto atas)
Meskipun berdarah Yunani, Artemisia sangat membenci Yunani karena perbuatan orang-orang Yunani kepadanya dan keluarganya di masa kecil. Kala itu, dia melihat sendiri seluruh keluarganya dibantai oleh pasukan Athena. Lalu dia ditelantarkan sia-sia dengan dijadikan budak (helot) dalam kapal budak selama bertahun-tahun. Lama hidup dalam derita perbudakan, kondisinya tampak mengenaskan. Dia lalu dibuang oleh pasukan Athena di pinggir jalanan. Dalam fase ini, kondisinya amat naas, hampir sekarat. Saat itulah, dia akhirnya ditemukan oleh seorang prajurit kekaisaran Persia di Athena. Prajurit ini, adalah seorang prajurit terbaik kekaisaran Persia. Dia kemudian melatih Artemesia tentang kemiliteran, dengan mula-mula mengajarinya ilmu berpedang.
*
Xerxes kini telah menjelma menjadi raja agung kekaisaran Persia. Dia kini ingin melancarkan agresi perang laut melawan Athena. Ribuan kapal perang terbaik Persia, dikerahkan. Ribuan pasukan tempur, telah siap bertempur. Di tangan mereka, tergenggam panah, tombak, dan pedang. Mereka bertempur untuk membela kekaisaran yang amat mereka agungkan.
Di sisi pasukan Athena, Themistokles menatap tajam gebrakan pasukan Persia di perairan Aegean. Namun, semangat kebangsaan yang dimiliki prajurit-prajurit Athena, sama sekali tak menyurutkan militansi mereka dalam bertempur.
Baik Athena maupun Persia, merupakan dua peradaban besar di masanya. Tak ayal, prajurit dari kedua kekaisaran tersebut, punya jiwa militan, spartan, heroik, beringas, dan tak takut mati. Itulah yang harus mereka pertahankan.
Film 300: Rise of an Empire, sayangnya cukup banyak adegan yang disensor. Ini agak mengganggu keasyikan kami menonton. Salah satunya, adegan mesra antara Themistokles dan Artemesia ketika perempuan berwajah bengis ini mengajak Themistokles bernegosiasi tentang kemungkinan menyerahnya Athena pada Persia. Artinya, adegan yang ditayangkan bioskop saja beberapa di antaranya tersensor, apalagi saat pemutaran di televisi nantinya; mengingat film ini berating dewasa.
Dari segi ceritera, film ini bisa kami katakan, enak ditonton. Kami sangat menikmatinya. Tambahan, film yang mengadopsi novel karya Frank Miller ini, terlihat lebih dramatis dan mencekam daripada film 300, 2006 silam. Adegan pertarungan yang berujung pertumpahan darah, lebih banyak tersaji. Sebagian penonton bahkan ada yang menilai “berlebihan” pada efek darah yang memuncrat (saat adegan bunuh). Hal ini bisa kami maklumi, mengingat film ini juga ditayangkan dalam format 3D. Sehingga, efek darah memuncrat, lebih pada usaha memuaskan kalangan pecinta dan penikmat film 3D.
Untuk visual effect-nya menjadi salah satu daya tarik dari film ini. Suasana dalam film, kental sekali dengan suasana zaman dahulu (terlihat sephia kekuning-kuningan dan agak gelap). Terlebih didukung oleh rentetan adegan brutal yang menurut penglihatan kami, berkesan sangat cadas.
Namun, film yang kami tonton semalam, di sisi lain, juga terlihat seolah-olah kami sedang bermain game. Ya, kami seperti menikmati arena permainan yang berjenis petualangan. Imajinasi liar kami, terkonstruksi begitu melihat adegan demi adegan pertempuran antara kedua kekaisaran itu.
Apapun itu, film 300: Rise of an Empire, mampu menyuguhkan tontonan peperangan yang dramatis, menarik, heroik, dan eksploitatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H