Mohon tunggu...
Junaedi Ghazali
Junaedi Ghazali Mohon Tunggu... -

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Krangganku Sayang, Krangganku Hilang

29 Mei 2012   06:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:39 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah 2 minggu lebih di lantai 2 Pasar Kranggan terjadi perubahan. Kios yang selama ini sepi dari aktivitas mendadak ramai oleh gempuran palu dan juga penuh oleh tumpukan bahan bangunan. Rolling door dan jendela-jendela kecil yang ada di masing-masing kios dibongkar. Aktivitas ini berlangsung mulai sejak pagi sampai sore hari. Setelah itu sunyi kembali menyelimuti Kranggan.

Sepintas tidak ada yang aneh dari aktivitas tersebut. Layaknya sebuah pasar yang sudah lapuk dimakan usia, sudah sepantasnya pembangunan dan perubahan dilakukan. Istilah kerennya revitalisasi. Hal ini baru terlihat tak biasa ketika kemudian muncul pertanyaan mengapa hanya lantai 2 yang selama ini tidak terlihat aktivitas, kemudian sengaja dibongkar. Sementara masih banyak titik lain yang sebenarnya memerlukan pembenahan justru sengaja dibiarkan. Masih banyak ruang pedagang yang sebenarnya perlu ditata dan juga dirombak agar laik digunakan untuk berjualan.

Ternyata, ada maksud lain dengan pengkhususan revitalisasi ini. Revitalisasi ini merupakan upaya yang dilakukan oleh dinas pengelolaan pasar untuk memaksimalkan dan mengurangi kesan sepi yang selama ini tersemat di Pasar Kranggan. Sebuah hal yang terasa mubazir mengingat letak Kranggan lumayan strategis. Di pinggir jalan, di tengah pusat kota dan juga dekat dengan Tugu Jogja, sebuah titik wisata yang ramai pastinya.

Niat baik ini tentunya pantas didukung oleh banyak pihak jika apa yang dinyatakan sesuai dengan pelaksanaan. Sayangnya, momen ini ternyata dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mencari keuntungan lebih. Ketika beberapa pedagang yang sudah lama berjualan di Kranggan bertanya mengenai proses jual beli kios, Dinas Pengelolaan Pasar (Dinlopas) seolah sengaja menyembunyikan kebenaran secara sepihak. Mereka menyatakan jika kios sudah habis terjual. Terasa aneh memang, mengingat proses revitalisasi baru berlangsung selama dua minggu.

Hal ini kemudian menjadi semakin mencurigakan ketika kemudian di pasar muncul orang-orang yang mengatakan jika masih ada beberapa kios yang tersisa. Dari kartu nama yang dibagikan diketahui bahwa orang tersebut merupakan perwakilan dari pengembang yang sedang mengerjakan proyek revitalisasi di lantai 2 pasar Kranggan. Dan harga kios yang dijual tersebut tidak bisa dikatakan murah. Untuk kios yang dibeli secara kontan, dipatok harga 175 juta rupiah. Pedagang juga bisa membayar secara kredit dengan uang muka 5 juta rupiah dan cicilan sebanyak 4,5 juta setiap bulannya untuk total pembayaran 190 juta. Sebelumnya oleh dinlopas, paguyuban pedagang juga sempat ditawari untuk membeli kios, tapi harus secara borongan, tidak bisa satu per satu. Dengan harga setinggi itu, tentunya bukan hal yang mudah bagi pedagang, khususnya pedagang Pasar Kranggan yang notabene komoditasnya pangan. Maka tak heran jika kemudian pedagang dengan modal besar (pedagang elektronik dan hp) kelak yang kemudian mengisi kios-kios tersebut.

Permainan Peraturan dan Konsekuensi Pada Pasar Kranggan

Permainan harga kios antara pengembang dan juga Dinas Pengelolaan Pasar sebenarnya bukan menjadi hal yang aneh lagi. Hanya saja, kali ini permainan regulasi dan birokrasi terasa sangat terang-terangan dan juga menimbulkan potensi hilangnya identitas dan juga keberadaan Pasar Kranggan.

Alasan agar Pasar Kranggan lebih terlihat indah dan ramai pun sebenarnya sangat tidak realistis. Terlebih jika ternyata kios-kios tersebut sengaja diperuntukkan untuk pedagang elektronik dan juga hp. Padahal keadaan lantai 2 Pasar Kranggan yang sepi ini sebenarnya juga disebabkan oleh pengelola pasar sendiri. Kios-kios tersebut sebelumnya sengaja dilepas pada spekulan yang mencari keuntungan dari sewa kios. Meskipun ada perda yang menyatakan bahwa jika lebih dari 2 bulan kios wajib dikembalikan kepada Dinlopas, namun peraturan tersebut tidak ditegakkan. Pada akhirnya, kios-kios tersebut cenderung mangkrak, dan itu tidak sebentar.

Harga kios pasca revitalisasi yang tidak murah ini kemudian ternyata turut membuat harga kios lain yang ada di Kranggan turut meningkat. Keadaan ini bukan hanya memberatkan, namun juga menghancurkan kesempatan bagi para pedagang untuk tetap dapat bersaing dan juga bertahan. Sebelum revitalisasi terjadi, di kalangan pedagang yang membeli dan juga menyewa kios secara resmi sebenarnya ada kekhawatiran dan juga ketakutan akan kehilangan pemasukan. Hal ini disebabkan oleh keberadaan pedagang lesehan yang tidak harus mengeluarkan modal banyak untuk berjualan. Keberadaan pedagang lesehan inipun tidak bisa disalahkan karena mereka juga membayar retribusi yang ditarik oleh pengelola pasar. Para pedagang lesehan ini juga diuntungkan dengan posisi yang lebih terjangkau karena kebanyakan dari mereka berjualan di pinggir jalan. Berbeda dengan kebanyakan pedagang yang memiliki kios tapi posisinya di tengah pasar.

Setelah melihat fakta-fakta yang dijabarkan di atas, setidaknya bisa dilihat bahwa persoalan yang terjadi di Pasar Kranggan bukan murni kesalahan pedagang, seperti yang selama ini banyak dikatakan oleh beberapa pihak. Keluhan seperti ketidakteraturan, semrawut dan juga tidak tertatanya pedagang Pasar Kranggan hanyalah masalah sepele jika dibandingkan dengan permainan peraturan oleh pengelola pasar. Bukan berarti menyepelekan masalah-masalah tersebut, tetapi persoalan yang berangkat dari ketidaktegasan dalam penegakan aturan menjadi masalah inti yang kemudian berakar menjadi permasalahan yang lebih besar.

Jika yang menjadi permasalahan selama ini adalah sepinya kondisi Pasar Kranggan sehingga Pemasukan Asli Daerah, sebenarnya bisa diatasi dengan penegakan undang-undang yang berlaku. Dari sini hubungan antara pedagang, pengelola pasar dan juga Dinlopas tidak hanya berupa hubungan administratif tetapi juga hubungan saling memerlukan dan menguntungkan. Pedagang tidak perlu merasa curiga atas kebijakan dan perubahan yang dilakukan. Pengelola pasar juga Dinlopas tentunya juga lebih mudah untuk memikirkan kemajuan Pasar jika hal ini terjadi. Potensi konflik antar pedagang juga dapat diminimalisasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun