Saya menemukan kutipan kritik yang menarik dari filsuf terkemuka yaitu bung Plato, tentang demokrasi "Negara yang menganut sistem demokrasi di ibaratkan sebuah kapal yang di nahkodahi oleh orang bodoh" Â maksud dari perkataan itu adalah kadang di negara demokrasi yang menjadi pemimpin itu bukan yang punya kapasitas tapi yang di pilih oleh mayoritas, masalahnya bagaimana kalau mayoritasnya itu adala orang yang memiliki sumber daya manusia yang rendah. Jadi saat ada kontestasi pemilihan pemimpin yang memenangkan kontestasinya itu adalh orang-orang yang mendapatkan suara mayoritas ini. Pada akhirnya di negara demokrasi itu yang di hitung adalah kuantitas bukan kualitas, dan yang akan menang menjadi pemimpin itu adalah orang-orang yang memiliki popularitas. Masalahnya pupularitas ini tidak melulu di barengi dengan kapabilitas, inilah yang di kritik oleh bung plato ketika kita memberi kesempatan orang bodoh untuk memilih maka mereka cenderung akan memilih orang bodoh juga. Dengan melihat negara demokrasi ini saya dapat menarik solusi bahwasannya dalam menghadapi demokrasi harus memiliki pengetahuan yang cukup, karena sejatinya konsep dari demokrasi itu sendiri berbentuk bebasnya berpendapat.
Perbaiki semua ini diawali dengan pemahaman berpolitik, pahami unsur dan tujuan dari demokrasi itu sendiri. Nilai demokrasi tidak jauh beda dengan nilai- nilai keadilan. Jangan ada karpet merah untuk keluarga, jangan mengubah Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung menjadi Mahkamah Kakak dan Mahkamah Adik. apakah kita ingin terus menerus seperti ini? Politik yang mengatur hukum dan bukan hukum yang mengatur politik?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H