[caption id="attachment_174136" align="alignleft" width="300" caption="Petani Bawang Putih Cina / sumber CNN.com"][/caption] Bagi para “garlic lover”, atau pecinta bawang putih, bersiap-siaplah untuk prihatin. Bawang putih, yang memiliki bermacam khasiat dan menjadi bumbu masak utama, kini semakin sulit didapat. Kalaupun ada, harganya terus meningkat. Di berbagai daerah di Indonesia, harga bawang putih terus merangkak naik dari sekitar Rp 8000/kg hingga menembus Rp 20.000/kg. Banyak pihak memperkirakan, di tahun ini bawang putih akan “sold out” dari pasar-pasar. Masalah bawang putih pun menjadi urusan nasional. Menjadikan bawang putih hanya sebagai masalah nasional tentu menyederhanakan masalah. Permasalahan bawang putih, bukan lagi masalah nasional, melainkan sudah menjadi global. Di pasar komoditas dunia, bawang putih saat ini menjadi komoditas yang paling “sexy”, bahkan lebih "sexy" dari minyak dan emas. Sejak Maret 2009 hingga Februari 2010, harga kulakan bawang putih di pasar komoditas telah meningkat sebesar 605%. Bandingkan dengan harga minyak bumi dan emas yang hanya meningkat 100% dan 27%. Cina adalah pemasok terbesar bawang putih dunia. Sekitar 75 persen bawang putih di dunia, diproduksi di Cina. Dan, jangan salah sangka, 90 persen bawang putih yang dikonsumsi di Indonesia berasal dari Cina. Petani bawang putih kita hanya mampu menyediakan 10 persen kebutuhan bawang putih nasional. Jadi, kisah bawang merah-bawang putih, hanyalah sebuah legenda rakyat. Karena kenyataannya, bawang putih pun sudah “Made in China”. Pekan lalu saya sempat makan malam dengan rekan-rekan dari People’s Bank of China. Sembari menikmati hidangan Kanton yang pedas dan sarat bawang putih, kita berdiskusi soal bawang putih. Menurut rekan-rekan di Cina, pada tahun 2009 lalu, bawang putih memang menjadi “the best performing commodity”. Banyak para investor dan spekulan bawang putih muncul dan mencetak untung besar-besaran. Apalagi kemudian disebarkan isu bahwa bawang putih bisa menjadi penangkal virus Flu Babi (virus H1N1). Masyarakat Cinapun menumpuk bawang putih sebanyak-banyaknya. Satu sekolah di bagian timur Hangzhou bahkan sampai menumpuk hampir 1 ton bawang putih dan menganjurkan anak-anak sekolah memakan bawang putih setiap hari. Kementerian Perdagangan Cina sampai mengeluarkan pengumuman untuk mengatakan bahwa berita itu tidak benar. Mengapa bawang putih menjadi langka? Seorang rekan yang bekerja di Shanghai, bercerita bahwa harga bawang putih di sana telah meningkat lebih dari 40 kali lipat pada tahun 2009. Penyebab utamanya adalah pasokan bawang putih yang menurun. Di tahun 2008, harga bawang putih memang sempat anjlok. Akibatnya, banyak petani mengkonversi lahannya ke jenis tanaman lain sehingga produksi bawang putih di tahun 2009 turun sebesar 50%. Ditambah lagi, di Cina terjadi bencana alam berupa banjir dan gempa bumi. Produksi bawang putih pun menurun. Seretnya pasokan tersebut, ditambah dengan permintaan yang tinggi, mengakibatkan harga bawang putih melejit. Para spekulanpun muncul. Mereka yang biasa bermain di pasar properti dan real estate, beralih bermain di bawang putih. Di pasar Dagu Road Shanghai, bawang putih memenuhi gudang-gudang bawah tanah. Mereka yang punya uang kas, truk, dan gudang serta merta menjadi spekulan bawang putih. Modusnya, menawarkan bawang pada penawar tertinggi, dan memindahkan stok bawang putihnya ke gudang penawar tersebut. Mereka mencetak untung hingga jutaan dollar dari bisnis ini. [caption id="attachment_174139" align="alignleft" width="300" caption="Inflasi Bahan Makanan / sumber : Bank Indonesia"][/caption] Di Indonesia, bawang putih menjadi komponen penyumbang inflasi terbesar beberapa waktu terakhir ini. Inflasi, yang di bulan Mei lalu mencapai 4,16% (yoy) sebagian besar disumbang oleh kenaikan harga komoditas makanan. Dan komoditas terbesarnya adalah bawang putih (lihat grafik). Harga bawang putih meningkat lebih dari 100 persen, di atas bawang merah, beras, cabe merah, dan daging ayam. Secara keseluruhan, makanan menyumbang sekitar 20% dari keranjang IHK. Dengan demikian, apabila ada gejolak di harga-harga makanan (termasuk bawang putih), dampaknya pada kenaikan inflasi menjadi sangat besar. Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi, yang merupakan tim koordinasi antara berbagai institusi di Indonesia, kiranya perlu semakin serius menangani berbagai masalah struktural penyebab inflasi di negeri kita, termasuk di dalamnya masalah kelangkaan bawang putih ini. Namun, terlepas dari cerita apapun di balik kelangkaan bawang putih di Cina, ini adalah kesempatan untuk memberdayakan kembali petani bawang putih kita. Selama ini, mereka senantiasa kesulitan dalam bersaing dengan murahnya harga bawang putih Cina. Amerika Serikat telah menangkap ini sebagai momentum dengan meningkatkan produksi bawang putih domestiknya. Para petani AS telah mampu meningkatkan produksi bawang putihnya hingga 70 persen pada tahun 2009. Oleh karena itu, pemerintah pusat melalui Departemen terkait, pemerintah daerah, termasuk juga Bank Indonesia sebagai bank sentral, perlu melakukan langkah koordinasi dalam memberdayakan pasokan dan distribusi bawang putih, serta memberdayakan petani bawang putih. Tanpa itu, kenaikan harga bawang putih hanya akan memunculkan spekulan-spekulan bawang putih yang mencari keuntungan sesaat. Petanipun tetap melarat. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H