[caption id="attachment_349559" align="aligncenter" width="560" caption="Once Brew, We Bro. Bersama Pak Setiawan Subekti di Sanggar Genjah Arum, Banyuwangi."][/caption]
“Once Brew, We Bro”. Sekali Seduh, Kita Bersaudara. Begitu ungkapan dari Setiawan Subekti yang juga akrab dipanggil Pak Iwan, saat kami memasuki Sanggar Genjah Arum miliknya di Desa Kemiren, Banyuwangi. Pak Iwan menyambut kami dengan hangat dan mengajak masuk ke satu rumah yang dirancang seperti kedai kopi, lengkap dengan meja bar. Ia lalu menyajikan secangkir kopi racikannya.
Hmmmm, aroma kopinya harum dan membius kita semua yang hadir malam itu. “Silakan cicipi, dan ceritakan pada saya rasanya”, begitu kata pak Iwan. Dan, saat sesapan kopi masuk memenuhi langit-langit mulut, kenikmatan itu menyeruak. Meninggalkan jejak rasa, after taste, yang tak tepermanai. Bagi saya, kopi di Sanggar Genjah Arum ini adalah kopi terenak yang pernah saya cicipi dalam perjalanan hidup mencari kesempurnaan kopi.
Beberapa kawan tampak ragu mencicipi kopi yang disajikan tanpa gula tersebut. Sebagian karena pernah kena penyakit asam lambung sehingga khawatir kalau minum kopi akan kambuh. “Kopi tidak menyebabkan sakit lambung atau maag, seperti mitos yang selama ini berkembang”, demikian kata Pak Iwan menenangkan. Reaksi orang terhadap kopi tentu berbeda-beda. Namun kalau diproses dan disajikan dengan benar, kopi menjadi minuman yang baik dan menyehatkan.
Setiawan Subekti adalah seorang pejuang. Ia bukan hanya pecinta kopi, tapi lebih seperti “Ambassador” atau Duta Kopi. Hidupnya dipersembahkan pada Kopi Banyuwangi dan Pelestarian Budaya Banyuwangi. Saat bercerita tentang kopi, matanya berbinar-binar. Saat bicara budaya Banyuwangi, gairahnya menyebar. Ia seorang yang penuh semangat dan energi.
Para pecinta kopi, atau barista nasional maupun internasional, pasti mengenal Setiawan Subekti. Sebagai tester kopi internasional, ia sering diundang ke mancanegara, baik untuk membagi ilmunya, maupun menjadi juri pada berbagai kompetisi. Di dinding sanggarnya, kita melihat foto berbagai orang ternama yang pernah berkunjung ke sana, termasuk foto kunjungan Putri Kopi Dunia.
Tamu yang datang ke Sanggar Genjah Arum juga beragam, seperti Dahlan Iskan, Marie Pangestu, Konsul Jendral AS di Surabaya, pimpinan dan pejabat BUMN, hingga artis dan seniman. Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, bahkan menjadikan Sanggar Genjah Arum sebagai satu destinasi bagi tamu-tamunya. Beliau sendiri secara rutin “nongkrong” untuk ngopi di sini.
Pak Iwan juga giat memperkenalkan kopi Banyuwangi atau Kopai Osing, ke berbagai negara. Nama Osing diambil dari subkultur terbesar yang hidup di Banyuwangi. Orang Osing adalah sebutan bagi masyarakat asli Banyuwangi.
Jenis kopai Osing ini unik dan memiliki cita rasa tersendiri. Kopi, yang ditanam di pegunungan Ijen dan Raung sekitar Banyuwangi dan Bondowoso, sudah diekspor ke mancanegara. Kalau kita pergi ke Eropa dan minta disajikan Java Coffee, maka hampir dipastikan bahwa kopi itu berasal dari daerah sekitar Banyuwangi, Jawa Timur. Keunikan rasanya, menjadikan Kopi Banyuwangi digemari di dunia.
[caption id="attachment_349560" align="aligncenter" width="550" caption="Keharuman biji kopi Banyuwangi / photo junanto"]
Kopi memang bisa menjadi komoditas unggulan dan kekuatan ekonomi Indonesia. Kita memiliki kopi yang tidak kalah bersaing dengan kopi dari negara lain, bahkan lebih baik. Dilihat variannya, di seluruh nusantara terdapat aneka varian kopi yang lezat. Namun Pak Iwan masih menyayangkan pengembangan industri kopi nasional yang masih belum optimal. Biji kopi Indonesia itu bagus, namun kadang proses pembuatan, dari penanaman hingga menjadi biji kopi, belum dilakukan dengan benar. Mereka masih menggunakan proses tradisional, mencampur biji kopi kualitas bagus dan rendah, tidak memasak dengan standar yang baik, sehingga hasilnya tidak optimal. Banyak produk olahan kopi akhirnya memiliki kualitas yang rendah dan tidak memenuhi standar internasional sehingga harganya murah.