Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja sebagai Direktur Departemen Komunikasi BI dan menjabat sebagai Ketua Ikatan Pegawai BI (IPEBI). Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ada Noda di Ekonomi Jepang

29 Agustus 2011   10:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:23 1402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_132207" align="aligncenter" width="640" caption="PM Noda (kedua dari kanan), bersama calon PM Jepang lainnya/AP Photo "][/caption] Saat masyarakat muslim di Indonesia dan berbagai negeri bersukaria menyambut Hari Raya Iedul Fithri, masyarakat Jepang memiliki Perdana Menteri (PM) baru. Menteri Keuangan Jepang, Yoshihiko Noda, hari ini (29/8) terpilih menjadi PM Jepang yang baru. Ia menggantikan Naoto Kan, yang mundur dari jabatannya setelah popularitasnya terus turun.

Namun PM Noda tidak memiliki waktu panjang untuk menikmati jabatan sebagai PM. Ia dituntut untuk langsung bekerja dan mengatasi berbagai noda dan permasalahan struktural ekonomi Jepang.

Setidaknya ada lima masalah berat yang segera harus diatasi oleh PM Noda. Pertama, bagaimana mengatasi krisis fiskal Jepang yang ditandai oleh terus membengkaknya utang pemerintah. Kedua, mengatasi lesunya perekonomian, aging population, dan deflasi yang berkepanjangan. Ketiga, menyikapi terus menguatnya mata uang Yen. Keempat, implementasi UU energi terbarukan yang mengurangi ketergantungan Jepang pada energi nuklir. Dan kelima, mengatasi konflik internal Partai Demokrat Jepang (DPJ) maupun menghadapi tekanan oposisi, dari Partai Demokrat Liberal (LDP).

[caption id="attachment_128409" align="alignleft" width="300" caption="PM Jepang Yoshihiko Noda / AP Photo"][/caption] PM Noda mewarisi ekonomi Jepang yang sarat dengan komplikasi. Permasalahan tersebut semakin besar, terutama pascabencana gempa bumi, tsunami, dan krisis nuklir, 11 Maret 2011 lalu. Moody’s Investor Service, pekan lalu (24/8) bahkan telah memangkas peringkat rating Jepang satu notch, dari Aa3 menjadi Aa2. Ini adalah pemangkasan pertama yang dialami Jepang sejak 2002. Hal utama yang menjadi concern dari Moody’s adalah tingginya utang pemerintah, yang biasanya ditandai oleh angka utang pada PDB (Debt-to-GDP ratio) Jepang, yang telah melebihi 200% dari PDB, dibandingkan sekitar 60% pada tahun 1990. IMF memperkirakan angka itu dapat mencapai 233% dalam tahun ini.

Konsolidasi fiskal di Jepang mendapat hambatan serius, karena pada saat bersamaan Jepang juga harus melakukan rekonstruksi akibat bencana alam. Biaya rekonstruksi pascabencana diperkirakan antara 2- 4% dari PDB. Untuk membiayai rekonstruksi, pemerintah terpaksa harus kembali berutang. Upaya menaikkan pajak dalam jangka pendek menjadi pilihan yang tidak populer. Hal ini terbukti mendapat tentangan dari parlemen. Akibatnya, utang pemerintah akan terus membengkak.

Di sisi makroekonomi, pascabencana gempa bumi, tsunami, dan krisis nulir, perekonomian Jepang terus terkontraksi. Pertumbuhan ekonomi Jepang pada triwulan II-2011 kembali anjlok sebesar 1,3%, setelah dalam dua triwulan sebelumnya tumbuh negatif. Pertumbuhan negatif selama tiga triwulan berturut-turut tersebut membawa Jepang kembali pada resesi ekonomi.

Tantangan lain yang dihadapi Jepang adalah terus menguatnya mata uang Yen. Penguatan Yen tersebut memukul ekspor dan mengganggu industri di Jepang. Meski pemerintah Jepang telah melakukan intervensi, baik sendiri maupun bersama negara-negara G-7, mata uang Yen masih cenderung menguat pada kisaran 76-77 per USD.

Di satu sisi, terpilihnya Noda sebagai PM Jepang ditanggapi secara positif oleh pasar. Harapan pasar cukup besar pada upaya pembenahan fiskal dan perekonomian Jepang di bawah kepemimpinannya. Dalam jangka pendek, pasar akan bereaksi positif menyikapi terpilihnya Noda.

Namun dengan komplikasi berbagai masalah struktural tersebut di atas, PM Noda akan menghadapi kondisi yang tidak mudah. Ia harus mampu melakukan konsolidasi fiskal dan mencari jalan keluar dari lingkaran utang yang terus menerus bertambah. Ia juga harus mampu menangani berbagai permasalahan struktural ekonomi Jepang, termasuk penguatan Yen yang mulai mengganggu perekonomian Jepang.

Untuk itu, PM Noda perlu melakukan pendekatan politik, baik secara internal di DPJ, maupun membangun koalisi dengan LDP. Apabila hal tersebut gagal dilakukannya, permasalahan ekonomi Jepang akan menemui jalan buntu. Bila demikian halnya, bukan tidak mungkin PM Noda akan dipaksa kembali untuk mengundurkan diri. PM Kan sebelumnya, adalah PM ke-enam dalam lima tahun terakhir. Itu artinya, rata-rata PM Jepang menjabat tidak sampai satu tahun.

Di satu sisi, budaya mengundurkan diri adalah budaya yang baik sebagai bentuk pertanggungjawaban publik. Namun apabila pengunduran diri pejabat publik itu terjadi terus menerus, apalagi dalam jangka waktu yang pendek, dampaknya tidak selalu baik juga. Jepang telah membuktikannya.

Salam dari Tokyo.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun