Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung. Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mendambakan Perdamaian dari Oslo

12 November 2024   10:54 Diperbarui: 12 November 2024   11:55 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nobel Peace Center, Oslo, Norwegia | Dokumentasi pribadi

Kita tak tahu pasti mengapa Kota Oslo di Norwegia menjadi tempat penganugerahan Nobel Perdamaian. Alfred Nobel, pencetus hadiah Nobel, meninggalkan pesan bahwa semua penganugerahan hadiah Nobel dilakukan di Stockholm, Swedia. 

Namun khusus untuk Nobel Perdamaian, ia berpesan khusus, untuk dilakukan di Norwegia. Beberapa spekulasi mengatakan bahwa Alfred Nobel melihat bahwa Norwegia lebih cenderung memiliki itikad dan semangat untuk membangun perdamaian dunia, ketimbang Swedia yang saat itu lebih bercorak militer. 

Tapi terlepas dari itu, saat saya berkunjung ke Oslo beberapa waktu lalu, salah satu tempat yang ingin saya kunjungi adalah Nobel Peace Center. Gedung ini terletak di seberang Balai Kota Oslo, di tepi dermaga. Di tengah udara dingin, saat itu mencapai nol derajat celsius yang menggigit, saya menatap City Hall of Oslo, tempat Nobel Perdamaian dianugerahkan setiap tahun.

Tepat di seberangnya terletak Nobel Peace Center. Di tempat itu, para pejuang perdamaian menerima penghargaan, mulai dari Nelson Mandela, Bunda Theresa, Dalai Lama, hingga Malala. 

Pada tahun 2024 ini, Nobel Perdamaian diberikan kepada sebuah organisasi nirlaba bernama Nihon Hidankyo yang beranggotakan para penyintas bom atom (atau disebut dengan istilah hibakusha) di Jepang pada Agustus 1945. Hibakusha ini kemudian juga menjadi aktivis anti perang dan nuklir dengan menggunakan kisah-kisah pribadi mereka. 

Di tengah suasana dunia saat ini yang sedang memanas, perang di berbagai belahan dunia, mulai dari Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, yang juga melibatkan negara di Timur Tengah hingga Amerika dan Eropa, pesan perdamaian ini menjadi relevan dikumandangkan. 

Namun hiruk pikuk perang, ambisi dan keserakahan, kepentingan sempit politik, telah mengecilkan suara-suara para pejuang perdamaian. Seolah pesan perdamaian ini hilang terhembus angin keserakahan. 

Dan pagi itu, tepat di pelataran gedung, ada graffiti, coretan cat protes para aktivis tentang ketidakadilan di Gaza. Betapa masyarakat internasional juga prihatin dengan yang terjadi di sana. Saya teringat membaca wawancara Toshiyuki Mimaki, salah satu anggota Nihon Hidankyo. Ia mengatakan bahwa mereka yang berjuang keras untuk perdamaian di Gaza lebih pantas mendapatkan Nobel ini. 

Ia merasa tidak pantas menerima penghargaan di saat ada pihak yang saat ini berjuang untuk perdamaian. Ia kemudian mengingatkan bahaya senjata nuklir, jika Rusia menggunakan di Ukraina, atau Israel di Gaza, penderitaan tidak akan berakhir. 

Di pelataran Gedung Nobel Peace Center Oslo, dipahat kutipan Nelson Mandela, peraih Nobel Perdamaian 1993. Kutipan itu berbunyi "The Best Weapon is to Sit Down and Talk". Ya, perdamaian tak bisa diperoleh melalui kekerasan senjata. Saling serang dan perang tak akan menyelesaikan masalah. 

Marilah kita duduk dan bicara. Tepat juga yang dikatakan filsuf abad pertengahan, Baruch de Spinoza, bahwa perdamaian bukan semata ketiadaan perang. Perdamaian adalah keluhuran, sebuah pandangan berpikir, watak kebaikan hati, kepercayaan diri, dan keadilan. Semoga Perdamaian Dunia dapat terwujud. Setidaknya kita tidak putus berdoa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun