Ibu Rahmah mengekspor 70% kopinya ke AS dan Inggris, sekitar 100 kontainer dia kirim dalam sebulan. Penghasilannya mencapai sekitar Rp 10 miliar dalam sebulan.Â
Dari jumlah itu, sebagiannya tentu untuk memperbaiki nasib para petani kopi di Takengon. Bu Rahmah sangat peduli pada nasib kaum perempuan di Takengon. Oleh karenanya ia mendidik kaum perempuan untuk turut mengolah kopi.Â
Selain itu, ia juga mengajari perempuan untuk pandai mengelola keuangan. Pesannya selalu bahwa perempuan harus memegang dan mengelola finansial keluarga. Hanya dengan itulah taraf hidup dapat ditingkatkan.
Ibu Rahmah mendirikan Koperasi Ketiara untuk memantapkan usaha kopinya. Anggota Ketiara kini sudah mencapai sekitar 3000 petani. Produk kopinya dapat menembus pasar AS dan Eropa karena memenuhi standar internasional.Â
Para pembeli dari luar negeri datang langsung ke Takengon untuk melihat caranya memproses kopi. Petugas inspeksi Food and Drug Association (FDA) dari AS juga ikut mengecek biji kopi di Ketiara. Persyaratan organik 100% memang membutuhkan standar yang tinggi. Dan ibu Rahmah menjamin seluruh biji kopinya organik.
Bagaimana rasanya? Hmmm, secangkir kopi ketiara disajikan langsung, diseduh dan siap saya seruput. Tidak ada lagi rasanya kesulitan dan beban hidup saat menyeruput kopi Gayo di Ketiara. Organik, otentik, dan sungguh bold rasa yang dihasilkan. Sempurna.
Kunjungan selanjutnya adalah ke Oro Coffee Gayo. Ini adalah sebuah tempat pemrosesan, roasting biji kopi. Kalau di Ketiara tidak menjual biji kopi karena ditujukan untuk ekspor, sebaliknya di Oro Kopi Gayo dijual beraneka biji kopi.Â
Buat kalian yang ingin membawa oleh-oleh biji kopi, di sini tempatnya. Ada berbagai macam rasa, mulai dari pea berry, wine coffee, honey coffee, hingga kopi luwak. Setelah memilih biji kopi (green bean), mereka akan langsung memanggang (roasting) sesuai dengan selera kita, apakah mau light, mild, atau dark.
Dari Oro Kopi Gayo, kita berjalan naik melewati kelok-kelok pegunungan Takengon dan tiba di Seladang Kafe. Ini kafe yang unik sekali, karena taglinenya adalah "Ngopi di Kebun Kopi". Betul saja, kafe ini terletak di tengah kebun kopi yang terhampar luas.Â
Kita dapat duduk di sekitar tanaman kopi sambil menyeruput secangkir kopi. Kita ditemui pemilik kafe, Pak Sadikin yang juga lebih senang dipanggil dengan sebutan Pak Gembel.Â
Baginya, kopi itu connecting people. Lewat kopi, persaudaraan dan silaturahmi terbangun dan terjaga. Ia merancang Seladang Kopi untuk tujuan mulia itu.Â